Why Don't We - Don't Wake Me Up.
Keesokan paginya, mentari dengan malu-malu menyingsing awal hari di bumi. Hawa di kota masih terasa dingin dan lembab akibat hujan semalaman, tapi kicau burung yang terdengar membuat pagi ini terasa semakin syahdu.
Di kamar Cindy, dua manusia masih tertidur pulas dibawah selimut. Masih terasa enggan untuk bangun karena cuaca juga mendukung untuk terlelap. Awan-awan tipis yang menghiasi langit secara tidak langsung membuat para manusia enggan untuk beranjak dari kasur.
Gadis berambut kecokelatan di bawah selimut itu menggeliat pelan. Ia merasa sudah waktunya untuk bangun tapi mata dan badannya terasa enggan untuk beranjak. Ia kemudian memutuskan untuk membuka matanya perlahan, terasa berat dan perih karena semalaman menangis.
Saat ia sadar, dirinya melihat wajah Jinan sudah sedekat nadi dengannya. Gadis itu masih tertidur dengan mulut yang sedikit terbuka, menimbulkan dengkuran halus terdengar keluar dari sana. Saat Cindy sadari juga ternyata ia semalaman berbantal lengan kiri Jinan. Kedua tangannya sendiri juga memeluk tubuh gadis itu, membuat posisi mereka sedikit canggung jika dilihat-lihat.
"Jinan..." Cindy menggumam sangat pelan, tangan kanannya terangkat untuk mengusap pipi gadis itu.
"Cantik banget kamu," puji Cindy tanpa sadar. Ia tersenyum saat melihat betapa damai wajah Jinan saat tertidur seperti ini.
Cindy sedikit lupa dengan apa yang terjadi semalam, tapi yang pasti ia bisa tidur karena Jinan memeluknya. Jika hujan badai seperti itu, Cindy hanya bisa tenang jika dipeluk oleh seseorang yang ia sayang.
Hm? Tunggu dulu, apa itu artinya...
Jinan membuka mata saat merasakan tangan kirinya kesemutan. Ia sedikit memfokuskan mata dan menunggu sisa nyawanya yang masih di langit-langit kamar Cindy untuk kembali. Dan saat sudah sepenuhnya sadar, Jinan tidak melihat Cindy disana.
Ia celingukan, mencari sosok itu di sekitar kamar tapi nihil. Yang ada ia malah mencium aroma wangi dari luar, hm, aroma bumbu yang sedang ditumis. Ia kemudian memutuskan untuk merapikan kasur dan menatapnya sejenak, menyadari bahwa semalam ia tidur di posisi suami Cindy membuat Jinan kembali tersenyum miris pada dirinya sendiri. Tapi kalimat Celine tiba-tiba terngiang di pikirannya.
"Coba aja gasi, Kak? Kan, you don't have to say i love you to say i love you."Benar kata Celine, yang penting Cindy harus bahagia meski Jinan tidak bisa memilikinya.
Setelah membersihkan diri, Jinan menyusul Cindy di dapur. Gadis itu tengah memasak sesuatu disana, dan tebak pakaian apa yang ia pakai? Ya, kaos polos berwarna putih yang nampak sangat cocok di tubuhnya. Ditambah rambut yang diikat asal membuat Jinan tersenyum.
"Gini kali ya rasanya kalau hidup sama Cindy? Tiap pagi liatnya dia, dimasakin, diurusin." Jinan mendekat ke arahnya yang masih belum sadar akan kedatangan Jinan. Dengan tiba-tiba, Jinan berdiri di belakang Cindy dan menaruh dagunya di bahu kanan wanita itu.
"Masak apa?" tanya Jinan dengan suara yang masih terdengar serak. Cindy tentu terkejut dan sedikit menoleh ke arah gadis itu.
"Eh, udah bangun kamu?" Jinan mengangguk pelan di bahu Cindy sambil memejamkan matanya.
"Masak nasi goreng lagi, kamu mau? Apa mau makan yang lain?" tanya Cindy. Mata Jinan langsung berbinar saat mendengar Cindy memasak nasi goreng.
"Nasi goreng 1, kasih telur setengah mateng, boleh?"
Cindy terkekeh mendengar pesanan Jinan, "boleh, dong. Duduk gih, ntar lagi mateng."
