Jantungku kembali bertalu-talu saat turun dari mobil. Aku langsung menuju ke bagian samping bangunan. Orion mengikutiku sambil bersiul-siul mengikuti nada musik dari ponsel. Sejak berangkat tadi ear phone tak lepas-lepas dari telinganya.
WeSto sudah beberapa kali memakai jasa catering ini, jadi aku sudah tahu di mana tempat yang mereka sediakan untuk mencicipi menu. Benar saja, sudah ada Gita di sana bersama dua orang perempuan muda. Mungkin saudarinya atau asisten pribadinya. Namun, tak kulihat Mahesa bersama mereka.
"Hei, Mbak Harumi," sapanya hangat dan langsung merangkulku akrab.
"Hai, Mbak Gita. Maaf, ya, kami agak telat." Aku membalas rangkulannya. Wangi parfumnya memenuhi indra penciumanku.
"Nggak, telat, kok. Kami juga baru sampai." Perempuan itu tertawa ramah, lalu menyalami Orion yang langsung mengemasi ponsel dan ear phone-nya ke saku jaket.
Penampilan Gita sama menawannya dengan saat pertama kali dia datang ke kantor WeSto hari itu. Memakai dress selutut motif tenun ikat warna hitam kombinasi kuning kecoklatan, dia tampak sangat anggun. Rambutnya yang indah seperti baru saja dari salon, dibiarkan tergerai sampai bahu.
Tas dan sepatunya berwana coklat senada. Lagi-lagi, aku mengaguminya dalam hati. Mirip dengan Mahesa, perempuan itu punya daya tarik yang sangat kuat dan pintar menjaga penampilan.Setelah berbasa-basi sejenak, Mbak Ambar pemilik catering langsung mempersilakan kami menuju meja prasmanan panjang yang menghidangkan berbagai jenis menu yang tampak menggugah selera.
"Mbak Gita sendiri saja? Uhm, maksudku, Mas Mahesanya belum datang?"
Aku tak kuasa menahan rasa penasaran, saat Gita duduk di kursi dan mencicipi salah satu menu yang ditawarkan karyawan Mbak Ambar.
"Mahesa ..., nanti dia bakal menyusul." Entah mengapa nada suaranya terdengar berbeda, sepeti menahan sebal. Namun, bibirnya tak henti menyunggingkan senyum.
"Oh, gitu." Diam-diam aku mendesah lega. Setidaknya kalau Mahesa datang belakangan, aku tidak perlu terlalu lama berada di tengah-tengah mereka.
Sebelum mencicipi makanan lainnya, perempuan itu mengamati tampilannya terlebih dahulu, sepeti seorang juri di acara ajang pencarian chef berbakat. Baru kemudian mencicipi perlahan, lalu mencatat sesuatu di buku agenda yang ada di sebelah piringnya.
"Aku mau untuk appetizer, dressing saladnya yang rendah kalori, ya, Mbak. Terus untuk roti ini, bisa dibikin yang pakai gandum utuh, nggak? Maksudnya, dua jenis gitu, yang bahan biasa dan yang bisa dimakan oleh tamu yang lagi diet."
"Oh, bisa, Mbak," sahut Mbak Ambar.
Aku juga langsung mencatat di buku memoku, apa yang dikatakan Gita.
"Ini sapi lada hitamnya enak, tapi di lidahku bumbunya terlalu strong dan agak asin. Bisa nggak dikurangi dikiiit aja. Biar pas gitu." Gita mengelap sudut bibirnya dengan serbet sebelum melanjutkan ke menu yang lain.
"Oh, ya, untuk es krim, saya lebih suka wadahnya dari mangkuk keramik kecil warna putih, senada dengan sendok."
Tanpa sengaja aku dan Mbak Ambar saling berpandangan sesaat, sebelum akhirnya perempuan itu menanggapi permintaan Gita. "Oke, kami catat, Mbak."
Mulai dari makanan pembuka, menu utama sampai makanan penutup, tak luput dari komentar Gita. Ada saja yang menurutnya kurang dan tidak pas. Padahal, sejauh kami bekerjasama, catering milik Mbak Ambar jarang mendapat komplain dari calon pengantin WeSto.
"Emang seribet ini ya, hanya untuk menu doang?" bisik Orion padaku, saat Gita permisi dan menjauh dari kami untuk menjawab panggilan telepon.
"Tiap calon pengantin, pasti pengen semuanya se-perfect mungkin untuk resepsinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
LET'S GET MARRIED! (NIKAH, YUK!)
Chick-LitHarumi pernah gagal dalam pernikahan. Demi mengobati luka hati, dia pindah kota dan memulai hidup baru sebagai bagian dari tim Wedding Story (WeSto) sebuah wedding organizer yang baru berkembang di Jakarta. Namun, hidup memang penuh dengan kejutan-k...