"Thanks," kata Lika, saat melihat Janu yang baru duduk usai menyimpan tasnya di kabin.
Keduanya terpaksa pulang satu hari lebih awal dikarenakan Janu harus ikut Kirana menghadiri undangan dari rekan bisnis sang ibu. Kirana meminta dengan sedikit memaksa agar putranya ikut karena sekarang Janu-lah yang memiliki peran sebagai CEO KiraDara. Lika tidak keberatan karena biar bagaimana pun Janu sudah menepati janji untuk liburan bersama.
"Kamu udah ucapin ulang tahun ke Tasya?" tanya Lika, ketika Janu membuka ponsel.
Janu mengangguk. "Udah, tapi pagi aku telepon dia waktu kamu mandi."
"Oh." Bibir Lika membulat. Dia kembali duduk dengan manis di kursi business class-nya. Lika memainkan jari di pangkuan, ada yang mengganjal di hati wanita itu sejak kemarin. Sesekali dia melirik Janu yang jarinya sibuk mengetik entah apa di ponsel. Lika menghela napas untuk kesekian kali, dia bingung ingin mulai dari mana.
"Besok kamu lanjut cuti aja, nggak usah ke kantor," kata Janu, seraya menoleh pada Lika. "Tasya juga besok katanya mau cuti."
Lika mengangguk-angguk sambil senyum. Setiap kali melihat wajah Janu, hati wanita itu seperti dicubit keras. Ternyata sengsara sekali rasanya berbohong dari pria itu.
"Love." Lika menoleh dan untuk pertama kalinya dia merasa gugup bertatapan dengan Janu. "Aku mau jujur sama kamu, tapi sebelumnya aku juga mau minta maaf."
Kening Janu lantas mengernyit heran. "Soal?"
"Aku kemarin bohong sama kamu." Lika langsung memegang tangan Janu yang tertahan di lengan kursi. "Waktu kamu lihat aku teleponan malam-malam di teras villa, itu bukan karena aku lagi ngomongin kerjaan sama Ganesh, tapi—"
"Kamu teleponan sama Ganesh?" sela Janu, lantas membuat Lika terdiam sejenak.
"Iya." Lika mengangguk. "Kamu ingat dia kan? Teman lamaku. Waktu itu kamu—"
"Ketemu di Sunday's Bar. Aku ingat," sahut Janu, cepat.
Lika mengangguk lagi. "Betul."
"Terus ada urusan apa dia sampai telepon kamu semalam itu?" tanya Janu.
"Sebenarnya aku yang telepon karena sebelumnya dia udah izin mau telepon, tapi aku nggak bisa angkat. Aku nggak ada maksud buat bohong sama kamu, tapi aku bingung mau jelasin apa kalau kamu tanya alasannya." Entah mengapa jantung Lika malah berdegup kencang saat melihat raut wajah Janu yang begitu-begitu saja. Tidak marah, tidak juga santai. "Aku agak khawatir sama Ganesh. Dia itu nggak punya teman sejak pindah ke luar negri, setelah dia balik ke Indonesia, kontak dia sama teman-temannya udah putus. Nah, dia lagi butuh teman untuk dengerin ceritanya. So, I tried to help him."
"Hm ..." Janu mengangguk-angguk. "Terus?"
"Terus ..." Lika mencoba merangkai kata di kepala. "Terus dia cerita soal masalahnya. Pure cuma cerita, dia selalu merasa lebih baik ketika ada yang dengerin. Beberapa tahun terakhir, Ganesh emang lumayan struggle sama kesehatan mentalnya karena masalah keluarga, tapi aku nggak bisa ceritain apa masalahnya karena itu privasi dia."
"I got it. Masalah keluarga emang sesuatu yang sensitif. Aku juga nggak kepengin tahu apa masalahnya." Janu mengangguk-angguk lagi, dia menatap Lika yang seakan masih menunggu reaksinya. "Thank you udah jujur."
"Kamu nggak marah kan?" Lika bertanya karena ekspresi Janu sulit diartikan.
Janu menggeleng pelan.
Lika menghela napas lega, senyum wanita itu terbit. "Next aku bakal ajak kamu buat kenalan lebih lagi sama Ganesh, deh. Biar kamu tahu dia orangnya kayak apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Her Lingerie ✅
Romansa"Yang tadi itu kamu bilang ciuman?" Lika tertawa pelan sambil mengusap bibir Janu dengan ibu jari. Janu hanya terdiam kikuk. "Emang yang bener kayak apa?" "Mau tahu?" Mata Lika mengerling penuh goda. "B-boleh," sahut Janu, berusaha untuk tidak menol...