Gadis itu mengangguk, tangan kanannya tiba-tiba mengusap perut rata Cindy dengan lembut, "siap, Bos!"
Cindy sedikit terkejut mendapat perlakuan seperti itu dari Jinan. Bahkan ia sempat termenung sejenak karenanya.
Astaga, Jinan, apa-apaan itu tadi?
Wanita dengan apron merah muda itu menatap Jinan yang tengah berjalan menuju meja makan. Wajahnya nampak masih mengantuk dan itu terlihat sangat menggemaskan di mata Cindy.
Tak berapa lama, sarapan mereka sudah siap. Setelah berdo'a, Jinan langsung melahap nasi goreng yang masih panas itu dengan ekspresi sama seperti kemarin. Memberitahu Cindy bahwa makanan itu enak. Cindy sendiri juga makan dengan lahap, mungkin karena pengaruh Jinan yang juga seperti itu?
"Em, Cwind? Kamho udwah fweel betthe, kah?"
Kening Cindy mengerut, ia mendengar Jinan tapi tidak paham dengan apa yang dikatakan gadis itu, "telen dulu makanannya, Jinan. Aku ga paham kamu ngomong apa."
Ia menurut, Jinan menelan nasi goreng itu segera dan menatap Cindy dengan lekat, "kamu udah feel better? Semalem kamu nangis sampe histeris gitu, inget, ga?"
Wanita itu langsung menunduk, ia pasti sangat merepotkan Jinan semalam.
"Maaf ya, Nan? Aku... Emang takut kalau hujan badai gitu."
"Dari kecil?"
Cindy mengangguk, ia mendongak untuk menatap Jinan yang juga memberikan tatapan lembut padanya, "biasanya Mama selalu melukin aku kalau takut hujan. Tapi semenjak nikah, ga ada Mama yang--"
"Tapi suami lo tetep jagain lo, kan?" potong Jinan, ia hanya ingin memastikan kalau selama ini Cindy tidak mengalami hal seperti semalam saat hujan. Jinan lantas mendapat anggukan sebagai jawaban, itu membuatnya lega, tapi juga merasa kesal di waktu yang sama.
"Syukur, deh."
Acara sarapan itu berlanjut dalam hening karena Jinan tiba-tiba merasa badmood. Hanya saja tetap ia sembunyikan dari Cindy. Ketika ia ditanya, maka Jinan akan menjawab dengan senyum, ia hanya ingin membuat Cindy merasa nyaman tanpa memperlihatkan kecemburuannya.
Yah, memangnya Jinan ini siapa berani sekali cemburu pada istri orang? Hahaha.
Ini adalah hari sabtu jadi Jinan libur bekerja. Cindy juga sudah mempercayakan kafe pada Zee dan Adel karena Jinan mengajaknya untuk pergi keluar hari ini. Kemana? Cindy tidak tahu. Kata Jinan ia ingin membawa Cindy melihat banyak hal yang menggemaskan.
Keduanya banyak mengobrol saat di mobil, dan mulai hari ini mungkin playlist ketika Jinan dan Cindy bersama akan penuh oleh lagu-lagu dari BTS. Bahkan sekarang pun, Boy with Luv menggema di dalam sedan Jinan.
Perjalanan mereka sedikit jauh karena tujuan yang Jinan pilih berada di kota sebelah. Tapi waktu itu tidak terasa lama bagi Cindy karena dihabiskan dengan penuh keceriaan bersama Jinan. Well, like the old people said, right?
Jinan akhirnya memberhentikan mobilnya di sebuah lahan parkir yang luas. Di salah satu sudut, Cindy membaca spanduk besar bertuliskan 'Welcome to the Zoo' dengan gambar animasi berbagai binatang sebagai dekorasinya.
"Kebun binatang, Nan?" tanya Cindy, Jinan mengangguk sambil tersenyum lebar sampai gigi depannya terlihat.
"Hehe, pengen liat cinga, Cind."
Cindy langsung memutar bola mata tapi juga terkekeh ketika melihat tingkah Jinan.
"Tau gitu gausah lah tadi kesini. Mau liat cinga, hm? Nih, cinga, nih, rawr!" Cindy membuat gestur seperti singa yang tengah mencakar dan suara yang menirukan auman hewan itu.
"Idih, idih, inget umur, Bund." Jinan gemas, ia terkekeh sambil menyentil ujung topi merah muda Cindy ke bawah hingga menutupi sebagian mukanya.
"Loh, walau udah nikah gini tapi aku tetep gemes, ya, Nan? Forever young Cindy, oke?"
Gadis itu menggeleng pelan sambil terkekeh, ia melepas seatbelt dan keluar dari mobil bersama Cindy yang menyusulnya.
Hari ini mereka mengenakan pakaian senada yang berwarna merah muda. Jinan selalu membawa beberapa pakaian ganti di mobil dan kebetulan ada sweater berwarna baby pink dan topi yang berwarna sama. Karena Jinan memakai baju seperti itu, maka Cindy menyamakan saja dengan memakai tank top putih dan outer merah muda. Topi berlogo New Yorknya juga berwarna sama. Well, it safe to say that today is the Pinky Girls Date!
"Ayo masuk?"
"Legoooo!!"
Jinan mengajak Cindy masuk ke kebun binatang setelah membeli dua tiket di pintu masuk. Exhibit-exhibit awal dihuni oleh beberapa hewan kecil seperti burung dan ada juga kolam ikan koi. Sedikit membosankan menurut Cindy tapi kata Jinan yang lebih menarik ada di bagian dalam kebun binatang.
Dengan santai mereka melihat-lihat hewan yang ada disana, dan benar apa kata Jinan, di bagian dalam ada hewan yang lebih besar seperti rusa, tapir, dan beberapa hewan hutan lain.
"Ini dia gigit ga, Nan, kalau dipegang?" Cindy menunjuk pada seekor rusa yang memiliki tanduk besar.
"Hm? Kamu pegang apanya dulu? Kalau tanduknya mungkin engga, tapi kalau ekornya pasti iya."
Cindy yang sudah mengulurkan tangan untuk mengusap rusa itu langsung menariknya kembali karena mendengar ucapan Jinan.
Gadis itu terkekeh, ia lantas mendekati Cindy dan memegangi tangan kanan wanita itu. Jinan menuntunnya untuk masuk melewati pagar dan mengusap kepala rusa yang kebetulan mendekat ke arah mereka itu.
"Usapnya pelan-pelan aja, pake kasih sayang, gitu," ucap Jinan. Cindy sedikit terpaku karena tangannya kini bersentuhan dengan kepala hewan tersebut sekaligus dengan tangan Jinan.
"Kalau diusap-usap gini katanya hewan bakal tenang, Cind," ucap Jinan lagi. Ia melepaskan tangannya dari tangan Cindy dan membiarkan wanita itu mengusapnya sendiri.
Puas dengan rusa, Cindy mengajak Jinan untuk lanjut ke exhibit yang lain. Mungkin akan sedikit memakan waktu untuk mengelilingi kebun binatang ini karena luas sekali.
Di perjalanan Jinan selalu tersenyum karena melihat Cindy yang senang karena melihat hewan-hewan disini. Bahkan diam-diam Jinan memotretnya melalui ponsel untuk ia simpan sendiri.
"Ini gajahnya bisa dinaikin ga, Nan?"
Jinan sedikit celingukan mencari penjaga yang mungkin menyewakan jasa untuk naik gajah. Dulu sepertinya bisa menaiki hewan ini karena Chika dan Marsha selalu naik. Tapi sepertinya sekarang tidak bisa.
"Hari ini keknya gabisa, deh, Cind. Tapi emang kamu ga kasihan naikin gajah gitu? Kamu kan berat-- aw aduh! Aduh!"
Cindy geram hingga mencubit pinggang Jinan, "ih! Ngeselin banget, sih! Aku ga segendut itu ya, Nan!"
"Apaan, tuh pipi kamu aja sampe tumpah-tumpah gitu-- aw aw!"
Sepertinya hobi baru Cindy sekarang adalah melukis dan perut Jinan jadi kanvasnya.
Karena takut Cindy capek, Jinan menyewa satu ATV untuk membawa mereka jalan-jalan mengelilingi kebun binatang. Jinan melajukannya dengan santai karena Cindy juga masih melihat-lihat hewan yang mereka lewati.
"Mau masuk sangkar burung, ga? Ntar bisa poto sama burung disana." Jinan menawarkan hal menyenangkan lain pada Cindy dan tentu gadis itu menyetujuinya.
Tapi di tengah-tengah perjalanan menuju ke exhibit itu, ponsel Cindy berdering nyaring hingga membuatnya sedikit kaget. Saat ia membuka ponselnya, nama Reyhan tertulis di layar dan memanggil Cindy dalam mode video.
Bodohnya Cindy sampai lupa mengabari Reyhan kalau ia pergi jalan-jalan hari ini.
Cindy langsung mengangkat telepon itu dan nampak wajah Reyhan yang seperti khawatir di ujung sana.
"Sayang?" sapa Reyhan.
"Iya, Sayang?"
Jinan yang mendengar Cindy dan suara dari ponselnya lantas semakin memelankan laju ATVnya. Mood Jinan jelas memburuk lagi saat itu. Kenapa harus saat seperti ini, sih? Merusak moment sekali.
"Kenapa ga bales chat aku dari semalem? Kamu gapapa, kan? Soalnya aku liat story temen aku disana ujan badai semalem. Itu terus kamu lagi dimana? Kok keliatan rapi banget?" tanya Reyhan panjang lebar dari ujung telepon. Sementara Jinan hanya memutar bola matanya malas, beruntung Cindy tidak bisa mendengar itu.
"Ah, iya, maaf Sayang. Aku lupa ngabarin dari semalem ga pegang hp. Terus aku gapapa kok, semalem juga ada temen aku nginep jadi ada yang nemenin," jawab Cindy.
"Temen? Temen mana? Kok ga bilang aku?" Ada nada tidak suka di ucapan Reyhan barusan, dan Jinan menyadari itu.
"Temen baru, sih, Rey. Kamu belum pernah ketemu. Tapi dia cewek, kok. Ini juga aku lagi jalan-jalan sama dia di kebun binatang." Cindy lantas memutar kamera dan mengarahkannya pada Jinan. Hanya bagian belakang rambut panjang Jinan saja yang terlihat tapi itu berhasil membuat Reyhan percaya disana.
"Kalau ada apa-apa kabarin aku! Jangan ngilang-ngilang lagi!"
"Iya, maaf, ya? Janji ga bakal gitu lagi."
Tiba-tiba di ujung sambungan terdengar suara yang memanggil Reyhan. Dan Jinan hapal betul kalau itu adalah suara ayahnya.
"Yaudah, aku balik kerja lagi. Kamu yang hati-hati disana. Bilang sama temenmu kalau sampai kamu kenapa-napa aku bakal habisin dia."
Jinan yang mendengar itu tersenyum miring, apa-apaan maksud ancamannya tadi? Reyhan belum tahu saja kalau Jinan bisa menghancurkan karirnya dalam satu jentikan jari.
"Jangan gitu ih, orangnya baik, kok. Yaudah semangat kerjanya, ya? Bye, Rey, I love you."
"Hm, Bye..."
Tanpa ada balasan untuk ungkapan cinta Cindy, Reyhan menutup teleponnya.
"Simingit kirjinyi, i liv yi," ejek Jinan. Cindy menepuk bahu Jinan karena kesal, apalagi karena sikap Reyhan yang selalu menyebalkan seperti ini.
"Apasih, Nan? Jangan rese, deh!"
Merasa Cindy ikut badmood, Jinan langsung tersenyum, ia menatap Cindy melalui spion kecil di ATV itu, "utu utu utu, kasian banget, sih, ga dibales i love you nya."
Sepertinya Jinan sedang dalam mode Jiban sekarang. Sungguh, Cindy semakin kesal karena ejekannya.
"Udah, jangan cemberut gitu. Aku wakilin deh, ya? I love you too, Cindy."To be continue...
![](https://img.wattpad.com/cover/327675137-288-k212983.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐥𝐚𝐲𝐢𝐧𝐠 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐅𝐢𝐫𝐞 | 𝐂𝐢𝐍𝐚𝐧
Fanfiction"Jinan bego, suka kok sama istri orang." -Aya JNN x CND gxg • mature content HeroesLegacy©2022