24. Another Girl

996 127 12
                                    

Sudah satu minggu, Chika dan Marsha belum juga bertemu dengan sang kakak. Mereka sudah mencari kemana-mana, ke tempat-tempat yang biasa Jinan kunjungi, sirkuit, bengkel The O's, kafe Aurora, bahkan rumah baru Jinan juga nampak sepi. Keduanya benar-benar kehilangan sosok gadis itu selama 7 hari ini, dan jangan tanyakan bagaimana sedihnya Chika dan Marsha tiap memikirkan Jinan.

Seperti saat ini, makan malam di rumah keluarga mereka terasa sepi dan dingin, tidak seperti biasanya. Chika sesekali menatap ke kursi Jinan yang selama ini kosong tidak ada yang menempati.

Sementara sang papa hanya bersikap biasa, bahkan sering sekali ia memuji Reyhan yang dalam satu minggu ini bisa mencapai beberapa deal besar bersama orang-orang penting. Seakan-akan Jinan semakin mengecil di mata ayahnya sendiri. Maksudnya, hey! Apa Kinan menanyakan bagaimana kabar Jinan? Apa dia berusaha mencarinya? Sudah satu minggu dan Kinan hanya bersikap tidak acuh pada anaknya sendiri. Hanya saja Chika dan Marsha sering mendapati Veranda yang menangis di kamar ketika tidak ada orang di rumah sambil memeluk boneka yang dulu milik Jinan saat masih kecil.

"Kamu tau, Ve? Reyhan itu sering nanyain soal tips buat cepet punya anak. Bayangin, dia masih mikirin hal itu padahal kerjaan lagi banyak banget. Apalagi buat persiapan proyek yang di Bali."

Veranda hanya diam saat Kinan mengajaknya bicara disela-sela makan, lagi-lagi tentang Reyhan.

Marsha dan Chika juga sedikit bingung, bagaimana bisa Reyhan membahas soal anak jika Cindy saja sedang tidak ada di rumah? Padahal Ara selalu memberitahu Chika kalau seminggu ini ia tidak melihat Cindy, baik di rumah maupun di kafe. Ponselnya juga tidak bisa dihubungi.

"Nan, bisa ga gausah bahas orang lain? Anak kamu aja ilang ga kamu cariin, kenapa bangga-banggain orang lain, sih?" Veranda juga kesal ternyata.

"Ya kan beda, Reyhan banyak prestasi. Lah, Jinan? Bikin ma--"

"--bikin malu? Iya? Kamu terus bilang kek gitu ke Jinan tanpa kamu sadar kalau dia itu anak aku! Sama aja kamu nyakitin hati aku Nan tau, ga?!"

Merasa suasana semakin tidak bersahabat, Chika dan Marsha langsung berdiri dan meninggalkan meja makan tanpa pamit.

"Tuh, liat! Kamu gatau udah berapa orang yang sedih karena Jinan ga pulang! Kamu cuma gedein gengsi doang, Nan! Mana kamu yang selalu sayang sama anak-anak?! Mana, Nan, Mana?!"

"Ve, kamu gatau, aku--"

"Aku tau Jinan salah! Dia pantes dihukum, tapi kamu juga mikirin dong dari berbagai sudut pandang! Cindy bukan orang yang suka main hati, aku tau dia dari kecil walau cuma lewat certia Shania. Dia pasti butuh Jinan dan Jinan butuh dia. Kamu cuma gamau mikir dari sudut yang berbeda, Nan!"

Di kamarnya, Chika memeluk Marsha erat karena dari sini mereka masih mendengar suara kedua orang tuanya yang bertengkar di lantai bawah.

Marsha menangis, sudah lama ia tahan tapi sepertinya malam ini ia sudah tidak mampu menahannya lagi. Ia rindu Jinan, tiap ia sedih pasti gadis itu selalu memeluknya seperti ini. Chika sendiri sudah menahan tangis karena tidak ingin Marsha melihat sisi lemahnya. Sekarang ia harus menjaga gadis itu, ia harus jadi sekuat Jinan untuk menjaga sang adik mulai sekarang.

"Dek, besok Papa ke Bali. Kamu bolos sekolah mau? Kita cari Kak Jinan lagi."

Marsha mengangguk cepat, ia ingin segera menemui Jinan. Chika juga berencana untuk bolos kuliah besok, tanpa sepengetahuan papa dan mama tentunya.

Ting!

Ponsel Chika berbunyi dan menampilkan adanya pesan masuk di notifikasi. Ia segera membuka gadget itu karena takut itu Ara, Christy, Celine, Zee, atau Adel yang memberi kabar.

𝐏𝐥𝐚𝐲𝐢𝐧𝐠 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐅𝐢𝐫𝐞 | 𝐂𝐢𝐍𝐚𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang