Sampai di kantor, Jinan menghampiri Christy yang sibuk mencatat sesuatu di sebuah buku. Kacamata baca yang ia pakai membuat gadis itu terlihat lebih dewasa, tapi tetap menunjukkan sisi cantiknya.
"Ti, kopi, nih." Jinan menaruh to go cup berisi americano di meja Christy dan langsung membuat gadis itu mendongak. Senyumnya tercipta melihat Jinan dan kopi itu, kebetulan sekali ia sedikit lemas karena masih mengantuk. Mungkin kopi bisa membantunya semangat.
"Thanks, Nan. Tau aja gue butuh kopi. Ini yang dari kafe kemaren?" tanya Christy saat melihat logo Aurora Coffee Shop ada di gelasnya.
"Iya, kenapa? Lo ga suka?"
Christy menggeleng, "ga, justru gue suka banget. Enak soalnya."
Jinan ingin mengobrol banyak dengan gadis yang menjadi teman kuliahnya dulu itu. Tapi kopi yang seharusnya ia berikan pada Celine tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Akhirnya Jinan naik ke atas dan mencari gadis oriental itu di seluruh penjuru ruangan. Ketika sudah ketemu, Jinan menghampiri gadis itu dan memberikan kopinya pada Celine.
"Makasih, ya, Kak Jinan."
Jinan terdiam sejenak, ia berpikir untuk curhat pada Celine. Gadis itu pasti tahu apa yang harus ia lakukan tentang masalahnya pada Cindy. Tapi apa Celine bisa paham? Mungkin juga ia akan marah pada Jinan karena sudah berani menyukai istri orang.
"Celine?"
"Hm? Apa Kak?" Celine masih sibuk dengan data yang sedang ia olah di komputernya.
"Kalau aku suka sama orang, Celine bakal dukung, ga?"
Gadis itu langsung mengangguk pasti, "iya, dong. Asal orangnya baik, terus cocok sama bikin Kak Jinan seneng pasti Celine dukung!"
Jinan mengangguk, "dia baik, Celine. Suka bikin aku seneng."
"Wah, Celine suka kalau dia baik sama Kak Jinan."
"Kemaren aja dia bawain aku bekal, Celine."
Celine tersenyum, tapi masih fokus pada komputernya, "aduh, so sweet banget, sih? Celine setuju deh kalau kek gitu."
"Terus tadi juga masakin aku nasi goreng buat sarapan, Celine."
"Ih, udahlah Kak jadian aja, Celine dukung!"
"Dia juga suka nemenin aku makan siang di kafe itu, Celine."
"Celine setuju, Kak Jinan!"
"Tapi dia udah punya suami, Celine."
"Celine setuju-- eh? Apa?"
Celine menoleh, menatap Jinan yang tersenyum kecut karena melihat reaksinya.
"Udah... Punya suami... Celine."
"Su-suami?" Jinan mengangguk mengiyakan. Celine tentu terkejut dan menatap Jinan dengan mata yang masih tidak percaya.
"Kok... Bisa? Kak Jinan--"
"Aku juga gatau, Celine. Awalnya ya suka suka aja liat dia. Tapi baru tau kemaren dia udah punya suami." Raut wajah Jinan berubah jadi cemberut dan nampak sedih karena membahas itu. Celine sendiri ikut merasa atmosfer gadis itu yang sepertinya tengah tidak baik-baik saja karena cinta.
"Suaminya... Gimana, kak?" tanya Celine.
"Kata temennya, sih, mereka sering berantem gitu, Celine. Karena belum punya anak." Celine mengerti, tapi menyukai istri orang bukanlah hal yang bisa ia benarkan.
"Aku harus gimana, ya, Celine? Bingung banget, masalahnya aku makin baper sama sikap dia."
Celine terdiam, kalau Jinan sudah curhat pagi-pagi sampai sedih seperti ini pasti hatinya sedang kacau. Ia bingung harus memberi respon apa karena masalahnya terdengar sangat pelik.
"Hmm, kalau dipikir-pikir, Kak Jinan salah karena suka sama orang yang udah bersuami," ucap Celine. Jinan menganggukinya karena memang gadis itu benar.
Celine menatap lekat pada Jinan dan mendekatkan wajahnya pada Jinan, "tapi coba aja gasi?"
Mata Jinan membulat, hal yang tidak ia ekspektasikan keluar dari Celine justru keluar dari mulutnya sekarang.
"Iya aja apa ya?"* * *
Jinan benar-benar menjemput Cindy malam itu. Ia yang bekerja lembur lagi hari ini sedikit santai karena barusan Zee mengabari kalau Bosnya masih berada di kafe. Tapi hal itu tidak mengurangi kecepatan Jinan saat mengendarai mobil menuju ke Aurora Coffee Shop.
Mobil sedan itu ia parkirkan di depan kafe karena sepertinya Jinan tidak akan lama. Hanya menjemput Cindy lalu mengantarnya pulang.
Ia masuk ke dalam kafe itu dan baru sampai di depan pintu senyuman Jinan mengembang karena melihat sosok Cindy dengan wajah serius tengah bekerja. Sepertinya menghitung sesuatu, mungkin penghasilan mereka hari ini.
Jinan menatap Zee dan Adel sejenak, dua gadis itu tengah membersihkan mesin kopi dan langsung memberitahu Jinan untuk menyusul sang Bos disana.
"Hai!"
Sapaan Jinan langsung membuat Cindy mendongak dan tersenyum saat melihat siapa yang datang.
"Masih sibuk, kah?" tanya Jinan sambil mendudukkan diri di depan Cindy.
"Engga, dikit lagi ini. Lo kenapa beneran jemput, deh?" Cindy benar-benar merasa tidak enak karena Jinan sampai menjemputnya pulang malam ini.
"Karena Jinan ga pernah mengingkari ucapannya sendiri. Yaudah, selesein, gih. Abis itu kita pulang."
Cindy mengangguk, ia lantas kembali fokus pada hitungannya setelah membenarkan posisi kacamata minus di wajahnya.
"Bos? Mau dibikinin kopi, ga?" tanya Adel saat ia menghampiri meja dua orang itu. Jinan kemudian menggeleng, jika ia minum kopi sekarang mungkin ia akan susah tidur nanti. Jadi ia menolak saja penawaran Adel barusan.
Saat Cindy sudah selesai dengan pekerjaannya, mereka langsung pulang bersamaan dengan Zee dan Adel yang juga sudah bersiap pulang.
Jinan melajukan mobilnya dengan santai, berbeda dengan sebelumnya saat ia menuju ke kafe Cindy. Di jalan, Jinan mempersilakan Cindy untuk menyetel lagu dari audio yang ada di mobilnya. Mereka berdua dengan santai bernyanyi bersama sambil melewati jalanan.
"Aku bisa membuatmu... Jatuh cinta kepadaku, meski kau tak cintaaaaa... Kepadaku~"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐥𝐚𝐲𝐢𝐧𝐠 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐅𝐢𝐫𝐞 | 𝐂𝐢𝐍𝐚𝐧
Fanfiction"Jinan bego, suka kok sama istri orang." -Aya JNN x CND gxg • mature content HeroesLegacy©2022