Lika tidak bisa tenang. Kehadiran August yang langsung bersinggungan dengan Rajendra dan Kirana membuat dirinya gelisah bukan main, ditambah keberadaan Audy yang lantas membuat orang tua Janu berpikir bahwa wanita itu adalah ibu sambungnya. Sumpah Lika belum berakhir, hingga kapan pun dia tidak akan sudi mengakui Audy sebagai ibu tirinya.
"Oh, jadi Pak August yang lebih sering datang ke Jakarta buat ketemu Lika, ya," ujar Rajendra, menanggapi cerita singkat August. "Mungkin kalau Janu tinggal terpisah, bakalan saya dan istri yang sibuk datangi dia juga."
August tertawa pelan. "Iya, mau bagaimana lagi? Saya tahu Lika punya kesibukan yang nggak bisa ditinggal. Toh, saya juga punya banyak waktu luang."
Lika menyesap perlahan teh dari cangkir. Dia merasa seperti kepercayaan dirinya dihisap perlahan. Memang Audy tidak banyak bicara, tapi August sungguh membuat Lika khawatir. Dia takut August semakin memperlihatkan betapa kacaunya hubungan mereka.
"Jadi, Pak August dan Lika udah lama nggak serumah, ya?" tanya Kirana.
August mengangguk. "Lika merantau dari umur 18 tahun. Dia ke Jakarta bukan buat kerja aja, tapi juga kuliah. Lika dapat beasiswa karena menang kontes kecantikan di Kalimantan waktu itu. Saya dan mendiang Omah-nya sangat bangga dengan Lika yang selalu tahu apa yang dia suka."
Lika termangu sejenak kala dia mendengar sahutan August. Ada gelanyar aneh yang bermain dalam perasaannya ketika mendengar kalimat sang ayah. Dia mendadak mematung ketika tiba-tiba tangan August terulur untuk mengusap lembut puncak kepalanya.
"Anak ini dari kecil selalu berani. Makanya saya selalu berusaha tenang walau Lika tinggal sendiri di Jakarta. Waktu ketemu Janu, saya jadi makin lega karena ada yang jagain dia dari dekat," ujar August, seraya menoleh sekilas pada sang putri.
"Dari pertama ketemu Lika, saya udah bisa ngerasain keberanian dia. Soalnya jarang-jarang ada yang tahan sama anak saya," sahut Rajendra, lalu tertawa.
Janu hanya mendengus pelan, sementara Lika entah mengapa dia merasa tenggorokannya tercekat. Lika tidak mengerti mengapa August harus berkata seperti itu? Bukankah ayahnya adalah pria paling tidak peka? Dari mana August merancang kata-kata barusan yang membuat mata Lika seakan memanas.
"Sejujurnya saya juga lega karena Lika bisa diterima dengan baik oleh keluarga Janu," ujar August, lagi.
"Kalau mau jujur, saya dan istri juga nggak punya alasan untuk menentang Lika berhubungan dengan Janu. Dari sudut pandang sebagai orang tua, saya senang lihat Janu bisa punya pasangan yang mau mengerti kondisinya," tutur Rajendra. Memang dari dulu dia tidak pernah punya kriteria yang muluk-muluk dalam merestui pasangan anak-anaknya.
Calon suami Tiffany dan Sheilomytha lolos dengan mudah mendapat restunya, tapi tidak dengan Kirana. Bahkan saat Rajendra tahu putra sulungnya memiliki orientasi seksual yang berbeda, dia berusaha untuk memahami itu.
"Saya pikir juga hubungan Janu dan Lika udah bukan buat sekadar senang-senang, ya. Saya berharap ada akhir yang baik dari hubungan mereka kalau Pak August dan Mbak Audy berkenan," kata Kirana, sembari menatap August dan Audy bergantian.
"Maksud Ibu soal pernikahan?" tanya August.
Kirana mengangguk.
"Kalau untuk itu saya serahkan semua rencana hubungan Lika dengan Janu sama Bapak dan Ibu. Saya hanya minta satu aja, agar Lika diperlakukan dengan baik dan selalu dihargai. Saya udah gagal kasih Lika keluarga yang sempurna, jadi saya harap," August menoleh pada sosok yang duduk di sebelah sang putri. "Janu bisa mengabulkan itu buat Lika."
Janu terdiam, lagi-lagi kalimat August membuatnya merinding seketika. Ucapan yang dikatakan dari dasar hati yang paling jujur. Janu lega August mau mendengarkan sarannya tadi sore. Dia mengangguk sebagai jawaban lalu menoleh pada Lika, tapi dia sontak terkejut kala melihat kekasihnya membesit hidung sambil menunduk sekilas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Her Lingerie ✅
Romance"Yang tadi itu kamu bilang ciuman?" Lika tertawa pelan sambil mengusap bibir Janu dengan ibu jari. Janu hanya terdiam kikuk. "Emang yang bener kayak apa?" "Mau tahu?" Mata Lika mengerling penuh goda. "B-boleh," sahut Janu, berusaha untuk tidak menol...