Sukses.
Lika tidak mengatakan atau melakukan hal-hal aneh sepanjang perjalanan menuju agensi. Padahal Janu sudah hampir membatalkan kepergian mereka disaat mengetahui kalau tidak ada sopir kantor yang bisa mengantar. Janu tak sanggup hanya berdua di mobil bersama wanita itu. Kini rapat bersama agensi baru telah selesai dan Janu kembali berdoa semoga perjalanan pulang bisa sukses tanpa drama.
"Kapan Bapak mau ambil mobil di rumah saya?" tanya Lika.
"Nanti," sahut Janu, singkat.
Lika menghela napas. "Kayaknya saya tahu kenapa kita jadi canggung."
Janu tidak menjawab, terus berjalan menuju di mana mobil sang ibu terparkir.
"Karena panggilan kita terlalu formal. Kalau pakai lo-gue, biasanya nggak secanggung ini," kata Lika, berdasarkan pengamatan sotoy.
"Terserah kamu aja," balas Janu, lalu dia menekan remote untuk membuka kunci mobil. "Nanti malam sopir saya bakal ambil mobil di rumah kamu."
"Kenapa nggak lo aja?" tanya Lika, dia berhenti beberapa langkah di belakang Janu.
"Kenapa harus saya?" Janu menoleh.
"Ya, biar bisa mampir," sahut Lika, tanpa dosa.
Janu mendengus. "Kita itu hanya rekan kerja, Lika."
"Setelah ciuman semalam, kita hanya rekan kerja?" Lika menatap lekat pria itu.
"Kita nggak ciuman. Kamu yang cium saya." Janu meluruskan. Dia ingat, ia sama sekali tak membalas kecupan Lika yang hanya berlangsung sekilas.
"Kenapa lo nggak balas ciuman gue?" tanya Lika.
"Penting banget buat dibahas sekarang?" Suara Janu mendadak ketus.
"Gue penasaran." Namun, itu tak memadamkan semangat Lika. "Apa lo nggak tertarik sama gue? Lo punya kesempatan semalam dan gue nggak akan menuntut tanggung jawab apa-apa."
"Apa semua pria harus tertarik sama kamu?"
Lika diam. Jawaban Janu terlalu telak, tapi Lika sudah bisa menduga kalau kata-kata seperti itulah yang akan keluar dari mulut Janu. Pria itu tidak akan mungkin luluh dengan mudah. Alih-alih senang, wajah Janu malah menunjukkan kejengkelan. Harusnya itu bagus, Lika jadi bisa tambah merasa aman ketika bersama Janu. Namun, entah mengapa Lika juga jadi ikutan jengkel.
Kemarin manis, hari ini menyebalkan.
'Apa harus gue cium dulu biar manis kayak semalam?' Lika menggeleng. Dia tidak mau menanggung malu kalau sampai ciumannya kembali tidak berbalas.
"Masuk," ujar Janu, memerintahkan Lika untuk masuk mobil.
"Iya." Lika melewati Janu untuk masuk ke kursi penumpang. Aneh sekali. Padahal Janu sedang kesal padanya, tapi tetap saja sexy dimata Lika. Karisma yang begitu luar biasa. Lika berpikir, kalau suatu saat dia dan Janu berjodoh, dirinyalah yang pasti akan bucin mampus pada pria itu.
"Lika tunggu!" Janu menahan bahu gadis itu yang hendak masuk mobil.
"Apa? Berubah pikiran? Mau gue pulang sendiri aja?" cecar Lika.
Janu melirik ke arah bawah lalu kembali pada Lika. "Kamu ... lagi datang bulan?"
"Iya, kenapa?" Lika heran, dari mana Janu tahu fakta tersebut?
"Itu ... tembus ke rok kamu." Janu melirik bagian belakang rok putih Lika yang menunjukkan bercak merah gelap.
"HAH?!" Lika panik. Dia langsung melihat roknya dan benar saja, ada noda darah di sana. Kepanikan Lika bertambah menjadi dua kali lipat. Padahal dia baru mengganti pembalut setelah makan siang. Dia melihat arloji, sudah dua jam lebih dan memang dia selalu mengganti tiap tiga jam sekali. "Kok deras banget sih hari ini!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Her Lingerie ✅
Romansa"Yang tadi itu kamu bilang ciuman?" Lika tertawa pelan sambil mengusap bibir Janu dengan ibu jari. Janu hanya terdiam kikuk. "Emang yang bener kayak apa?" "Mau tahu?" Mata Lika mengerling penuh goda. "B-boleh," sahut Janu, berusaha untuk tidak menol...