"Jadi, kapan tepatnya kalian berangkat? Minggu depan? Hari apa?"
Pertanyaan Papi itu membuatku tak sadar tersenyum kecut, meski sedetik kemudian langsung kuubah ekspresi wajahku kembali menjadi datar. Bahkan orang yang tak kenal karakter ayahku itu pun pasti akan langsung menyadari bahwa di balik pertanyaan tersebut, ada harapan untukku dan Ilham segera enyah dari Indonesia.
"Benar, minggu depan. Tepatnya hari Selasa, Om."
Papi menatap Ilham yang baru saja menjawab pertanyaannya, urung melanjutkan suapan pasta ke mulut, dan kembali bertanya, "Kenapa masih manggil 'om'? Bukannya sudah kubilang, kamu anakku sekarang, Ham? Panggil 'papi'. Okay?"
Tentu saja perlakuan Papi ke Ilham sangat manis dan baik. Lelaki yang sudah sebulanan ini menjadi suamiku itu seperti sosok penolong yang tak hanya mampu meng-counter berita buruk tentangku yang hamil di luar nikah dan berpotensi merusak nama baik Papi, tetapi juga yang akan menyeretku pergi dari keluarga baru Papi--bersama istri sialan yang sampai tiga tahun dia nikahi itu belum juga hamil.
"Baik, Papi." Ilham mengangguk, disusul tawa puas Papi. Sementara aku masih tetap malas mengeluarkan satu suara pun, dan memilih asyik dengan beef steak di hadapanku ini.
Obrolan tak berlanjut, karena baik Papi maupun Ilham kembali asyik dengan makanan mereka masing-masing. Pun dengan istri Papi yang sejak datang ke rumahku sekitar satu setengah jam lalu, tak melepaskan ekspresi cemberut dan tidak nyaman di wajahnya.
Sejujurnya kalau dia bukan istri Papi, sudah kuusir dengan tak sopan sebelum dia melangkah masuk ke dalam rumah ini. Dan sejujurnya juga, jika bukan karena ingin mencoba menghargai Ilham sebagai suamiku sekarang, aku pasti sudah menolak permintaaan Papi untuk datang ke sini. Dalihnya memang menjenguk dan ingin memberikan beberapa uang sebagai tambahan pegangan kami di Nagoya nanti, tetapi aku yakin benar bahwa pasti niat Papi datang ke sini adalah memastikan aku berlaku baik dan tak ada aksi pemberontakan kepada Ilham.
Lagi pula aku juga tak mau capek-capek melakukan hal yang Papi khawatirkan sebagai pemberontakan itu, karena bagiku lebih baik menghabiskan waktu bersama Ilham--yang meskipun sampai detik ini masih tak mau menyentuh atau benar-benar menatapku dengan hangat--daripada bersama Papi dan perempuan sialan itu.
Setelah makan malam kami selesai, Papi mengajak Ilham ke teras belakang rumah. Katanya, sih, mau berbincang ringan. Sedangkan aku, tentu saja masuk kamar. Masa bodoh dengan istri Papi yang makin cemberut karena tak kuajak bicara sama sekali, karena aku benar-benar sudah lelah memberikan toleransi akan kehadirannya di antara aku dan Papi selama ini. Bagiku cukup selama tiga tahun berpura-pura dengan sikap tak masalah bahwa ayahku itu menikahinya. Dan sekarang saatnya aku kembali pada bagaimana keinginanku sesungguhnya, yaitu melakukan apa yang kumau. Toh aku sudah menjadi istri Ilham, yang itu artinya … bukan kewajibanku lagi menurut pada Papi. Bukan begitu?
Rasanya geli juga saat meninggalkan perempuan itu di ruang tengah. Dengan kesal dia terus menatapku sampai aku hilang dari pandangan matanya setelah masuk kamar. Sementara Papi yang sedang bersama Ilham seolah memiliki dunia mereka sendiri. Apa yang mereka berdua bicarakan pun aku tak mau tahu, karena menurutku itu pasti adalah hal yang sangat membosankan.
Heran juga rasanya, ya. Bagaimana bisa Papi memilih Ilham sebagai suamiku? Apa karena utang Pak Syukur kepada Papi yang mencapai ratusan juta demi pengobatan istrinya itu? Atau karena Ilham bisa menjadi salah satu bidak catur yang penurut bagi Papi? Salah satunya adalah menyingkirkanku jauh-jauh, dan mengikatku dalam pernikahan ini agar aku tidak bertingkah makin liar nantinya.
Kurebahkan tubuh di kasur. Sambil menatap langit-langit aku berpikir tentang hal-hal itu, meski akhirnya aku kembali memilih masa bodoh. Setidaknya sekali lagi kukatakan, aku lebih memilih untuk ikut Ilham pergi ke Jepang, sejauh-jauhnya kalau perlu, daripada terus berada dalam lingkaran yang ada Papi dan Mami di dalamnya. Mereka berdua sama saja. Sama-sama manusia berhati iblis, dan kebetulan memiliki anak setan sepertiku ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Autumn [Completed]
Romance© Sofi Sugito (2022) ====== 📃 Cerita Pilihan Bulan Januari 2023 - WattpadRomanceID kategori Bittersweet of Marriage 🔞 18+! Karena banyak konten sensitif yang sepertinya tidak cocok dibaca oleh pembaca di bawah umur. ====== Pernah tersesat dalam...