Janu tidak masuk kantor.
Lika pikir alasan mengapa Janu tidak bergabung makan siang di kantin seperti biasa dikarenakan pria itu sedang menghindari dirinya, tapi ternyata Janu memang tidak masuk. Hal itu semakin membuat perasaan Lika tidak nyaman setelah semua pesan dan teleponnya diabaikan Janu.
"Jadi, si Janu kenapa nggak masuk, Lik?" tanya Nando, usai menyeka bibir dengan tisu.
"Sakit, ya, dia? Semalam kalian cabut bareng kan?" Tasya juga ikut mempertanyakan.
"Iya, dia lagi ada urusan," sahut Lika, penuh dusta. Sebab, dia sendiri pun tidak tahu mengapa Janu tidak masuk. Namun, besar kemungkinan semua dipicu karena keributan mereka tadi malam.
"Eh, lo gimana, sih, Do?!" Tasya menendang kaki Nando dari bawah meja. "Lo kan tetanggaan sama Kokoh, masa tadi pagi nggak sadar dia nggak berangkat ngantor?"
Nando berdecak. "Kunyuk! Gue itu cuma tetanggaan, bukan satu rumah. Lupa lo pagar rumah abang lo itu setinggi apa?"
Tasya mendengus. "Tapi tumben banget dia absen nggak bilang apa-apa. Mana abis cuti kemarin itu."
Lika diam, tak mau menanggapi banyak-banyak. Dia takut Nando dan Tanya mencium radar pertengkaran di antara dirinya dengan Janu. Semalam pada akhirnya Lika pulang sendiri tanpa pamit pada Ganesh sembari terus berusaha menghubungi Janu. Namun, sampai pagi sebelum berangkat kerja, tidak ada satu pun panggilan yang diangkat dan pesan yang dibalas oleh pria itu.
"Kayaknya dia lagi ngurusin buat sponspor acara beauty pageant tahunan, deh. Kan yang ngadain Bu Mutiara Dewi, tuh. Pasti dia banyak minta ini itu ke Janu, sementara CEO kita tercinta yang strict abis pasti penginnya semua mengikuti kontrak yang ada," ujar Nando.
"Berari dia lagi senewen," timpal Tasya.
"Udah, jangan diganggu," sahut Nando.
"Emangnya kalau Janu lagi senewen kenapa, guys?" Lika memberanikan diri untuk bertanya dengan raut biasa saja. Meski sesungguhnya dia sangat penasaran dan khawatir.
"Biasalah. Jadi gampang badmood," kata Tasya.
Lika mengangguk-angguk.
"Emang lo nggak pernah lihat Janu marah, Lik?" tanya Nando.
Lika tak langsung menjawab. Sudah dua kali dia melihat amarah Janu tumpah dan tidak ada yang mengenakan dari itu semua. Namun, apa etis mengakui kalau hubungannya dan Janu sedang tidak baik-baik saja pada sahabat pria itu sendiri?
"Yaampun, Nandolol! Mana mungkin Janu berani marah sama Lika? Mentok-mentok ngambek kayak bayi. Iya kan, Lik?" Tasya menoleh dengan percaya diri.
Lika hanya senyum-senyum.
"Emang bulol abang lo kalau soal cinta," kata Nando, lalu dia menoleh pada Tasya. "Lo datang ke kawinan si Revi nggak?"
"Gue diundang, sih, tapi pas banget hari Sabtu itu gue mau ke Bandung, mau lihat proyek hotel bapak gue," kata Tasya, lalu dia menoleh pada Lika. "Toilet, yuk, Lik."
"Yuk." Lika beranjak bersamaan dengan Tasya. "Duluan, Do."
Nando mengangguk lalu tak lama kemudian dia ikut beranjak. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk menghabiskan sisa waktu istirahat, Nando memutuskan untuk balik ke ruangan. Ketika Nando hendak masuk ke lift, dia melihat seseorang yang tak asing.
"Hai, Mau! Udah makan?" tanya Nando, begitu mereka berada di lift. Dia menatap Maura dengan senyum gurau seperti biasa.
"Udah, Mas," sahut Maura, seraya melirik Nando sekilas.
"Pipi kamu kenapa?" tanya Nando, lagi. Dari tadi pagi sebenarnya dia sudah melihat plester di sana.
"Luka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Her Lingerie ✅
Romance"Yang tadi itu kamu bilang ciuman?" Lika tertawa pelan sambil mengusap bibir Janu dengan ibu jari. Janu hanya terdiam kikuk. "Emang yang bener kayak apa?" "Mau tahu?" Mata Lika mengerling penuh goda. "B-boleh," sahut Janu, berusaha untuk tidak menol...