01. PROLOG

316 72 6
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(20 November 2022)

Kami duduk berhadapan di sebuah Cafe yang berada tak jauh dari studio

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kami duduk berhadapan di sebuah Cafe yang berada tak jauh dari studio. Tempat yang selalu kami singgahi dalam satu bulan terakhir ini. Menjadi saksi bisu sebuah pertemuan yang belum menemukan kata akhir. Dan kuharap, tak akan ada hari dimana kata itu muncul.

"Zi, bagaimana kondisimu sekarang?" ia membuyarkan lamunanku.

"Baik."

"Aku sudah benar-benar pulih sekarang," lanjutku.

Lelaki itu menghela napas lega, "Syukurlah. Aku senang mendengarnya. Tapi kita masih harus tetap check-up lagi nanti."

Aku mengangguk, "Tentu."

"Em... sebenarnya, ada satu hal yang ingin kukatakan padamu sejak lama."

Deg!!

Apa itu? Mungkinkah ia akan mengatakan hal yang kupikirkan?

"Apa itu?" jawabku, berusaha untuk tidak gugup.

"Sebenarnya, di saat kamu terbaring tak sadarkan diri waktu itu..." suaranya menggantung.

"Iya, kenapa?" tanyaku tak sabar.

"Mungkin ini tak masuk akal. Aku juga tak tahu apa maknanya."

Ia mendekat, "Tepat selama tiga hari itu, aku selalu dihantui oleh mimpi aneh yang terus berulang-ulang. "

'Oh, ternyata itu', batinku.

Eh tapi tunggu, mimpi aneh?!

Ia mulai menceritakan mimpinya itu. Aku cukup tertegun mendengar apa yang ia katakan.

Ya, mimpi itu mengingatkanku lagi tentang kejadian yang kualami satu bulan yang lalu. Dia bilang, dalam mimpinya ia ditunjukkan sepintas tentang suasana asing baginya. Ia juga bertemu dengan seorang wanita yang terasa sangat akrab, tapi ia tak diperlihatkan dengan jelas wajah wanita itu. Katanya, tidak ada alur spesifik mengenai mimpi itu. Yang jelas, ada seuntai perasaan pilu, bahagia, tenang, dan cinta yang sulit untuk dijelaskan.

"Aku kira, mungkin itu hanya bunga tidur. Tapi aku masih bingung mengapa mimpi itu terus berulang-ulang," pungkasnya.

Aku terdiam, dan berusaha memahami semuanya.

Bipp...

Ia membuka ponselnya, "Sepertinya aku harus pergi sekarang. Tapi, apa ada yang kamu perlukan? Kalau ya, tidak masalah jika aku harus tetap di sini."

"Apa itu hal penting?" tanyaku.

"Tidak juga. Kevin hanya bertanya apa aku ada waktu, dia hanya ingin mengobrol santai denganku."

"Em... yasudah, tak masalah. Kamu pergi saja."

"Baik kalau begitu. Kamu jaga diri," ia meraih tabloidnya dan berjalan membelakangiku.

'Eh tapi, kenapa aku bilang seperti itu. Jika bukan sekarang, apakah masih akan sempat?' batinku.

"Tunggu!"

Langkahnya terhenti, dan dia membalikkan badannya, "Iya?"

"Ada hal yang ingin kukatakan juga," ucapku.

Ia segera menghampiriku lagi dengan senyum kecil yang kusadari.

"Kalau begitu, aku akan tetap di sini," ia kembali duduk.

"Maafkan aku. Tapi sepertinya hal ini memang harus kuceritakan sekarang."

"Iya tak masalah."

"Jadi, ada apa?" lanjutnya.

Aku menghela napas, "Kala itu..."

*****

Makasi buat kalian yang uda baca cerita ini♡Yang penasaran sama kelanjutannya, ttep stay tune ya🤗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Makasi buat kalian yang uda baca cerita ini♡
Yang penasaran sama kelanjutannya, ttep stay tune ya🤗

A LongingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang