1| The Beginning

2.8K 379 43
                                    

"Masya Allah! Memang udah bawaan lahir, mau digimanain juga Mbak Sila tetep bakal cantik."

Pujian Tante Saras--MUA yang bertanggung jawab akan tampilanku hari ini--bukannya membuat suasana hatiku makin baik, tetapi justru luka di dalamnya seakan seperti tengah ditaburi oleh garam. Bagi sebagian besar perempuan, hari seperti yang kualami ini pasti menjadi saat-saat di mana hati akan merasakan kehangatan. Menjalar kuat memeluk mereka, dan tentu saja akan muncul harapan-harapan indah untuk masa depan, karena pada akhirnya dipersatukan dengan lelaki yang dicintai dalam ikatan halal di hadapan Tuhan dan negara.

Benar, aku akan menikah--meski bukan atas kehendakku. Sebenarnya meski awalnya atas perintah Papi, pernikahan ini setuju kulakukan, karena aku memang tak punya pilihan lain. Tak ada lagi tempatku untuk pulang, dan tak ada lagi lengan-lengan hangat yang akan mendekapku dengan lembut. Aku sungguh tak memiliki pilihan lain selain mendatangi lelaki yang akan menjadi suamiku nanti dan mengharapkan pernikahan kami kelak bisa menjadi "rumah baruku" meski hanya sementara waktu.

Tentu saja aku tak mau berekspektasi terlalu tinggi bahwa dia akan membuka kedua tangannya dan benar-benar mempersilakanku masuk ke dalam hati serta kehidupannya. Setidaknya aku memiliki tempat singgah sementara. Entah sampai kapan, karena aku juga tak bisa memastikan seluas apa kebaikan hatinya untuk perempuan yang memiliki masa lalu dan tubuh kotor sepertiku.

Setelah mendapatkan senyum manis dariku, Tante Saras menampilkan wajah puasnya dan kemudian menepuk lembut pundak kiriku, sebelum dia pamit untuk keluar sebentar. Inilah saat yang kutunggu, tak ada siapa pun di dalam ruang rias ini. Hanya aku. Sehingga aku bisa menatap awan putih berarak di luar sana dari balik jendela kaca samping tempatku duduk saat ini.

Suasana langit Malang yang cerah pagi ini seolah tengah mengejekku. Dengan pongah dia seperti mengolok-olokku, memperlihatkan keelokan dan suasana damai yang kontras dengan kehampaan dalam diriku. Senyum miris kutemukan di depan sana, saat kualihkan tatapan mata dari langit di luar ke arah cermin.

Apa aku masih bisa percaya kalau Tuhan mencintai semua hambaNya? Jika memang begitu, kenapa harus tiba hari ini … tidak, kenapa harus kualami semua ini? Kenapa aku harus lahir ke dunia, tumbuh dalam keluarga busuk yang terus mengukir luka demi luka dalam hatiku?

Kutatap kedua tanganku yang bertaut di pangkuan. Apa jika Hito masih hidup, maka dia yang akan menikah denganku hari ini? Lalu, kuraba perut datarku yang sudah tak ada lagi janin di dalamnya. Apa anakku itu sudah tenang di alam sana? Seharusnya dia bersyukur kan, karena tak perlu lahir ke dunia ini? Dia tidak perlu merasakan sakit tak berkesudahan yang mungkin nantinya akan keluargaku beri padanya … dan mungkin bahkan aku sendiri yang akan menggoreskan luka-luka itu nantinya.

Hei, aku tidak membunuhnya! Aku hanya tak sengaja menolongnya untuk tak terlahir di dunia kejam ini. Aku hanya tak sengaja membantunya lepas dari takdir yang akan mengikatnya dalam kubangan hitam melelahkan dan seumur hidup bisa jadi akan terus menguburnya, membuatnya tak bisa naik ke permukaan untuk menghirup udara kebebasan dengan leluasa.

Dan dia pun juga pasti akan senang karena bisa bertemu ayahnya di alam sana. Aku tak membunuh anak itu, aku hanya tak sengaja mengantarnya pulang agar bisa bersama dengan Hito secepatnya. Tak perlu bersamaku di sini, karena sampai kapan pun aku tak akan bisa menjadi ibu baginya.

Ya, aku tak sengaja menggugurkannya. Niatku sesungguhnya saat meminum beberapa obat tidur waktu itu adalah agar aku segera tertidur dan tak perlu merasa pusing selama seharian penuh, setelah mendengar kabar kematian Hito dan merasakan sakit karena pukulan-pukulan Papi. Sungguh, aku tak menyangka bahwa ternyata apa yang kulakukan itu justru membuatku keguguran.

"Mbak Sila, udah siap, a? Yuk, udah pada nunggu." Suara Tante Saras yang baru masuk ke dalam ruangan, membuat lamunanku buyar. Dia lalu mendatangi dan langsung membantuku berdiri. Di depan pintu ada dua asistennya yang masih muda, mungkin berusia sekitar awal 20-an tahun.

The Last Autumn [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang