Tiga Belas

5K 385 10
                                    

---

"Nanti pulang kantor aku jemput jam lima?"

Tari menatap jam tangannya sebentar sebelum menggeleng pada Sandi.

"Aku ada meeting jam empat. Gak tahu kelar jam berapa. Kamu gak usah jemput, aku bisa pake taksi kok,"

Sandi tidak merespon dengan suara. Laki-laki itu hanya menganggukkan kepalanya pelan.

Setelah mengecup pipi kiri Sandi, Tari lalu pamit dan keluar dari mobil. Menuju lobby untuk kembali ke lantai tempat kantornya berada.

Hari ini mendadak ia kehilangan semangat, apalagi ketika tadi Leon langsung pergi bersama Mia ketika mereka selesai makan siang.

Tari tahu persis laki-laki itu kesal atas pembicaraan berat tadi yang tidak sengaja ia buka ketika memperkenalkan Sandi dan menceritakan bagaimana mereka bertemu hingga menimbulkan rentetan pembahasan lainnya yang berasal dari Mia dan Sandi.

Apalagi ketika Sandi membahas tentang keluarga laki-laki itu. Tari sangat paham bahwa Leon tidak suka. Bagi laki-laki itu, keluarga adalah segalanya. Sebuah persamaan yang membuat Tari nyaman dengan keberadaan laki-laki itu bertahun-tahun lamanya.

Maka ketika sampai di mejanya, Tari mengeluarkan ponsel untuk mengirimi laki-laki itu pesan singkat.

To : Lion King
I'm sorry. Lo jadi gak nyaman tadi makan siangnya :(

Tidak membutuhkan waktu lama, pesan itu sudah dibalas.

From : Lion King
Bete. Pacar lo kayak yang paling bener aja, gue googling dia juga jadiin rumah sakit sebagai bisnis padahal. Gaya aja profesi dokter bantu orang karena itu soal kesehatan, dipikir kita kerja ini enggak membantu orang lain juga apa?
Dia sadar gak sih kalo lo itu pengacara yang bahkan mau bantu orang kecil tanpa dibayar?!

Rentetan omelan itu membuat Tari tersenyum getir. Memang kadang bersama Sandi membuatnya kewalahan. Ia seperti berkejaran dengan bayangan agar bisa berjalan dengan pantas bersama laki-laki itu.

To : Lion King
Jangan marah. Gue jadi ikutan badmood kalo lo marah:(

Rajukan itu sukses membuat Leon akhirnya membalas dengan ketikan yang lebih membuat hatinya nyaman. Balasan pesan yang memang diinginkan oleh Tari.

From : Lion King
Gue bahkan sampe lupa buat ngasih pembalut tadi. Ini udah tanggal lo datang bulan, kalo lo bocor gimanaaa?!

Yaudah nanti gue gojekin aja ya, udah sana lo kerja. Katanya mau rapat. Gue mau menghadap Baginda Ratu dulu, kayaknya dia kesel sama gue.

Doain gue gak dipecat ya, Tar. Kalo gue pengangguran otomatis hidup gue akan bergantung sama lo.

Tari tidak lagi membalas pesan itu. Ia menaruh ponsel lalu mengambil sebuah berkas yang tadi sedang ia pelajari untuk meeting nanti sore.

---

Seperti yang sudah diprediksi, meeting berlangsung lama. Selain karena ada beberapa perubahan posisi dan jabatan sehingga banyak kasus yang juga sudah mulai di ambil alih oleh para junior seperti Tari, Bima, Fanny dan yang lainnya.

Jika biasanya mereka tidak pernah muncul di kasus besar, ataupun jika terlibat hanyalah sebagai tim yang membantu, kini mereka dipercaya menjadi leader yang bisa menyetir akan dibawa kemana kasus-kasus itu.

"Saya sangat berharap performa kita semakin membaik. Perasaan yang dikira akan mengganggu jalannya proses penyelidikan ataupun persidangan bisa dikesampingkan terlebih dahulu."

Tari menoleh pada Fanny yang kini juga tengah menatapnya untuk kemudian keduanya sama-sama meringis. Bima yang berada diantara keduanya lalu mengulurkan tangan kanan dan kirinya untuk menepuk bahu mereka.

"Sial banget nasib lo berdua disindir waktu rapat begini. Sabar, ya. Gue yakin itu orang sebenernya juga lagi ngomongin diri sendiri,"

Jika Tari tersenyum kecil, Fanny justru melengos ditempatnya.

Yang sedang berbicara di depan sana adalah Giovani Juari, anak bungsu Juari sipemilik firma hukum ini. Yang digadang-gadang akan mengambil alih setelah kakak-kakaknya kabur meninggalkan firma hukum ini untuk membuka firma hukum sendiri.

Hingga rapat selesai, Tari dapat melihat bagaimana wajah Fanny masih ditekuk pertanda suasana hatinya sangat buruk.

"Lo gak bisa lepas dari gue lagi, Fan."

Ketiganya menoleh ketika mendengar suara pelan dan berat itu. Bima dan Tari langsung mengangguk sopan sedangkan Fanny hanya menyunggingkan senyum sinis.

"Titip Fanny, ya. Saya harus rapat lagi di atas,"

"Lo pikir lo siapa titip gue sama mereka?!"

Teriakan Fanny hanya dibalas kekosongan. Laki-laki yang biasa dipanggil Gio itu tidak menoleh dan langsung menghilang dari lift.

"Pilihannya cuman dua, Fan. Lo terima tuh bos sableng atau lo resign,"

Tari mengangguk cepat. "Kalo gak kayaknya dia bakal bikin lo bete tiap hari. Gue sama bima gak mau diomelin mulu,"

Fanny tidak menyahut.

"Kalo lo resign gue ntar gak punya temen lagi. Tari juga mau resign,"

Keluhan Bima membuat Fanny menoleh pada Tari yang kini justru meringis.

"Lo beneran gak mau nyoba lagi? Terus nanti lo kerja apa, Tar? Mau bergantung hidup sama pacar lo yang dokter itu?"

Tari tentu saja menggeleng cepat. Bima lalu terdiam, membuat Fanny juga terdiam. Sebelum sebuah ide melintas di kepalanya.

"Atau?"

"Ya?"

"Kalo lo beneran mau di LBH, gue bisa bantu ngomong sama Gio. Dia punya LBH sebelum join kesini, nanti gue bantu ngomong,"

Melihat Fanny sampai menurunkan ego untuk bicara dengan Gio, yang selalu dihindari gadis itu, membuat Tari tersentuh. Ia lalu merangkul lengan Fanny sembari berjalan menuju ruangan mereka.

"Nanti aja. Gue juga masih galau. Tapi makasih banget, Fan, lo sampe mau ngomong sama dia cuman untuk bantu gue,"

Tahu bahwa Tari meledeknya, Fanny melengos. Melepaskan tangan Tari dan berjalan duluan menuju ruangan Tari yang memang menjadi tempat mereka berkumpul.

Ketika pintu ruangan terbuka, Fanny tidak bisa tidak tersenyum lebar ketika menatap paper bag diatas meja kerja Tari. Ia mendekat untuk melihat isinya sebelum berseru takjub.

"Bukan dokter itu yang bakal jadi tempat lo gantungin hidup kalo resign,"

"Lah? Kan pacarnya,"

Fanny mengangkat paper bag tersebut sebelum mengeluarkan isinya. Ada pembalut, menstrual pad, coklat, dan sekotak roti sisir kesukaan Tari.

"Gimana bisa lo tahu kalo itu bukan dari pacar Tari?"

Tari langsung meringis.

"Pacarnya cuman bisa kirimin bunga, Bim. Kalo itu makanan atau kebutuhan Tari lainnya pasti itu dari Leon. Cowok aneh mana lagi yang gojekin cewek pembalut sama menstrual pad kalo bukan Leon?!"

Bima yang setuju langsung melongo. Ia menatap Tari yang kini cuman bisa tertawa sembari mendekat untuk melihat kiriman Leon lebih jelas.

Laki-laki itu memang tidak pernah mengecewakan. Ia selalu tahu apa yang Tari butuhkan bahkan ketika gadis itu bahkan tidak pernah mengutarakan.

"Dia sampe hafal jadwal lo datang bulan, Tar?"

Tari tentu saja tidak menjawab. Namun Bima tahu jawabannya.

"Satunya affair sama bos sendiri. Satunya punya pacar tapi sahabatnya yang lebih kayak pacar. Lo berdua bisa gak sih kisah cintanya lurus-lurus aja?"

Kedua gadis itu menoleh pada Bima yang langsung tersenyum lebar.

"Lo urusin tuh cewek-cewek yang suka neror gue sama Tari!"

---

Love

--aku

Suit & Sneakers [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang