Sama seperti pagi-pagi yang lain, Cindy selalu memasak sarapan dengan riang bersama kucing-kucing yang dengan gemas mengitari kakinya. Sering sekali mereka mengeong untuk mencari perhatian dari si Babu, tapi Cindy hanya mengabaikan mereka dan terus fokus dengan acara masaknya sambil beberapa kali bersenandung kecil.
Reyhan datang ke meja makan dengan keadaan sudah rapi. Ia lantas membuka ponsel dan membaca beberapa artikel dari portal berita online untuk mengawali hari, sambil menunggu sang istri menyiapkan sarapan untuknya.
Satu persatu hidangan tersaji di meja makan. Cindy lantas ikut duduk disana dan mengambilkan suaminya nasi ke piring dan menyiapkan minumnya.
"Udah cek lagi belum?" tanya Reyhan. Pertanyaan yang sama setiap pagi, yang selalu membuat hati Cindy mengecil mendengarnya.
Melihat istrinya itu hanya diam, Reyhan lantas menghela napas karena pasti jawaban Cindy tetap sama seperti kemarin.
"Keknya emang harus cek ke dokter. Mungkin kamu emang gabisa punya anak," ucap Reyhan, tak mengacuhkan perasaan Cindy yang kini terasa ditusuk duri dalam hatinya. Istri mana yang tidak sakit batinnya jika dibilang seperti itu oleh suami sendiri?
"Rey, kenapa ga sabar banget, sih? Mungkin emang belum waktunya kita punya anak. Mungkin Allah masih nahan karena ada sesuatu yang harus kita perbaiki biar bisa jadi orang tua yang baik buat--"
"Buat apa? Udah satu tahun loh, Cind. Kamu ga hamil-hamil, pasti ada yang salah sama kamu makanya kita ga bisa punya anak."
Reyhan tetap memojokkan Cindy disini, ia makan sarapannya dengan cepat dan tidak mempedulikan Cindy yang sudah meneteskan air mata di depan makanannya sendiri.
"Weekend nanti ada acara pesta di kantor. Aku mau ajak kamu, dandan yang cantik, soalnya Bos mau makan malam sama petinggi sekaligus ngenalin anaknya yang bakal jadi wakil CEO," ucap Reyhan. Senyumnya tersungging miring saat itu, "enak jadi anak CEO, lahir-lahir udah dapet jabatan yang tinggi. Ga ngerasain usaha dari nol," ucapnya, dengan nada kesal.
Cindy sendiri tidak ingin menggubris ucapan Reyhan karena masih merasa sakit atas ucapan pria itu sebelumnya.
"Semoga sebelum weekend ada kabar kamu hamil, jadi aku bisa kasih tau Bos berita gembira itu."
Reyhan lantas mengambil tas dan berdiri dari meja makan setelah sarapannya habis. Tidak ingin repot membiarkan Cindy mencium tangannya dan langsung pergi dari sana. Meninggalkan sang istri yang langsung menangis terisak ketika mendengar suara motor Reyhan menjauhi rumah.
* * *
My Aurora is calling...
Mata Jinan membeku sejenak saat melihat nama Cindy menghubunginya pagi-pagi begini. Ia yang tengah berdiri di salah satu sisi mobil kesayangannya langsung mendongak, menatap Aya yang ada di seberang menatapnya dengan tajam.
"Lo angkat tu telepon, gue siram lo," ancam Aya sambil mengarahkan selang air yang ia pegang ke arah Jinan. Tadi Jinan memintanya untuk mencuci mobil ini karena ingin ia pakai. Jinan juga membantu sambil bercerita tentang hubungannya dengan Cindy. Dan yah, karena Aya sudah tahu, gadis itu langsung melarang Jinan untuk dekat-dekat dengan Cindy karena masalahnya pasti akan panjang.
Jinan lebih takut pada Aya, ia kemudian membiarkan ponselnya berdering dan menggantungkan Cindy begitu saja. Jika penting, Cindy pasti akan memberinya pesan setelah ini.
"Lo ga bakal bisa keluar kalau udah masuk, Nan. Mending stop sekarang sebelum lo dibakar hidup-hidup sama bokap lo," ucap Aya memperingati Jinan.
Pendapat Aya memang berbeda dengan Celine, Chika, dan Marsha. Tapi itu juga yang menurut Jinan lebih masuk di akal, jika Kinan dan Veranda tahu Jinan suka sama istri orang, apa tidak dibunuh di tempat dia sama Kinan?
"Serius harus ngejauh aja nih gue?"
Aya mengangguk sambil menyiram sisa-sisa busa di mobil putih gadis itu, "move on! Lo boleh kalau mau suka cewek, tapi ya jangan yang udah punya suami, bego!"
Jinan mengiyakan saja. Tak berapa lama Aya selesai mencuci mobil Jinan dan gadis itu langsung bersiap untuk pergi bersama si Samudra-- nama mobil Jinan.
"Lo mau kemana?" tanya Aya, ia mengintip dari jendela saat Jinan sudah ada di dalam mobil.
"Kalau dah bawa Samudra ya pasti ke sirkuit, lah. Kemana lagi?"
"Kalo Om Kinan sama Tante Ve tanya gimana? Lo kan ga di bolehin lagi balapan sama ngedrift-ngedrift gitu."
"Bokap kerja, Mama ke butik Tante Shani. Kalau mereka tanya bilang aja gue jalan-jalan gitu."
Aya langsung menghela napas karena lagi-lagi ia disuruh Jinan berbohong pada dua orang tuanya.
"Kagak usah ngebut-ngebut lo, anjing. Sakit hati boleh, goblok jangan."
"Iye kagak. Cuma mau ngecek ni Samudra soalnya dah lama ga dipake."
Jinan akhirnya pergi dari rumah meninggalkan Aya disana. Gadis kepercayaan keluarga Jinan itu hanya tidak habis pikir, ada saja kelakuan si Sulung Tanumihardja yang membuatnya kesal.
"Kalau bukan anak majikan dah gue rante lo, Nan."
Toyota Supra milik Jinan melaju di jalanan dengan santai. Suaranya yang ngebass terdengar ganteng di telinga Jinan. Tidak butuh waktu lama ia sampai di sebuah bengkel yang terletak di samping arena sirkuit pribadi yang terlihat sepi.
Jinan langsung memarkir mobilnya di depan bengkel tersebut, dan belum sempat ia mematikan mesin mobil ada dua gadis yang datang menghampirinya.
"Widih, Bos J is comeback," ucap salah satu dari mereka.
Jinan tersenyum dan keluar dari mobil untuk mengajak keduanya berjabat tangan ala-ala tongkrongan.
"Hai, La, Niel. Apa kabar?"
"Always good, sih, kita. Ya ga, Niel?" ucap Olla sambil merangkul bahu Oniel, "yoi. Eh, Bos mau apa nih? Ngecek si Samudra?"
Jinan mengangguk sambil menepuk-nepuk kap depan mobil sport itu, "cek semua deh. Lama ga gue pake. Sama sekalian gantiin bannya, lagi pengen main drift soalnya."
"Siap, Bos!"
Oniel lantas mengecek semua mesin mobil Jinan dan hal-hal lain sementara Olla mengganti 4 ban Samudra ke ban khusus yang biasa Jinan gunakan untuk drifting. Bisa dibilang gadis sulung itu hobi melakukan olahraga ekstrim seperti ini, itupun selalu ia lakukan secara diam-diam. Jika Veranda tahu, ia akan kena marah habis-habisan oleh bidadari senior tersebut.
30 menit kemudian Olla dan Oniel selesai mengurus Samudra dan bilang pada Jinan kalau dia sudah siap.
Dan disinilah Jinan berada, ia ditemani Oniel dan Olla sudah siap untuk melakukan drifting di sirkuit miliknya sendiri. Sebenarnya milik Kinan, tapi karena sang istri sangat melarang untuk hal-hal yang berbau seperti ini jadi Kinan bilang akan dijual, nyatanya ia berikan saja pada Jinan yang memiliki hobi yang sama.
"Bos, kemaren abis dipake geng Serigala dan ada yang jatoh di tikungan 8. Katanya ada lubang disana, Bos yang hati-hati, oke?" ucap Oniel memberi wejangan pada Jinan saat gadis itu tengah memanasi mesin Samudra.
"Loh, belum di tambal emang?"
Oniel menggeleng, "jadwalnya besok, Bos."
Jinan hanya mengangguk saja. Ia akan hati-hati nanti di tikungan 8 seperti yang Oniel bilang.
Sementara itu, di sisi lain kota, Zee dan Adel yang baru saja membuka kafe itu nampak kebingungan karena Cindy tadi datang-datang langsung menangis dan naik ke lantai dua. Ketika mereka mengintip, Cindy benar-benar terlihat sangat kacau. Keduanya sudah berusaha menghubungi Jinan tapi tidak kunjung ada balasan atau tanda-tanda Jinan muncul. Biasanya, sekali Zee mengirim pesan, gadis itu akan langsung muncul out from nowhere untuk Cindy.
Cindy tidak tahu lagi harus melakukan apa karena hatinya benar-benar hancur. Seperti ia ingin memeluk Jinan sekarang, mencari ketenangan dalam gadis itu yang selalu ampuh untuk meredam emosinya.
Namun sayangnya gadis itu tiba-tiba menghilang sejak semalam. Bahkan saat Cindy teleponpun ia tidak mengangkatnya.
"Nan... Kamu dimana?"
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐥𝐚𝐲𝐢𝐧𝐠 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐅𝐢𝐫𝐞 | 𝐂𝐢𝐍𝐚𝐧
Fanfiction"Jinan bego, suka kok sama istri orang." -Aya JNN x CND gxg • mature content HeroesLegacy©2022