NIKAH, YUK!
#lets_get_marriedBab 5. Lelaki yang Kupanggil Ayah
Aku pikir setelah menghilang selama lebih dari tiga tahun ke kota ini, orang-orang dari masa lalu akan melupakanku dan kehidupanku akan kembali normal. Namun, aku keliru. Entah dari mana Ayah menemukan alamat ini.
Lidahku kelu saat menjumpai sosok lelaki menjelang enam puluh tahun yang menyebabkanku terlahir ke dunia itu. Penampilannya membuat dadaku sesak oleh perasaan yang tak tahu harus kuberi nama apa. Ayah lebih kurus dari terakhir kali kuingat. Kemeja kedodoran yang dipakainya tidak keruan lagi warnanya. Rambutnya yang memutih, berantakan seperti sudah lama tidak tersentuh sisir atau pun gunting.
Celana yang dikenakannya juga tak kalah menyedihkan. Warna hitamnya sudah memudar. Sepasang sneakers yang ujungnya sedikit menganga menyempurnakan penampilan lusuhnya. Aroma matahari bercampur keringat yang cukup menyengat dari tubuhnya membuatku sedikit pening. Sekilas Ayah mirip dengan pedagang asongan yang sering kulihat di bawah pohon tak jauh dari kantor WeSto.
"Rumi... Ah, tenyata benar anak ayah di sini." Ayah mendekat dan sedikit merentangkan tangannya, mungkin ingin memeluk. Namun, aku cepat-cepat mengantisipasi dengan mengulurkan tangan menyalaminya.
"Ayah ... apa kabar?" Aku mencoba tersenyum saat mengajaknya duduk di sofa.
"Ya, beginilah. Rumi sehat?"
"Alhamdulillah, sehat. Oh ya tahu dari mana kalau Rumi kerja di sini?" tanyaku langsung.
Ayah tertawa kecil, menampilkan deretan gigi yang penuh noda nikotin. "Udah seminggu ayah di sini. Dua hari lalu ayah tak sengaja melihat Rumi masuk ke kantor ini."
"Oh. Terus ayah menginap di mana?"
"Di tempat teman di Tangerang."
Aku hanya mengangguk, meski rasanya agak janggal, mengingat Tangerang ke sini cukup jauh. Namun, kalau diingat-ingat segala sesuatu tentang Ayah memang janggal. Apa yang dilakukannya selama ini, ke mana dia pergi dan di mana dia tinggal masih menjadi misteri. Aku hanya menduga-duga, kalau Ayah hidup menumpang dari satu teman ke temannya yang lain. Sejak berpisah dengan Ibu, dia tak punya tempat untuk pulang.
Selama beberapa saat aku hanya diam karena tidak punya topik apa-apa untuk melanjutkan obrolan. Melewati masa kanak-kanak dan remaja, tanpa kehadiran seorang ayah, lalu tiba-tiba saja dia muncul setelah aku dewasa, bukanlah perkara mudah. Apalagi untuk menjalin ikatan emosi yang kuat. Hingga detik ini, Ayah masih seperti orang asing bagiku, meski hati kecilku juga tak bisa menolak kalau seburuk apa pun perlakuannya, dia tetaplah ayahku.
Ibu pernah bilang kalau Ayah bekerja di kapal, menyinggahi dermaga-dermaga di berbagai belahan dunia, makanya tidak bisa hadir di tengah-tengah kami. Dulu aku percaya dan terus memupuk harapan, suatu saat Ayah pasti pulang. Namun, sekian tahun menunggu tanpa kabar berita, aku mulai meragukan perkataan Ibu. Bahkan setelah Ayah tiba-tiba muncul di hadapan kami saat aku baru lulus kuliah, aku nyaris tak mengenalinya. Ketika Ibu menemuinya dengan muka masam, saat itulah baru kusadari kalau mereka sudah berpisah.
"Maaf, kalau ayah mengganggu... tapi, kalau Rumi ada sedikit uang. Ayah boleh pinjam? Ayah lagi butuh, sekalian untuk ongkos ke Tangerang," ucapnya memecah keheningan yang tercipta.
Sudah kuduga, tujuannya ke sini tak jauh-jauh dari persoalan uang.
"Ayah butuh berapa?"
"Lima juta, ada?"
Aku meneguk ludah dengan susah payah. Bagiku uang dengan jumlah segitu cukup besar. Apalagi hidup di Jakarta dengan biaya hidup serba mahal, sedangkan gaji pas-pasan. Mendadak begitu saja mengeluarkan uang lima juta, bukanlah perkara gampang.
![](https://img.wattpad.com/cover/320605594-288-k712338.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LET'S GET MARRIED! (NIKAH, YUK!)
ChickLitHarumi pernah gagal dalam pernikahan. Demi mengobati luka hati, dia pindah kota dan memulai hidup baru sebagai bagian dari tim Wedding Story (WeSto) sebuah wedding organizer yang baru berkembang di Jakarta. Namun, hidup memang penuh dengan kejutan-k...