Aku melangkah keluar dari kamar untuk sekedar mengambil air hangat. Seingatku, pagi-pagi sekali Viani sudah beranjak pergi ke minimarket untuk membeli beberapa barang.
Saat ini aku juga tidak ingin repot-repot meminta bantuan kepada para suster hanya untuk sekedar mengambil segelas air. Dengan begini, aku yakin tubuhku akan kembali sehat seperti sedia kala dalam waktu cepat.
Setelah menuangkan air hangat, segera kuminum air itu sambil terduduk di bangku tunggu. Nikmat sekali rasanya. Aku menjadi sangat rindu pada semua makanan yang biasa kusantap di waktu-waktu itu. Tidak perlu mempedulikan kadar apapun, yang terpenting makanan itu menyehatkan, dan enak juga tentunya. Tapi untuk hal itu, aku masih harus menunggu beberapa waktu lagi. Karena setelah beberapa hari masa perawatan, aku benar-benar hanya diperbolehkan untuk mengonsumsi makanan dan minuman khas dari rumah sakit.
Begitu selesai, aku melangkahkan kaki lagi untuk kembali menuju kamarku. Dengan masih menggenggam gelas yang berisi air hangat.
Cklek...
.
.
.
Crangg!!!
"Oh Tuhan!!" pekikku dalam hati.
Jantungku berdegup lebih cepat, 'Apa aku tidak salah lihat? Dia!-'Ia segera mendekat, "Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan wajah khawatir.
'Ini bukan mimpi, kan?'
"Maaf?" tanyanya lagi.
"Oh. Aku... tidak," jawabku gelagapan.
"Kalau begitu, akan kubersihkan ini dulu. Kamu duduk saja di sana," ia menyuruhku agar duduk di sofa. Aku hanya menurutinya sembari menatapnya tak percaya.
Lelaki itu mencoba mencari alat-alat pembersih. Dia membersihkan pecahan gelas itu dan meraih Spray Mop yang berada di ujung ruangan, lalu mengepel lantai itu sampai bersih.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Longing
Teen FictionDia bilang, "Ketika kerinduan mulai menerpa, saat ia kian menyesakkan dada. Kamu hanya perlu menutup mata, menenangkan diri walau sekejap. Percaya, bahwa kabar baik pasti akan datang. Ya... sebuah pertemuan yang akan menebus semua lara. Ia pasti aka...