01. Aurora Coffee Shop

2.7K 215 4
                                    

   

     Mobil sedan hitam berhenti di sebuah area yang luas, lahan tersebut sengaja digunakan untuk parkir umum di daerah sekitar sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Mobil sedan hitam berhenti di sebuah area yang luas, lahan tersebut sengaja digunakan untuk parkir umum di daerah sekitar sini. Tidak banyak kendaraan yang berhenti hari ini, mungkin karena sore ini turun hujan, atau memang keberuntungan Jinan hingga ia bisa menikmati waktu tanpa banyak manusia yang berada di sekelilingnya.
   
    Jinan, gadis 24 tahun itu berjalan dengan sebuah payung bening melindungi tubuhnya setelah keluar dari mobil. Ia berjalan melewati area depan kendaraannya dan menuju ke sisi lain mobil, membuka pintu dan menyambut seorang gadis lain yang ikut berteduh dibawah payung yang sama.
   
    Keduanya berjalan melintasi area parkir dan melewati trotoar sejauh beberapa meter sebelum akhirnya menyeberang jalan, mereka memasuki sebuah cafe yang ada di sisi jalan itu-- Aurora Coffee Shop.

Mata mereka celingukan sebentar untuk mencari tempat duduk, sebelum akhirnya sang gadis disamping Jinan menemukan meja kosong di sudut ruangan.
   
    "Disana aja gimana, Kak?" tanyanya. Jinan langsung mengangguk, "oke, kamu mau pesen apa?"
   
    "Kek biasanya aja."
   
    "Yaudah, kamu duduk dulu aja, biar kakak yang pesenin."
   
    Jinan lantas berjalan ke meja kasir untuk memesan. Americano panas, caramel macchiato, satu strawberry cheese cake, dua pudding, dan satu red velvet cake Jinan pesan pada seorang gadis yang melayaninya hari ini. Sebenarnya, gadis yang sama dengan yang menerima pesanannya kemarin, dan kemarinnya lagi. Sampai-sampai sang pelayan hapal pada wajah Jinan yang juga terlihat mudah dikenali karena keren dan ayunya.
   
    "Itu aja, Bos?" tanya sang pelayan. Jinan mengangguk dan menunggu billnya langsung.
   
    "Semua 278 ribu, Bos. Ada tambahan?"
   
    Jinan mengeluarkan dompet dan mengulurkan kartu debitnya pada sang pelayan, "itu adek aku mau pake Wi-Fi, ada biaya tambahan, kah?" tanya Jinan.
   
    Sang pelayan tersenyum, "Wi-Finya gratis, kok, Bos."
   
    "Oke, baiklah. Aku tunggu disana, ya?"
   
    "Siap, Bosku!"
   
    Saking seringnya Jinan datang kesini, para pelayan menyapanya dengan sebutan 'Bos', karena Jinan kalau memberikan tip benar-benar loyal.
   
    Tak berapa lama Jinan menunggu bersama sang adik, makanan mereka datang. Dengan sedikit mengobrol, keduanya nampak hangat menghabiskan waktu ditengah hujan yang mengguyur deras di luar.
   
    Jinan menatap sang adik yang nampak menikmati kue red velvetnya. Ia sedikit menyipit saat menatap Marsha, "enak banget, ya? Sampe merem-merem gitu makannya," tanya Jinan.
   
    Marsha, adik Jinan itu langsung membuka mata ketika menyadari sang kakak menatapnya sejak tadi.
   
    "Enak bet, Kak. Tau makanannya enak gini aku mau diajak Kak Jinan kesini tiap hari," jawab Marsha sambil menyuap red velvetnya lagi.
   
    "Ya ntar kita kesini sering-sering."
   
    Marsha lantas menaikkan alis tebalnya, menatap sinis pada sang kakak yang tiba-tiba tersenyum sendiri.
   
    "Seneng lah Kak Jinan ngajak aku kesini sering-sering. Kakak pasti mau modus, kan?" Marsha menatap Jinan penuh selidik. Pasalnya Jinan diketahui sering datang ke kafe ini bahkan sudah menjadi langganan Jinan tiap pulang kerja.
   
    "Apaan, sih, Cha? Emang enak kan makanannya? Nah, Kakak juga suka kesini karena makanannya enak."
   
    Marsha masih tidak mau menyerah menggoda kakaknya, ia tersenyum miring saat mengetahui ada semburat merah di wajah ayu kakaknya itu.
   
    "Boong, kata Kak Chika Kak Jinan sering liatin yang punya kafe kan kalau disini?"
   
    "Kamu lebih percaya Chika Jablay daripada aku, Dek? Hm, cukup tau aja deh."
   
    Marsha hendak membalas debatnya dengan Jinan tapi matanya tiba-tiba langsung melihat ke belakang, ke arah pintu masuk, "eh, itu bukan Kak yang punya kafe?"
   
    "Mana?" Jinan langsung menoleh ke arah yang Marsha tunjuk, tapi ia tidak melihat orang yang dimaksud sang adik. Matanya menyipit ketika menyadari Marsha mengerjainya.
   
    "Hahaha! Tuh, kan! Udah ketebak Kak Jiban, mah, pasti cuma mau modusin cewek cakep. Hahaha!"
   
    Marsha tertawa lepas saat melihat ekspresi Jinan yang terlihat lucu saat ia buru-buru menoleh tadi. Sungguh ia selalu suka jika menggoda sang kakak seperti ini.
   
    "Dah diem, katanya mau ngerjain tugas?" Air muka Jinan berubah jadi kesal karena ulah sang adik. Beruntung kafe ini sedang sepi, jadi tidak ada hal memalukan yang bisa menimpa Jinan saat ini.
   
    "Lagi makan, nih. Ntar aja lah."
   
    "Hm..."
   
    "Dih, jadi manusia es lagi dah, tuh."
   
    Saat acara makan kue itu sudah selesai, Marsha lantas membuka laptopnya dan mengeluarkan beberapa buku. Ia juga melepas cardigan hitam milik Jinan dan langsung menampakkan seragam SMAnya. Tadi memang Jinan habis menjemput Marsha di sekolah dan langsung kesini untuk mampir makan.
   
    Ketika Marsha hendak mencari sesuatu lewat google, ia baru sadar kalau Wi-Fi disini ada passwordnya. Marsha kemudian mendongak menatap Jinan yang masih sibuk dengan ponselnya juga.
   
    "Kak? Password Wi-Finya apa?" tanya Marsha.
   
    "Loh, emang ada passwordnya?" tanya Jinan balik tanpa mengalihkan pandangan dari gadgetnya sendiri. Marsha mengangguk walau Jinan pasti tidak menyadari gerakannya itu.
   
    "Yaudah kamu tanya aja ke pelayannya. Tadi Kakak dah bilang kok ke mereka."
   
    "Oke, Brodi."
   
    Sedekat itu Jinan dengan sang adik. Mungkin jika tanpa seragam dan blazer kantor yang membedakan pakaian keduanya, orang-orang akan mengira mereka adalah sahabat yang sedang nongkrong berdua di kafe.
   
    Jinan Safa Safira, gadis yang baru lulus kuliah tahun lalu tersebut merupakan gadis paling hangat yang pernah Marsha kenal. Meski diluar terlihat sangar, tapi hati Jinan sangatlah lembut apalagi jika itu menyangkut adik-adiknya. Sekarang ia bekerja di perusahaan sang ayah, bukan sebagai manager atau posisi tinggi lain, tapi Jinan hanya menjadi karyawan biasa. Ia tidak ingin menggunakan kedudukan sang Ayah yang menjadi CEO untuk mempermudah jalannya. Satu-satunya privilege yang Jinan gunakan adalah meminta waktu untuk menjemput dua adiknya pulang kuliah dan sekolah.
   
    Marsha Lenathea, anak ketiga sekaligus adik bungsu Jinan. Wajahnya bisa memiliki aura Jepang karena keturunan dari sang kakek. Gadis baik yang pernah kalian temui, namun sering jahil pada Jinan apalagi jika sudah berkolaborasi dengan kakak keduanya.
   
    Kini Marsha sudah sampai di meja kasir, tidak ada orang yang menjaga makanya dia sedikit celingukan untuk mencari salah satu pelayan. Dan saat ia melihat siluet seseorang tengah lewat dari jendela kecil yang tersambung ke dapur, Marsha langsung memanggilnya.
   
    "Permisi, Kak?"
   
    Mendengar itu, gadis yang ada di dapur itu langsung keluar dari ruangan tadi dan menuju ke arah Marsha.
   
    "Ada yang bisa dibantu, Kak?"
   
    Tadinya Marsha menggunakan masker karena jujur ia sedikit malu. Tapi melihat pegawai ini tersenyum ramah padanya, Marsha langsung melepas masker dan menampilkan senyumnya, "eng-- maaf, Kak. Mau tanya password Wi-Finya apa, ya?"
   
    Gadis yang ada dibalik meja kasir itu sedikit terpana melihat Marsha yang cantiknya bak Dewi.
   
    "Kak?" Merasa dirinya tidak diacuhkan, Marsha menatap lekat pada gadis itu yang terlihat melamun di depannya.
   
    "Subhanallah..." Pelayan itu justru mengucap kalimat memuji keindahan Tuhan saat Marsha kembali memanggilnya.
   
    "Emm.. Kak?"
   
    Di belakang, teman gadis itu melihat partnernya yang tak mengacuhkan pelanggan, dengan wajah kesal ia datang menghampiri mereka dan langsung menepuk bahu gadis itu dari belakang dengan keras.
   
    "Woy, Ngab! Ngapain lo?! Itu ada pelanggan tanya bukannya dijawab, malah ngelamun!" Marsha melihat gadis yang baru datang ini, di apronnya tertulis Aurora's Crew sebagai logo kafe ini dan sebuah nama bertuliskan 'Adel' di dadanya.
   
    "Maaf ya, Kak? Emang agak laen ini anaknya. Ada yang bisa saya bantu?"
   
    "Eh.. i-iya ini Saya mau tanya password Wi-Fi disini apa ya, Kak?" tanya Marsha. Gadis bernama Adel tersebut lantas tersenyum, "oh, passwordnya 'Subhanallah Bosku' gitu mbak, pake huruf kapital semua terus spasi satu," jawab Adel.
   
    Marsha mengangguk, ia kemudian mengetik apa yang dikatakan gadis itu dan dengan sekali coba, ia berhasil menyambungkan ponselnya dengan Wi-Fi disini.
   
    "Oh iya, udah bisa, Kak. Makasih, ya?"
   
    Adel mengangguk, "siap, Kak."
   
    Akhirnya Marsha kembali ke tempat duduknya lagi bersama Jinan. Sementara Adel masih bingung melihat gadis tadi yang sekarang malah senyam-senyum sendiri.
   
    "Lo kenapa, deh, Ngab? Sumpah serem gue liat lo gini," tanya Adel.
   
    Ketika Adel hendak kembali ke dapur, tangannya ditahan oleh gadis itu hingga membuatnya kembali menoleh, "nape lo?"
   
    "Del? Sumpah, gue abis dari surga, Del," racaunya, alis Adel sontak naik karena mendengar ucapan tidak jelas dari gadis itu.
   
    "Apa sih, anjing, ga jelas."
   
    "Del, gue abis liat bidadari, masa."
   
To be continue...

𝐏𝐥𝐚𝐲𝐢𝐧𝐠 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐅𝐢𝐫𝐞 | 𝐂𝐢𝐍𝐚𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang