23

548 75 19
                                    

Alwi terus memandangi wajah istrinya yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Tangan kirinya mengusap lembut punggung tangan Yuki sementara tangan kanannya mengusap surau hitam cenderung coklat milik istrinya. Sungguh ia benar - benar merasa bersalah karna tidak bisa menjaga istrinya dengan baik. Ia merasa telah gagal menjadi seorang suami yang baik.

Tapi Alwi juga bingung harus bagaimana, ia sungguh selalu ingin berada di sisi istrinya namun disisi lain ia juga memiliki tanggung jawab sebagai seorang santri yang masih mengenyam pendidikan.

"Makan dulu Al, dari tadi kamu belum makan. Biar ummi yang jagain Yuki." Iba ummi melihat putra bungsunya yang tampak mengenaskan dengan rambut yang sedikit berantakan serta wajah lesu yang sejak tadi menghiasinya.

Tentu saja, suami mana yang tidak frustasi melihat istrinya terbaring lemah seperti ini. Terlebih lagi ini karenanya. Kejam sekali rasanya. Andai bisa ditukar, Alwi ingin menggantikan posisi Yuki. Namun tentu itu mustahil.

"Alwi masih kenyang ummi." Hanya itu yang bisa Alwi katakan.

Entah sudah berapa kali Alwipun tidak ingat. Ia mana selera makan melihat istrinya masih belum kunjung membuka mata.

"Kalau kamu nggak makan nanti kamu juga bisa sakit. Kalo sakitkan jadi nggak bisa jagain Yuki."

Yang ummi katakan memang benar, tapi sungguh, untuk saat ini Alwi benar - benar tidak lapar.

********

"Mau sampe kapan sih lo kayak gini?! Lo itu bentar lagi jadi orang tua, jangan kayak bocah terus bisa nggak sih?! Tiap hari kalo nggak balapan main game mulu emang nggak ada kerjaan yang lain?! Pikirin tu kuliah lo! Cukup gue yang di do jangan sampe lo juga kena do Miko!" Emosi Susan yang sudah muak dengan sikap Miko.

Sementara Miko hanya acuh saja sembari terus fokus pada game di ponselnya.

Susan yang sudah kesal ditambah hormonnya yang naik turun dikarenakan kehamilannya, buru - buru meraih ponsel Miko dan sontak saja membuat Miko tersulut emosi.

"Ck San balikin nggak hp gue! Jangan ganggu gue bisa nggak sih?! Gue lagi sibuk! Jangan brisik! Omongan lo nggak ngaruh apapun kedalam kehidupan gue jadi mending lo diem, duduk manis. Pikirin tu perut lo!" Kesal Miko langsung meraih ponselnya lalu pergi begitu saja meninggalkan Susan yang terkejut sekaligus sakit hati setelah mendengar ucapan Miko.

Jujur ia sudah muak menghadapi sikap keras kepala serta kekanak - kanakan dari suaminya itu, ia sangat capek. Ingin rasanya ia pergi saja namun bagaimana dengan nasib bayi diperutnya, terlebih lagi kedua orang tuanya pasti akan kecewa.

Gue tau Ko, sebenernya Yukikan yang lo harepin buat diposisi gue makanya lo nggak pernah liat gue. Gue tau perasaan lo buat Yuki masih sama. Tapi apa lo nggak liat di perut gue ini ada anak lo. Apa nggak bisa sedikit aja lo kasih cinta lo buat anak lo. Sedikit aja, jangan kayak gini. Gue capek.

Susan menjatuhkan tubuhnya di ranjang dengan kedua tangannya menutupi wajahnya. Mencurahkan isi hatinya yang setiap hari selalu ia tahan. Menangis, itulah yang bisa ia lalukan. Selalu saja begitu.

******

"Dek.... Kamu udah sadar? Alhamdulillah, terimakasih ya Allah.... dek Yuki mau minum? Aku ambilin air putih ya?" Tawar Alwi antusias saat melihat Yuki yang kini sudah membuka matanya.

Yuki sedikit bingung saat menyadari ini bukanlah kamarnya. Lalu ia dimana, dan bagaimana ia bisa berakhir disini. Seingatnya terakhir ia masih berada di pesantren.

Sekelebat bayangan mengenai Alwi yang pergi meninggalkannya begitu saja membuat Yuki tersadar buru - buru menyentak tangan Alwi dari tangannya.

"Kenapa? Dek Yuki nggak mau minum? Dek Yuki mau apa? Biar aku ambilkan." Tawar Alwi kembali meletakkan botol minum yang sempat dipegangnya.

Married a Junior (Pending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang