Tujuh

6.1K 405 17
                                        

---

"Gue bilang juga apa?! Lo berdua sih gak mau dengerin!"

Leon menggaruk bagian belakang kepalanya sedangkan Dika langsung menghela napas panjang.

"Kalo kalian pertimbangin sekaliiiii aja,"

"Kontrak kerja kita jelas kok, Sof. Kita bisa melakukan pembelaan atas pasal-pasal yang ada disana,"

Dika langsung membuka kontrak kerja untuk ditunjukkan pada Sofia yang masih berdiri gusar di hadapan mereka.

"Lo duduk terus minum dulu. Kita gak bisa diskusi kalo lo ngamuk-ngamuk gini,"

Sofia mendelik pada Leon yang langsung meringis. "Salah lo pokoknya, Yon. Gue gak mau lagi lo bawa-bawa artis yang hubungin lo karena Dipta Adhiguna. Dia aja narkoba,"

Walaupun sudah tahu bagaimana cerita tentang Dipta Adhiguna dari Lex karena berhubungan dengan adik sahabat kakaknya itu, Leon memilih hanya mengangguk paham daripada menjelaskan pada Sofia yang kini sudah duduk dan meneguk habis air putih dalam gelas tinggi itu.

"Desain sudah jelas dan terlampir di kontrak. Kita juga punya dokumentasi untuk gambar, negosisasi dan yang lainnya. Kalo memang dia gak mau take down dan minta maaf, kita bisa bawa ke ranah hukum atas kasus pencemaran nama baik,"

Leon mengangguk setuju. Sedang Sofia masih membaca isi kontrak tersebut.

"Tapi risikonya lebih gede. Lo gak tahu followersnya berapa di instagram? Bentar lagi juga bakal di goreng itu postingan di akun gosip dan platform lain,"

Dika menggeleng. "Karena itu kita gerak lebih cepat,"

"Gue punya kenalan pengacara,"

Dika dan Sofia tahu siapa yang dimaksud oleh Leon. Sontak keduanya menggeleng bersamaan.

"Kita gak bakal bisa bayar, Leon. Sadar diri, dong."

Leon langsung melongo. "Lo google deh. Apalagi sejak kasus kecelakaan dan menang itu, rate mereka melesat jauh. Lo beneran cuman mengenal dia sebagai teman tapi mesra doang ya? Lo gak tahu kehidupan dia di luar sana?"

Karena Dika dan Sofia paham betul bagaimana hubungannya dengan Tari, Leon hanya meringis mendengar nada sarkas tersebut.

"Kita pake firma hukum kecil aja. Kalopun gak menang di pengadilan, setidaknya kita bisa klarifikasi dan beberkan semua ke publik,"

Sofia akhirnya mengangguk setuju. Ia lalu mencoba menghubungi beberapa kenalannya. Dika juga melakukan hal yang sama sedangkan Leon langsung melesat dari sana.

---

Leon memasuki lobby Setiabudi Building dengan tampang kusut. Karena sekarang jam makan siang, banyak orang berpakaian rapi dan formal berlalu lalang sembari mengobrol.

Leon seperti orang hilangan dengan kemeja kotak-kotak yang kusut dan celana chino dengan sneakers hitam yang sudah pudar. Di tangannya memegang sebuah paper bag berisi kopi dan roti kesukaan sahabatnya.

Tari yang sedang turun dari lantai 16 membuat Leon menunggu dengan gusar. Apalagi ketika satpam yang ada di sana berkali-kali meliriknya seolah bersiap mengusirnya dari sana.

"Leonard!"

Leon menoleh lalu mendesah lega menemukan Tari yang berjalan cepat ke arahnya.

"Kenapa? Kayaknya penting banget."

Leon menaruh paper bag di sofa tempatnya menunggu lalu berdiri menyambut Tari.

"Lo tahu kasus influencer yang lagi ramai itu gak? Yang dia review jelek soal desain interior rumah barunya?"

Tari mengangguk."Barusan gue tolak proposalnya,"

"Thanks, God."

"Gimana mungkin gue terima kasus yang menyudutkan sahabat gue sendiri. Jadi gue tolak deh,"

Leon mengangguk senang. "Berarti kalo gue minta lo jadi pengacara DLS, lo gak nolak kan?"

"Well, itu dua hal yang berbeda, sih. Gue gak bisa memutuskan hal itu,"

"Kenapa? Karna DLS gak akan mampu bayar lo?"

Tari terkekeh. "Tumben banget lo ngomongin soal duit,"

Godaan itu membuat Leon bersungut kesal. "Gue yang akan bayar kekurangannya nanti asal lo mau bantu DLS,"

Tari tidak pernah meragukan Leon soal keuangan. Selain merintis DLS, laki-laki itu punya showroom dan bengkel mobil mewah yang sudah lama ia miliki dengan kakaknya, Lex, karena kecintaan keduanya pada otomotif. Belum lagi pendapatan dari usaha orang tua mereka. Jadi urusan uang bukanlah masalah bagi Leon.

Tapi karena gaya hidupnya yang masih tinggal di apartemen tipe studio, dan penampilannya yang urakan membuat Lex tidak tampak seperti laki-laki yang bergelimang harta.

"Lo serius banget sih,"

Leon kembali bersungut kesal.

"Gue gak enak sama Dika dan Sofia. Mana ini klien gue yang bawa, lagi. Dika gak pengen banget buat memang sih, setidaknya kita bisa klarifikasi ke publik. Jadi nama DLS yang udah mulai dikenal ini gak terkesan buruk lagi,"

"Kenapa sih segitunya?"

"Mereka teman-teman gue, Tar. Kalo DLS tutup, anak-anak makan apa,"

Satu lagi yang menakjubkan dari Leon. Sikap setia kawan dan membantu sesamanya ini patut diacungi jempol.

"Yaudah nanti lo bikin proposal aja buat nego soal harga."

"Lo mau bantu?"

Tari mengangguk. Leon langsung melingkari tubuh gadis itu.

"Soal harga gampang, Tar. Lo mau bantu aja gue udah bersyukur banget,"

"Gak usah sombong. Gue gak mau uang yang masuk dari rekening pribari. Transaksi harus atas nama DLS,"

Leon tertawa. Ia bahkan mengangkat tubuh Tari dan memutarnya pelan.

"Lo memang Matahari gue!"serunya membuat Tari tertawa. Gadis itu menepuk bahu Leon minta diturunkan tapi tak kunjung dilakukan.

Hingga sebuah suara menginterupsi keduanya.

"Tari?!"

Keduanya menoleh dan menemukan Sandi yang kini menatap tidak suka. Sebelum laki-laki itu mendekat, Leon menurunkan tubuh Tari dengan cengiran di wajahnya.

"Thank you. Kalo gitu kopinya gak jadi buat lo deh, tadinya gue mau suap pake ini. Tapi berhubung lo gampang luluhnya, kopinya buat satpam aja. Bye!"

Setelah menyematkan sebuah kecupan di pipi kanan Tari, Leon lantas berlalu dengan langkah ringan. Cowok itu bahkan menepuk lengan satpam yang tadi memperhatikannya dengan bersahabat sebelum akhirnya mengulurkan paper bag yang diterima satpam itu dengan tawa pelan.

"Hati-hati, Mas. Kesandung."

Tari hanya tertawa melihat pemandangan itu, lalu tatapannya jatuh pada Sandi yang tampak keruh.

"Ayo,"

Karena tahu suasana hati Sandi mendadak buruk, Tari lantas melingkarkan tangannya dan memeluk lengan kekar Sandi dengan lembut.

"Aku udah nungguin dari tadi,"

Sandi hanya mengangguk dan tersenyum masam. Tari tidak sedang menunggunya, gadis itu tengah dipeluk dan tertawa riang dengan laki-laki lain.

Laki-laki yang selalu muncul di sekitar Tari dan berkedok sebagai Sahabat.

Laki-laki yang semakin hari mengganggu Sandi dan memunculkan perasaan tidak nyaman.

Laki-laki yang ingin ia singkirkan keberadaannya.

---

Love

--aku

Suit & Sneakers [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang