13. The Charlie's Angels

1.1K 141 8
                                    

Sampai di rumah, Jinan langsung masuk dengan lemas. Ia melihat semua lampu rumah masih menyala dan Bi Sisil masih mencuci piring di dapur dibantu beberapa pembantu yang lain. Aneh, sudah semalam ini tapi Bi Sisil baru beres-beres makan malam.

"Papa udah pulang, ya, Bi?"

Suara Jinan sedikit membuat Bi Sisil kaget, ia terlonjak sedikit tapi langsung menoleh ke belakang. Melihat Jinan yang berdiri di depan kulkas untuk mencari air minum di dalam sana.

"Eh, iya, Non. Tadi sore pulang, terus bawa rekan-rekannya kesini dan makan malam bareng. Ini Bibi baru beresin alat makannya, Non."

Jinan hanya mengangguk sambil meminum air dari botol berukuran satu liter secara langsung.

"Non Jinan udah makan malem belum? Mau Bibi siapin makan?" tanya Bi Sisil. Ia sudah mengurus Jinan sejak masih dalam kandungan, tidak mungkin beliau tidak sadar kalau ada hal yang salah pada gadis itu. Matanya memancarkan kekhawatiran karena melihat Jinan yang air mukanya nampak berbeda.

"Gausah, Bi. Jinan ga laper. Mau langsung tidur aja."

Bi Sisil hanya bisa mengiyakan, sedikit kasihan pada anak majikannya itu karena hal yang tidak ia ketahui masalahnya.

Saat melewati kamar ayahnya, Jinan berhenti sekejap dan memutuskan untuk mengetuk pintu kamar orang tuanya.

Tok

Tok

Tok

"Pa? Ma? Ini Jinan."

Mendengar suara Jinan memanggil, Kinan langsung membuka pintu kamar dan mengajak Jinan masuk ke dalam. Tidak biasa, sangat jarang Jinan mau masuk ke kamar kedua orang tuanya jika tidak ada hal penting yang ingin ia bicarakan.

Jinan duduk di tepi ranjang kedua orang tuanya ditemani Kinan, sementara Veranda berhenti menyisir rambutnya di depan meja rias dan memilih untuk fokus pada sang sulung.

"Kamu kenapa, Nan? Ada masalah?" tanya Veranda yang tentu menyadari perubahan pada sang anak.

Jinan menggeleng untuk menyangkal pertanyaan sang mama, ia justru menatap Kinan dan tersenyum padanya.

"Pa, Jinan udah siap. Papa bisa lakuin rencana Papa," ucap Jinan.

"Kamu serius, Nan?" tanya Kinan, ia sedikit tidak percaya pada gadis ini karena kondisinya saat berbicara nampak tidak sadar seperti ini.

"Iya, Pa. Jinan udah siap. Terus kalau boleh minta Jinan mau Celine jadi sekretaris Jinan nanti."

Veranda lantas mendekati gadis itu dan ikut duduk disampingnya. Tanpa diminta ia menarik Jinan ke pelukannya, mengusap rambut gadis itu pelan dan penuh kasih sayang. Ia hanya terharu, Jinan yang seperti masih sering mengganggu adik-adiknya kemarin kini sudah jadi dewasa. Time flies so fast.

"Mama bangga sama kamu, Nan. Jadi anak yang hebat buat Mama sama Papa, ya?" Dalam pelukannya, Jinan mengangguk. Kinan lantas ikut memeluk dua perempuan yang menjadi kesayangannya itu. Tangannya mengusap bahu Jinan dari belakang.

"Tapi kalau boleh, Pa, Jinan mau minta cuti sampai senin. Boleh, ga?" Kinan terkekeh mendengar pertanyaan itu. Wajah anaknya terlihat sangat lelah memang, jadi Kinan tidak bisa berkata apa-apa selain mengiyakan.

"Yaudah, kamu istirahat sampai kamu siap, ya?" ucap Kinan.

"Yes! Thankyouuuuu, Pa!" Jinan langsung berdiri dan tersenyum senang saat itu. Ia mengecup pipi Kinan secara kilat dan pergi dari kamar kedua orang tuanya begitu saja. Meninggalkan Kinan dan Veranda yang kebingungan melihat tingkah Jinan yang ternyata tetap tidak berubah.

"Anak kamu tuh, main ciam-ciom aja," kekeh Kinan.

"Biarin ih, ciam-ciom bapaknya sendiri. Daripada ciam-ciom orang, Nan."

* * *

Obrolan bersama Kinan dan Veranda tidak mampu melunturkan sedih di hati Jinan. Ia sudah siap-siap untuk tidur tapi tetap tidak bisa memejamkan mata.

Pikirannya terus tertuju pada apa yang ia lakukan pada Cindy tadi. Manis di bibirnya bahkan masih terasa sampai sekarang. Tidak bisa Jinan menahan senyum saat terpikirkan bagaimana pagutan Cindy mengulum bibirnya dengan lembut tadi.

Tapi bayangannya selalu saja buyar saat mengingat bagaimana Reyhan datang dan merusak semuanya.

Ia mulai berpikir cara untuk menyingkirkan pria itu, tapi rasanya tidak adil jika harus memisahkan Cindy dari Reyhan dengan cara licik. Terlebih, nampaknya Cindy masih cinta pada Reyhan.

Ah! Jinan frustrasi sendiri memikirkannya!

Ia memutuskan untuk keluar kamar dan mengetuk pintu kamar yang ada di seberang kamarnya.

"Dek? Kak Jinan boleh masuk?"

"Masuk, Kak! Ga dikunci!"

Mendapatkan izin dari si empunya kamar, Jinan langsung membuka pintu itu dan menutupnya kembali saat sudah berada di dalam.

Matanya melihat Marsha yang tengah sibuk di meja belajar dengan sebuah headphone bertelinga kucing sebagai hiasan di bagian atasnya.

"Lagi belajar, ya?" tanya Jinan sambil mendekati Marsha dan duduk di kasurnya.

"Cuma merangkum sedikit, Kak. Kak Jinan baru pulang, kah?"

Jinan berdehem pelan menjawab Marsha yang masih fokus pada buku-bukunya.

"Eh, Kak Jinan boleh pinjam hp kamu, Cha?" tanya Jinan saat ia teringat sesuatu.

"Buat apa, Kak?"

"Telepon Ashel. Udah tidur belum dia, ya? Kakak mau minta maaf soal yang tadi."

"Belum, nih orangnya lagi video call sama aku." Marsha menunjuk ke ponselnya yang menunjukkan wajah serius Ashel, sepertinya mereka sedang belajar bersama via online malam ini.

Jinan langsung menarik kursi rias dan duduk di samping Marsha. Ia mengambil alih headphone Marsha dan mulai menyapa Ashel yang nampak fokus pada pekerjaannya itu.

"Eh, Kak Jinan? Kenapa Kak?" tanya Ashel dari ujung sana.

"Gapapa, Shel. Kak Jinan cuma mau minta maaf tadi ga anter kamu pulang."

Ashel tersenyum di layar ponsel Marsha, "gapapa, Kak. Lagian kata kakak yang punya kafe tadi Kak Jinan kecapekan gitu. Justru Ashel yang ga enak karena ngrepotin Kakak."

"Ga, Ashel, engga gitu. Kak Jinan tetep minta maaf sama kamu. Sebagai gantinya nanti Kak Jinan jajanin kalian makan, ya? Mau, ya? Oke?" Marsha justru bersorak girang mendengar penawaran Jinan barusan.

"Apanih, kok gue ga diajak makan?" Jinan dan Marsha menoleh saat mendengar suara Chika memasuki kamar si Bungsu.

"Kak Jinan mau traktir kita makan, Kak. Ajakin ke restoran yang mahal aja ayo?" tawar Marsha. Chika sontak tersenyum jahil dan mengangguk. Menjahili Jinan adalah hobinya dan Marsha.

𝐏𝐥𝐚𝐲𝐢𝐧𝐠 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐅𝐢𝐫𝐞 | 𝐂𝐢𝐍𝐚𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang