11| Accident

1.3K 220 37
                                    

"Aku masih mencintai suamiku. Seperti kamu yang juga masih mencintai kekasihmu, kan?"

▪︎
▪︎

===

Sial! Kepalaku pusing sekali gara-gara menghabiskan hampir delapan gelas koktail di diskotek tadi. Sambil menggerutu, kusandarkan kepala ke kursi, sementara Dereck mengemudikan mobil yang tengah kami tumpangi ini dari night club tempat kami bersenang-senang tadi ke arah jalan Toei-dori.

Ya, mungkin saja aku sudah benar-benar gila sekarang. Bagaimana bisa setelah bertengkar dengan suami, justru aku lari ke diskotek dan menghubungi lelaki lain untuk menemaniku minum dan menggila di lantai dansa? Apalagi sekarang kami tengah menuju sebuah hotel. Benar-benar sudah tidak waras otakku.

Dan meski aku menyadari bahwa kelakuanku ini sudah bisa dikategorikan bejat, tetapi entah kenapa bayangan wajah Ilham yang menatapku dengan sengit saat kami bertengkar tadi sungguh membuatku muak dan tak berusaha menahan diri dari keinginanku bertingkah liar malam ini.

Bukankah Ilham sudah tak peduli lagi padaku? Kalau dia masih peduli, kenapa akhirnya setuju saja saat tadi aku meminta cerai padanya? Tak seperti biasanya di mana dia hanya akan diam, kemudian membiarkanku selama beberapa hari, hingga akhirnya datang padaku terlebih dulu.

"Are you sure, Sila? Aku tanya sekali lagi. Mungkin ini pengaruh alkohol." Tiba-tiba suara Dereck membuyarkan lamunanku.

Aku segera memutar kepala untuk menatapnya. "Kenapa? Kamu ragu?"

Dereck tak menatapku. Sambil terus menyetir, dia hanya terdiam. Aku sendiri memilih menunggunya bereaksi, sampai akhirnya lelah sendiri dan membuang napas dengan kasar.

"Aku tahu, sungguh aku minta maaf menghubungimu lagi setelah beberapa minggu terkesan seperti mencampakanmu." Aku kembali menatap ke arah jalanan di depan sana. "Aku masih mencintai suamiku." Lalu, kulirik Dereck sebelum kembali menatap depan. "Seperti kamu yang juga masih mencintai kekasihmu, kan?"

Dereck masih bergeming, membuatku kembali melanjutkan, "Kebersamaan kita hanyalah pelarian dari rasa muak dan kesepian saat itu dan saat ini. Ketika aku mengatakan padamu ingin bercerai dari suamiku, lalu kamu menyahutnya dengan perkataan bahwa akan mempertimbangkan putus dari kekasihmu, kupikir itu juga karena emosi sesaat kita saat itu saja."

"Kamu sangat tahu tentang hal itu, tapi kamu masih menghubungi dan memintaku menghabiskan malam ini denganmu?" Dereck melihatku sekilas. "You're really unbelieveable."

"Dan kenapa kamu bersedia?"

Pertanyaanku tak langsung dijawab oleh Dereck, karena dia tengah fokus mengemudikan mobil masuk ke parkiran basement hotel bintang empat tujuan kami saat ini. Aku sabar menunggunya, bahkan sampai kendaraan ini akhirnya berhenti dengan mesin masih menyala.

Dereck memutar tubuhnya menghadap padaku. Ekspresi wajahnya sangat serius. "Pertama, aku tanya dulu padamu, apakah kamu masih sadar saat ini?"

"What?"

Dereck menghela napas. "Karena memang kita butuh bicara. But, if you're not in stable condition--"

"I'm sober," jawabku datar.

Dereck menatapku selama beberapa saat, lalu mengangguk paham. Dia lalu berkata, "Sila, aku menyukaimu. Aku tertarik padamu juga. Tapi, benar katamu bahwa hanya itu yang kurasakan. Karena memang sepertimu, aku masih mencintai dia. Meskipun entah ke depan nanti hubungan kami akan bisa dipertahankan atau tidak."

The Last Autumn [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang