Aku sedang dalam perjalanan menuju Bandara saat ini. Sembari terus bertukar kabar dengannya. Dia bilang sudah Landing-mendarat. Lelaki yang sudah kunanti itu, sebentar lagi akan berada di sampingku, menggenggam tanganku, dan menemaniku untuk selamanya.
Untunglah hari ini aku tidak terlalu sibuk. Naskah projek terakhir itu sudah selesai. Aku hanya tinggal merevisinya saja. Karenanya, kini aku bisa leluasa untuk menjemput kekasihku. Dan ya, senyumku terus mengembang sedari tadi.
_____
'Seorang laki-laki diduga teroris yang selama ini diburu para polisi akhirnya terlacak keberadaannya. Namun sampai detik ini polisi masih berusaha melakukan pengejaran untuk menangkapnya karena tersangka—‘
____
Trriing... siaran berita itu seketika terhenti karena ada panggilan video-call yang masuk, itu Revian.
Ddrt.
“Dimana kamu sekarang, hmm..?”
“Aku masih di jalan. Sebentar lagi akan sampai. Tunggu saja!”
“Oke hati-hati. Aku baru mendarat, baby.”
“Baik. Sebentar lagi!” tekanku.
Hanya berkisar dua menit, aku benar-benar telah sampai di Bandara. Aku segera turun dari mobil dengan langkah cepat.
“Pelan-pelan baby. Kamu akan terjatuh nanti.”
“Iya.. tidak akan,” aku lantas mengurangi kecepatan langkahku dan kembali menatap ke layar ponsel.
Brughh!!
‘Huftt!’ siapa yang berjalan tidak hati-hati itu?
Aku terjatuh terjongkok di lantai bandara, dan syukurlah hanya tabrakan kecil.
“Ziva?! Kamu baik-baik saja? Ada apa?” cemasnya.
Aku melirik ke arah lelaki yang berlalu tadi. Akan tetapi ia benar-benar tak menoleh sedikit pun untuk meminta maaf. Lagipula, jalan masih luas, kenapa harus seperti itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
A Longing
Teen FictionDia bilang, "Ketika kerinduan mulai menerpa, saat ia kian menyesakkan dada. Kamu hanya perlu menutup mata, menenangkan diri walau sekejap. Percaya, bahwa kabar baik pasti akan datang. Ya... sebuah pertemuan yang akan menebus semua lara. Ia pasti aka...