Semua pegawai tahu kalau Januari Pratama sudah mengatur rapat secara mendadak, apalagi sampai tidak memedulikan waktu yang sudah berdekatan dengan jam pulang, pasti ada masalah yang kelak membuat hari-hari mereka menjadi tidak tenang dan benar saja, ternyata Janu menyinggung soal kampanye brand image yang berujung blunder di sosial media.
"Kalau emang kita kekurangan tenaga atau bahkan nggak punya copywriter yang berkualitas, cari outsourcing yang capable dan berpengalaman. Ini bukan sesuatu yang harus dibahas di ruang meeting, tapi kalau kejadiannya udah lebih dari dua kali terulang, siapa yang harus bertanggung jawab?" pungkas Janu, seraya melirik Nando yang duduk di bagian meja sebelah kiri, tepat di sebelah Tasya. Ruangan mendadak hening, semua jelas tahu siapa yang menduduki posisi brand manager di KiraDara.
"Gue bakal make sure ini nggak terulang lagi. Semua postingan udah di-takedown sama tim sosmed, klarifikasi juga menyusul untuk diposting besok siang." Suara Nando membuat beberapa orang yang berada di divisinya bernapas lega. "Kalau ini sampai terulang lagi, mau karena gue yang kurang teliti atau kesalahan dari divisi gue, I will quit sebagai pertanggungjawaban."
Maura dan Salma sontak saling beradu pandang ketika Nando selesai bicara. Semua jelas bukan karena salah Nando karena pria itu sudah memberikan acc pada draft postingan hasil revisi, tapi karena Salma salah memberikan bahan postingan ke tim sosial media, semua menjadi runyam. KiraDara dianggap menyindir dan menyinggung kompetitornya secara eksplisit karena persaingan produk dengan komposisi utama yang sama, hal itu disebabkan karena susunan kalimat pada konten terlalu rancu.
"Oke," sahut Janu, lalu dia menutup map di meja. "Ada lagi yang mau disampaikan?"
Hening, tapi seseorang yang duduk di sebelah kiri Tasya justru mengangkat tangan. Lika langsung menjadi pusat perhatian, rasanya seperti dejavu pada saat-saat awal dia berada di KiraDara.
"Pak Kuntara menunda kerjasama dengan kita. Beliau bilang, maunya ketemu langsung dengan Pak Janu atau Bu Kirana. Padahal sebelumnya, beliau udah menyetujui draft kontrak yang saya kasih. Kemarin saya dan Mbak Citra coba untuk atur pertemuan—"
"Singkat aja," potong Janu, bahkan tanpa menatap Lika dan masih mengutak-atik iPad.
Lika menarik napas perlahan. "Bapak bersedia atau nggak ketemu sama Pak Kuntara?"
Janu mengangguk-angguk lalu menoleh pada wanita yang duduk pada kursi pertama di meja bagian kanan. "Atur, Cit."
"Baik, Pak," sahut Citra, buru-buru mencatat di bukunya.
Gelenyar aneh itu kembali menyerang. Sulit untuk Lika membiasakan diri pada keadaan baru yang ada di antara dia dan Janu. Satu bulan berlalu sejak Janu memutuskan dirinya dan kini hubungan mereka seolah kembali ke setelan awal. Ada jarak tak kasatmata yang dibangun oleh Janu dan Lika yang pemberani, sekarang tampak takut untuk merobohkan jarak tersebut.
"Rapat selesai. Kalian boleh pulang," kata Janu.
Ini bukan sekali atau dua kali Janu terang-terangan mengabaikan dirinya di kantor. Janu terlihat tidak peduli pada segala hal yang menyangkut Lika lagi dan wanita itu tidak berusaha untuk protes, tidak berupaya memasuki zona teritorial Janu karena merasa pria itu masih dalam suasana berduka.
"Thank you, Pak," ujar Citra, lalu bangkit dari kursi. Disusul oleh satu per satu pegawai hingga menyisakan Janu, Lika, Tasya, dan Nando.
"Ayo, Mei," bisik Nando.
"Ntar dulu." Tasya berbisik sambil melirik Lika.
"Ya, justru itu." Nando menarik tangan Tasya untuk memaksa gadis itu keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Her Lingerie ✅
Romance"Yang tadi itu kamu bilang ciuman?" Lika tertawa pelan sambil mengusap bibir Janu dengan ibu jari. Janu hanya terdiam kikuk. "Emang yang bener kayak apa?" "Mau tahu?" Mata Lika mengerling penuh goda. "B-boleh," sahut Janu, berusaha untuk tidak menol...