22| Goodbye

1.4K 203 17
                                    

Memang benar jodoh, rezeki, umur, dan maut seseorang adalah misteri Allah, dan sudah ditetapkan olehNya kapan saja semua itu akan datang. Seperti tentang jodohku. Siapa yang menyangka, bahwa sosok Sila yang selama hidup tak banyak mengenal ilmu agama, bahkan kemudian berlari makin menjauh dari Allah, akan berjodoh dengan lelaki sebaik Ilham. Tak hanya tampan dan memiliki karakter hangat, dia juga sosok yang bertanggung jawab dan memiliki ilmu agama baik.

Aku pernah merasa terkekang dalam pernikahan kami. Merasa kesepian dan kosong karena Ilham terasa makin hari makin jauh dariku. Bahkan parahnya, aku pernah datang ke lelaki lain saat merasa bahwa Ilham seperti sosok asing dalam rumah tangga kami. Padahal kalau dipikir-pikir, siapa pun pasti akan mengatakan bahwa aku sosok yang tidak bisa bersyukur. Mana ada lelaki baik, dengan ilmu agama yang baik pula, bahkan masih suci, yang mau menikahi mantan pezina dan pernah hamil di luar nikah sepertiku? Nyatanya Ilham bersedia melakukan itu.

Meskipun alasan pertamanya mau menikah denganku adalah agar utang-utang ayahnya lunas seluruhnya, dan dia juga bisa mendapatkan uang untuk melanjutkan hidup dan sekolah, Ilham tak menjadikan rumah tangga kami sebagai sebuah kontrak. Sebab, dia bersedia menikahiku karena memang ingin menggenapkan separuh agamanya.

Dan meski pada awal-awal pernikahan banyak gelombang yang menerjang bahtera rumah tangga kami, bahkan hampir menenggelamkannya, nyatanya kehidupanku sekarang bisa dikatakan jauh dari sekadar kata baik. Luar biasa malah.

Karena menikah dengan Ilham, akhirnya aku terbebas dari kehidupan tak nyaman dengan Papi dan Mami di Malang sana. Dan bahkan aku bisa menginjakkan kaki serta tinggal di Nagoya ini. Meski pernah mengalami lika-liku yang tak mudah, tetapi lama-lama aku menikmati kehidupanku di sini. Bahkan kemudian aku mengenal banyak kebaikan, memutuskan hijrah dan bertaubat, dan tentu saja bertemu perempuan sebaik dan sehangat Bu Atikah, yang sudah seperti sosok ibu kandung bagiku.

Setelah setor hafalan Alquran lima hari lalu, aku meminta sedikit waktu Bu Atikah untuk sesi curhat. Ada yang sangat mengganjal di hatiku. Selain ingin kubagi dengannya, juga siapa tahu aku bisa mendapatkan nasihat dan saran-saran yang baik. Untunglah Bu Atikah memberikan sedikit waktunya untukku, dan bahkan terlihat sangat senang saat aku mempercayainya dengan membagi bebanku itu.

Aku menceritakan kegundahan hatiku tentang hubungan tidak baikku dengan Mami dan Papi. Masih ada rasa kesal, marah, dan juga benci dalam diriku pada mereka. Agak bersyukur memang Papi dan keluarganya yang lain—termasuk istrinya itu—tidak ada yang menghubungiku setelah aku pindah ke Jepang. Selain aku memang sudah mengganti nomor dan sengaja memblokir kontak mereka semua, juga kupikir tak ada komunikasi di antara kami adalah karena mereka juga pastinya malas berurusan denganku lagi. Papi pastinya senang, karena parasit sepertiku sudah berhasil dia bersihkan dari kehidupannya.

Kupikir Mami dan keluarganya—termasuk suami dan anaknya itu—juga akan memperlakukanku seperti Papi dan keluarganya. Namun, aku keliru. Karena meski awalnya sama sekali tak mencari atau menghubungiku, Mami justru merendahkan diri untuk menggapaiku, membuang rasa malu yang dia miliki juga pastinya, pada saat kasus Papi membesar saat itu.

Aku bertanya pada Bu Atikah dengan wajah sudah basah air mata, "Apa jika saya memilih untuk memutus  hubungan dengan mereka, itu masuk dalam dosa atau durhaka, Bu? Saya masih menyimpan banyak rasa sakit di hati ini, atas semua perlakuan mereka pada saya sejak kecil dulu, bahkan sampai sekarang. Kedua orang tua yang enggak kasih saya cinta. Mami yang meninggalkan saya begitu cerai dari Papi, dan enggak pernah sama sekali nengokin saya lagi. Papi yang meski merawat dan bahkan menikahkan saya, tapi dia selalu menyakiti fisik dan hati saya, bahkan sampai membunuh sahabat saya yang paling berharga."

Dengan makin sesenggukan aku terus mengeluarkan semuanya di hadapan Bu Atikah. "Saya ingin terbebas dari mereka, rasa sakit, dan melarikan diri dari kenangan pahit bersama mereka sejauh-jauhnya. Saya ingin bahagia dalam hidup baru saya dengan Mas Ilham dan calon anak kami sekarang ini. Dan apakah menurut Ibu, jika saya melakukan itu, maka saya bisa dikategorikan anak durhaka?"

The Last Autumn [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang