Ch. 09 - Don't Disturb

58.1K 3.8K 239
                                    

Sejak berkecimpung dalam bisnis kecantikan sang ibu, melihat peragaan busana bukanlah sesuatu yang asing bagi Janu. Hanya kekaguman yang terlintas di benak pria 29 tahun tersebut ketika melihat para model berlenggak-lenggok mengenakan hasil karya dari para desainer lokal. Baik wanita mau pun pria, bagi Janu tak ada bedanya. Hampir seumur hidup, Janu selalu ditanamkan pemikiran bahwa busana dan riasan bukanlah identitas suatu gender, melainkan pelengkap dari estetika. Namun, yang Janu tak mengerti, mengapa pemikiran Kirana mendadak mati begitu memandang sang kakak, Keenan?

"Janu!"

Lamunan pria itu buyar seketika saat suara yang telah ia tunggu-tunggu akhirnya terdengar. Seulas senyum dari wajah yang kerap terlihat dingin itu hadir. Janu melangkah ke arah tenda bertuliskan backstage, tempat di mana Lika berada bersama para model lain. Peragaan busana telah selesai sejak 15 menit lalu, Janu menghampiri Lika sembari membawa satu buket bunga.

"Thank you udah datang," kata Lika, setelah berganti baju.

"Saya baru pertama kali lihat kamu di runway," ujar Janu, seraya menyerahkan buket bunga kepada Lika. "Sebagai apresiasi dari saya."

Lika tersenyum sembari menerima bunga dari Janu. Ini sungguh langka. Akan segera Lika ceritakan apa yang terjadi saat ini di second account Instagram nanti malam. Lika tidak punya teman cerita. Semenjak dia pensiun dari dunia modeling, Lika pun ikut berpisah bersama manajer dan asisten pribadi dari agensi. Kini ia benar-benar sendirian.

"Udah percaya kan kalau aku model beneran?" sahut Lika.

"Saya nggak pernah meragukan kemampuan kamu di modeling," balas Janu.

Lika menoleh pada tenda backstage sekilas. "Mau langsung pulang?"

"Kamu?" Janu malah berbalik tanya.

"Aku, sih, lapar," ujar Lika.

"Mau lunch sama aku?" tanya Janu, setelah melihat jam di arloji.

Lika mendengus sebal lalu melewati Janu. "Kumat, deh, lemotnya."

Janu terkejut mendengar gerutu Lika yang sangat jelas masuk ke telinganya. Dia segera mengejar wanita itu yang hampir keluar dari area backstage. Janu tidak mengerti mengapa tiba-tiba Lika mengatakan bahwa dirinya lemot. Bukankah dia hanya bertanya dan memastikan apa yang Lika inginkan? Janu benar-benar bingung dengan pemikiran wanita.

'Apa gue salah?'

Tasya juga sering mengeluh lapar secara tiba-tiba, mengatakan ingin makan ini dan itu. Namun, ketika Janu atau Nando menawarkan untuk membeli makanan betulan, gadis itu malah menolak keras.

"Lika—"

"Desember Angelica, wassup?"

Bibir Janu terkatup dan kepalanya otomatis menoleh pada sosok yang menyapa Lika barusan. Dia berhenti beberapa langkah dari tempat Lika berdiri. Seorang pria dengan tinggi menjulang hadir di hadapan gadis itu.

Janu memilih untuk diam, dia memang tidak mengenal siapa pun di acara tersebut kecuali Lika. Inilah mengapa Janu benci pergi tanpa Nando dan Tasya. Sebab, dia selalu saja jadi kucing congek yang tak bisa menimbrung pada circle mana pun.

"Seperti yang bisa dilihat." Lika tersenyum sekenanya. "I'm good. Sehat dan bahagia."

Jawaban Lika disambut tawa oleh pria tersebut. Entah memang perkataan Lika yang lucu atau sekadar hanya untuk menutupi dinding es di antara mereka. Tujuh tahun mendampingi Lika di dunia modeling, Julio kenal betul tabiat wanita itu. Kini interaksi yang terjadi di antara mereka tak lebih dari sekadar bas abasi karena tak sengaja bertemu. Seketika ia menyesal karena menyapa Lika lebih dulu.

Behind Her Lingerie ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang