"Nggak perlu minta maaf, Mbak." Dia mendorong gelas kopi itu kembali padaku.
"Ini bawa kembali kopinya, aku sudah minum tadi di luar. Kayaknya Mbak Rumi yang lebih butuh kopi saat ini." Dia tersenyum sambil menunjuk wajahku. "Matanya merah, tuh, kayak kurang tidur."
"Apa kemarin ayahku ...."
Lidahku kelu. Susah sekali rasanya meneruskan pembicaraan ini.
Orion menunggu dengan sabar. Namun, saat tak kunjung ada kata yang terucap dari bibirku, dia akhirnya berkata. "Nggak merepotkan, kok. Beneran. Beliau hanya minta diantar ke depan, dekat halte."
"Se .. rius?" Seketika aku mendesah lega. "Tapi, kenapa kamu lama banget nggak balas-balas pesanku?"
"Kemarin lagi sibuk, ada kerjaan. Jadi nggak kedengaran."
"Oh, ya udah. Itu kopinya buat kamu aja."
"Nggak. Buat Mbak aja."
"Tumben, biasanya kamu main ambil aja, sekarang aku kasih, kok, nggak mau?"
"Kalau pada nggak mau, ya, udah, buat gue aja kopinya," celetuk Maya yang tiba-tiba saja sudah berdiri di sampingku.
"Eits, daripada buat Mbak Maya, biar buatku aja." Orion langsung menyambar gelas itu sambil tertawa.
"Ini hari bersejarah, lho, Mbak Rumi datang sendiri ke mejaku nawarin kopi."
"Wah, selangkah lebih, dekat, dong!" Maya menggodanya. "Nggak sia-sia, lu mepetin Rumi terus, Yon. Luluh juga akhirnya dia."
Aku hanya mendengus sebal saat Maya menepuk-nepuk bahuku.
"Ya, kuncinya emang mesti sabar," balas Orion sok cool, lalu menghirup kopinya dengan nikmat.
"Jadi bisa dong di gas, biar nikah tahun ini?" Maya semakin menjadi-jadi. Puas sekali tampaknya saat melihatku mendecak sebal.
"Gimana, Mbak Rumi? Siap nikah tahun ini?" tanya Orion tanpa basa-basi, lalu ikut tertawa bersama Maya yang mengulurkan tangan memberi "toast" padanya.
"Ck. Nikaaah terus yang dibahas! Kuliah aja nggak kelar-kelar. Skripsi, tuh di seriusin!"
"Nah udah ada lampu ijo tuh, Yon. Lo kudu kelarin skripsi, baru Rumi mau nikah sama lo."
Aku memutar mata. Susah memang kalau punya lawan tak seimbang. Sendirian menghadapi mulut usil anak-anak WeSto yang semuanya berada di pihak Orion hanya buang-buang energi.
"Eh, Mbak Maya jangan salah," balasnya dengan ketenangan luar biasa.
"Mbak Rumi itu hampir sama dengan skripsiku, meski sulit ditaklukkan, tapi bakal selalu aku perjuangin demi masa depan."
"Aseeek!" Tawa Maya seketika tersembur dan memancing perhatian anak-anak yang lain.
"Eh, kalian dengar, nggak? Ni bocah makin hari makin jago aja gombalin Rumi."
"Suit ... suit!" Danny dan Chandra yang baru saja datang langsung heboh.
Malas menanggapi guyonan mereka aku memilih cepat-cepat berlalu dari sana. Setidaknya bebanku sedikit berkurang, setelah mendengar penjelasan Orion kalau Ayah tidak macam-macam.
***
"Rum, udah deal belum sama si Andrea?" Tanpa basa-basi, Mbak Sofie langsung menodongku dengan pertanyaan saat aku menjawab panggilan teleponnya.
"Belum, Mbak."
"Duh, gimana, dong!"
"Aku usahain lagi. Atau kita pilih penyanyi alternatif lain gimana, Mbak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LET'S GET MARRIED! (NIKAH, YUK!)
Chick-LitHarumi pernah gagal dalam pernikahan. Demi mengobati luka hati, dia pindah kota dan memulai hidup baru sebagai bagian dari tim Wedding Story (WeSto) sebuah wedding organizer yang baru berkembang di Jakarta. Namun, hidup memang penuh dengan kejutan-k...