Ch. 08 - (Freak)ing Cute!

62.3K 3.6K 204
                                    

"Nggak keram, tuh, pipi senyam senyum mulu dari pagi?"

Tasya yang sedang berkutat dengan ponsel langsung mengangkat pandangan, senyum gadis itu hilang dan berganti dengan dengusan sebal. Nando sedang duduk di hadapannya, tengah menikmati bakmi ayam sebagai makan siang mereka. Tasya mengeluh bosan dengan menu makanan di kantin, lalu Nando menyarankan sebuah warung bakmi yang ada di belakang gedung kantor. Jadilah, tikus dan kucing ini pergi hanya berdua, tanpa pawangnya alias Janu.

"Iri lihat gue bahagia?" sahut Tasya, ketus. Dia meletakkan ponsel dengan layar mati di samping kotak tisu lalu mengambil sumpit.

"Bukan iri, tapi gue males nungguin lo makan," balas Nando. Bakmi di mangkuk pria itu sudah sisa setengah, sementara Tasya baru mulai makan.

"Kayak lo bakal cepat-cepat balik ke kantor aja." Tasya menuang kuah dari mangkuk kecil ke bakmi.

"Nih." Nando menuang daun bawang dari sendok yang telah ia pisahkan ke mangkuk Tasya. Berbeda dengan gadis itu, dia sangat membenci daun bawang sanpai ke tulang sumsum.

"Ma'acih, Nando." Tasya langsung tersenyum manis saat mendapat hibahan daun bawang dari pria itu.

"Najis!"

Gadis itu tertawa. "By the way, hari ini gue akan meet up sama salah satu cowok yang gue temui di Tinder. Lo jangan protes dulu karena kali ini gue udah nanya hal-hal krusial yang masuk dalam bare minimum versi gue."

"Misal?"

"Misal dia keberatan apa nggak kalau keluarga gue chindo? Atau siap apa nggak menghadapi keluarga gue yang kolot? Kayak gitu aja, sih," ujar Tasya, lalu melanjutkan makan.

"Lo mikir udah jauh banget sampai keluarga, padahal lo aja nggak tahu bakalan cocok atau nggak sama dia. Berapa banyak cowok yang lo pikir oke buat dikenalkan ke keluarga, tapi ternyata kandas pas meet up pertama?" sahut Nando, yang jelas tahu sepak terjang Tasya selama bermain Tinder sejak dua tahun terakhir, atau tepatnya sejak Tasya putus dengan Ardell.

"Ini namanya usaha, Nandolol," seloroh Tasya.

"Membuahkan hasil nggak tuh usaha?" balas Nando, sampai mengabaikan bakmi miliknya. "Emangnya lo nggak capek sama siklus begitu?"

Tasya menghela napas sembari mengunyah bakmi. "Lama-lama mulut lo kayak Patricia."

"Ya, kalau gue jadi lo, mending minta kenalan aja sama anak-anak dari salah satu rekan bisnis Om Sean. Lo punya sepupu kayak Janu, Mei. Lo punya koneksi seluas itu untuk dapat calon suami yang sesuai dengan kriteria lo dan keluarga lo," kata Nando, lalu meneguk es teh manis.

"Gue nggak mau nikah sama chindo juga," ujar Tasya, pelan. Dia bahkan sudah bisa membayangkan rupa seperti apa yang datang jika bertemu dengan kenalan keluarganya. Karakter dan sifat yang seperti apa, kebiasaan macam apa. Tasya lelah menghadapi itu semua. "Ya, nggak apa-apa, sih, kalau chindo juga, tapi gue nggak mau kalau pemikiran dia kolot. Biar aja kebiasaan itu berhenti di generasi atas kita, gue nggak mau ikut-ikutan lagi."

Nando terdiam sejenak. Satu-satunya mantan pacar Tasya yang bukan keturunan Tionghoa hanya Ardell. Nando yakin, pria keturunan Jawa-Bali itulah yang bikin Tasya membuat bare minimum baru dalam mencari pasangan.

"Good luck, deh. Semoga orang yang lo temui nanti nggak freak kayak kemarin," kata Nando, lalu melanjutkan sisa bakmi di mangkuk.

"Do."

Pria itu langsung berhenti makan. Jarang sekali tiba-tiba Tasya memanggil dirinya dengan sebutan nama yang benar. Nando menoleh kepada sahabatnya.

"Lo punya kenalan cowok pribumi, tapi Kristen nggak?" tanya Tasya.

Behind Her Lingerie ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang