Nando menyimpan lanyard di tas setelah waktu shift berganti. Beruntung jam kerjanya sudah berakhir lebih dulu sehingga tidak perlu ikut beres-beres penutupan booth pada acara Year-End Sale yang seleasi hari ini. Rasa lelah setelah dua hari tidak pulang demi memantau dan memastikan acara berjalan dengan lancar langsung lenyap saat Nando memeriksa soft file tiket penerbangan ke Swiss di aplikasi Traveloka. Senyum pria itu mengembang, tak sabar untuk pergi ke surga duniawi tersebut.
"Akhirnya bisa lepas sejenak jadi budak korporat." Senyum Nando semakin lebar saat membayangkan pemandangan negara Swiss yang sering berseliweran di Instagram. Meski dia gagal mengajak Janu dan tetap pergi sendiri, tapi hal itu tetap tidak menyurutkan kebahagiaan Nando.
"Oh, gitu. Nggak apa-apa kok, Yah. Rara bisa pulang sendiri, banyak taksi juga di sini. Ayah nggak usah khawatir, nanti kalau butuh apa-apa langsung telepon Rara aja, ya."
Langkah Nando yang hendak keluar hall terhenti saat melihat sosok wanita dengan baju terusan berwarna kuning tengah berbicara pada ponsel. Nando melihat pantulan kaca yang ada di hadapan mereka. Ternyata benar, dia memang kenal gadis itu.
"Iya, Ayah. Rara bisa kok. Yaudah, Ayah hati-hati. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," sahut Nando.
Maura lantas menoleh dan buru-buru mematikan sambungan telepon setelah sang ayah menjawab salam. Dia terkejut saat mendapati Nando ternyata dari tadi berdiri di belakang dirinya. Sementara itu, Nando hanya memamerkan senyuman saat berhasil mengejutkan Maura.
"Kok belum pulang?" tanya Nando.
"Ini mau pulang," kata Maura, tak sadar bahwa tatapan Nando malah membuat dia meremas ponsel tanpa alasan.
"Nggak dijemput ayah kamu?" tanya Nando, dengan satu tangan di saku bersama ponsel.
Maura menggeleng samar. "Ayah mendadak nggak bisa jemput karena adiknya masuk rumah sakit."
Bibir Nando membulat. "Terus kamu pulang sama siapa?"
"Mau cari taksi dulu. Kalau nggak dapat, baru pesan ojol," ujar Maura.
"Gitu, ya." Nando mengangkat pergelangan tangan yang dilingkari arloji. "Jam-jam macet, nih. Kamu yakin mau pulang jam segini?"
Maura mengangguk, meski tidak yakin. "Tapi nggak tahu, sih, Mas. Kalau jam sibuk, biasanya suka nggak dapat ojol."
Nando mengangguk setuju. "Terus kalau naik taksi, nanti argonya jadi makin mahal. Serba salah, ya?"
"Iya," sahut Maura. Sejak awal dia sudah tahu kalau jadwal shift dirinya dengan Nando semalam acara Year-End Sale berlangsung selalu sama. Namun, setiap dia pulang, Maura tidak pernah melihat Nando bersiap-siap meninggalkan hall. Pria itu selalu pulang belakangan dan datang lebih awal hingga mereka hanya bertemu saat event dimulai.
"Jadi, daripada pulang sekarang, mending makan malam dulu sama saya. Gimana?" ujar Nando, seolah sedang memberikan suatu penawaran fantastis pada Maura.
"Uhm—ya ... boleh, sih." Tiba-tiba Maura kehilangan kemampuan untuk bicara dengan benar. Dia tidak tahu mengapa harus gugup dengan ajakan Nando barusan. "Mas Nando mau makan apa?"
Nando mengangkat bahu. "Nggak tahu. Mau jalan-jalan ke depan sebentar nggak? Cari makanan yang enak."
Maura mengangguk.
"Eh, tapi ... lambung kamu cukup bersahabat buat diajak makan makanan di pinggir jalan gitu kan?" Nando memastikan, dia teringat lambung princess milik Janu yang dulu sering membuat pria itu mencret setelah membeli makanan dari pedagang kaki lima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind Her Lingerie ✅
Romance"Yang tadi itu kamu bilang ciuman?" Lika tertawa pelan sambil mengusap bibir Janu dengan ibu jari. Janu hanya terdiam kikuk. "Emang yang bener kayak apa?" "Mau tahu?" Mata Lika mengerling penuh goda. "B-boleh," sahut Janu, berusaha untuk tidak menol...