Dua

8.8K 588 11
                                    

---

"Lo bisa nginep di rumah gue, Ra."

"Apartemen gue kosong, Tar. Lo juga bisa nginep di sana bareng Ara."

Tari menoleh pada Leon yang kini tampak sedang membalas pesan entah cewek mana lagi.

"Ntar cewek lo dateng gimana?"

Tawa langsung meluncur dari bibir laki-laki itu. "Gak usah khawatir. Kasur gue masih sepenuhnya milik lo kok,"

"Kampret!"umpat wanita itu. Ia masih menggunakan setelan formalnya karena tadi ketika Leon menelpon memberitahu soal kejadian yang menimpa Clara, Tari baru saja selesai menghadiri sebuah persidangan cerai salah satu artis ternama.

"Gue mau dia dipidanain, Tar. Gue nanti yang akan ngurus semua administrasinya, rate-nya berapa akan langsung gue terima."

Ucapan Leon tak terbantahkan. Tari mengerti sekali bahwa laki-laki itu marah ketika melihat sahabatnya dilecehkan, tentu saja Tari mau membela sahabatnya itu walaupun tanpa bayaran, hanya saja jika tentang pelecehan seksual, Tari ingin hal tersebut datang dari korbannya langsung.

"Gue sangat setuju kalo tuh cowok bajingan di penjara. Cuman ini kasus sangat personal, Le. Gue harus meyakinkan dulu kalo Ara setuju dan gak keberatan soal ini. Nanti data pribadi Ara akan diketahui orang banyak termasuk komnas perempuan,"

Leon menatap Ara lalu menghela napas ketika gadis itu bahkan belum banyak bicara.

"Gue gak akan ngomong sama Lex kalo itu yang lo takutin,"

Mendengar nama kakak Leon dibawa dalam pembicaraan ini membuat Tari makin mengernyit apalagi Ara akhirnya mengeluarkan suara.

"Gue tahu Ara ada hubungan sama Lex walaupun itu gak jelas. Tapi gue gak mau karna Lex kakak lo makanya lo jadi pengen si bajingan itu mendekam di penjara. Ini nanti bukan lagi soal personal lo, Le."

Leon melongo. "Ara sahabat gue, Tar. Bukan cuman sahabat lo doang,"

Tari tersenyum kecil. Ia lantas menjawil Leon sebelum akhirnya fokus pada Ara.

"Jadi lo maunya gimana?"

---

Persidangan baru saja selesai. Semua bukti dan saksi yang melihat kejadian itu membuat pihak Rion tidak bisa berbuat banyak.

Leon tidak bisa tidak tersenyum semakin lebar mendengar putusan hakim. Laki-laki itu bahkan terang-terangan menunjukkan bahagianya dengan terus merangkul Tari kemanapun mereka melangkah.

"Tuh tangan gak capek nangkring disitu?"

Makan malam yang diadakan Wira untuk berterima kasih kepada Tari dan timnya yang sudah menyelesaikan kasus itu dengan hasil memuaskan turut mengundang Leonard yang Wira juga tidak tahu kenapa adik satu-satunya itu ikut muncul bersama Tari.

Tari langsung mengambil tangan Leon yang berada di pundaknya. Ia juga merasa tidak enak pada anggota timnya yang lain.

"Silakan, Pak Bima dan Bu Rini. Dinikmati makan malamnya. Terima kasih juga sudah membantu banyak dalam kasus ini,"

Bima dan Rini yang menjadi rekan Tari mengangguk. "Sama-sama, Pak Wira. Kami juga berterima kasih sudah dilibatkan dalam kasus ini. Semoga Bu Clara cepat pulih dan beraktifitas kembali,"

Wira bukan tidak menyadari, adiknya Leonard menyimpan sesuatu yang tidak bisa ia ungkapkan pada Tari. Maka ketika ia melihat Leon selalu mengikuti Tari kemanapun, Leon hanya sedang merasa terancam.

Makan malam itu berlangsung lancar dan hangat. Pembicaraan ringan dan basa-basi memang menjadi topik yang paling gampang untuk dibicarakan.

Setelah saling berpamitan, kini Tari tengah duduk bersandar di kursi penumpang. Menatap Leon yang sedang menyetir di sampingnya.

"Mau pulang kemana?"

Leon hanya diam. Ia masih sebal pada rekan kerja Tari bernama Bima yang membuat dirinya seolah-olah tidak mengerti tentang pembicaraan mereka.

"Bima memang begitu. Gak usah ditanggepin, Leo."

Jika Tari memanggilnya Leo, gadis itu serius dengan ucapannya. Ia akhirnya menoleh.

"Lo mau gue anterin kemana?"

Tari terdiam sesaat. "Apartemen lo,"

Jawaban itu membuat Leon mengangguk pelan. Jika Tari meminta untuk menginap di apartemennya, gadis itu butuh waktu untuk diri sendiri.

"Gue temenin?"

Anggukan itu membawa Leon ikut serta masuk dalam apartemen tersebut yang sebenarnya adalah miliknya bukan milik Tari.

Setelah mandi dan berganti pakaian dengan pakaian tidur, Leon mengamati Tari yang kini tengah mengeringkan rambutnya di depan meja rias.

Cowok itu lantas mengambil alih hairdryer dan melanjutkan mengeringkan rambut panjang gadis itu.

"Rambut lo udah sampe pinggang,"

"Gue males ke salon."

"Tenang. Lo punya gue yang bisa segala hal,"

"Gak. Lo gak usah punya ide buat motong rambut gue,"

"Kenapa sih lo gak percaya sama gue?"

"Udah cukup gue malu waktu kuliah. Lo gak usah aneh-aneh,"

Leon mendengus. "Itu udah lama banget. Kemampuan gue udah di atas rata-rata."

"Gak!"

Setelah selesai mengeringkan rambut Tari, Leon lalu merangkak naik ke atas kasur dan menatap Tari dengan tatapan bodoh.

"Badan gue capek tidur di sofa. Gue mau tidur disini malam ini,"

Tari yang sepertinya lelah hanya merengut lalu mematikan lampu utama dan menghidupkan lampu tidur di nakas samping tempat tidur.

Ia lantas ikut bergabung dengan Leon di atas kasur dan meringkuk dalam pelukan laki-laki itu.

"Mau peluk, Leo."

Leon lalu mengulurkan lengannya di bawah leher Tari untuk bisa gadis itu gunakan sebagai bantal. Sedangkan lengannya yang lain membawa gadis itu ke pelukannya.

"Kalo cewek lo tahu, gue kayaknya bakal langsung viral."

"Gue gak punya cewek,"

"Yang kemarin? Waktu di club? Yang lo cium itu?"

Gelak tawa langsung meluncur dari bibir Leon. Ia tidak tahu bahwa Tari memperhatikannya padahal gadis itu juga sudah setengah sadar.

"Kalo cowok lo tahu gimana?"

"Dia gak perlu tahu,"

"Aw gue kayak lagi jadi selingkuhan,"

"Bacot!"

Leon kembali tertawa. Ia mengeratkan pelukan lalu menyematkan sebuah kecupan di puncak kepala Tari.

"Lo tahu kan kalo lo punya gue?"

Tari hanya diam. Tangannya lalu memeluk tubuh Leon semakin erat.

"Sakit. Gue takut,"

Leon kembali mengecup kepalanya. Leon tidak tahu maksud ucapannya. Leon tidak mengerti ketakutan apa yang sedang dideranya.

Leon tidak tahu bahwa dengan pelukan ini membawa hatinya semakin sakit. Ketakutan bahwa Leon bisa pergi kapan saja juga tidak bisa ia utarakan.

---

Love

--aku

Suit & Sneakers [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang