17. Di Balik Kecelakaan

65 38 0
                                    

Dua hari berlalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dua hari berlalu. Aku masih mendapati diriku berada di Rumah Sakit.  Semakin hari keadaanku pun sudah berangsur membaik, aku sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasanya.

Viani dan orang-orang studio turut menemaniku selama ini. Mereka benar-benar seperti keluargaku. Karena mereka jugalah, aku lebih berusaha untuk lekas pulih.

Kepalaku masih harus diperban karena luka itu. Syukurlah, Dokter mengatakan bahwa lukaku tidak mencapai stadium yang lebih parah. Maka untuk beberapa hari lagi, aku sudah bisa melepas balutan perban ini.

Aku menyelimuti Viani yang masih terlelap di sofa. 'Betapa baiknya kamu. Kamu adalah sahabat, sekaligus rumah bagiku. Untuk beberapa hari ini, kamu pasti sangat lelah bukan? harus pulang pergi dan menjagaku di sini. Terima kasih, swetieku.'

Aku beranjak ke balkon untuk menghirup udara segar. Memandang hingar-bingarnya kota yang telah lama tak kulihat. Mobil-mobil itu tampak berukuran kecil dari pandanganku di atas sini.

Aku sedikit termenung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku sedikit termenung. 'Jika memang benar semua itu adalah mimpi, tapi mengapa semuanya terasa sangat nyata? Papa dan Mama, Daniel, dan hari-hari itu benar-benar sangat nyata!'

'Mengapa kebahagiaan dan rasa cinta itu hanya sebuah kepalsuan sesaat?'

Aku memejamkan kedua mataku, berusaha untuk tetap mengontrol diri.

'Aku harus kuat menjalani ini. Ini adalah rentetan dari mimpi indah.'

'Walau aku tahu bahwa kenyataan tak seindah mimpiku selama ini. Baik, aku menerimanya. Bahkan mungkin, jika benar semua itu adalah mimpi, maka itu adalah Mimpi panjang yang sangat indah,' batinku.

"Ziva?" suara itu membuyarkan lamunanku.

Dengan segera aku menghapus air mata yang membasahi kedua pipiku, aku pun berbalik, "Kamu sudah bangun?"

"Sudah."

"Sedang apa kamu di sini?"

"Aku ingin menghirup udara segar," jawabku.

A LongingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang