15. Rindu dan Temu dalam Dusta

1.3K 167 12
                                        

Beberapa hari berlalu, dan Jinan benar-benar menjauhi Cindy selama itu. Jangan tanyakan bagaimana sakitnya hati Jinan saat melihat pesan-pesan Zee yang mengabari kalau Cindy sedang tidak baik-baik saja, tapi tidak banyak hal yang bisa ia lakukan karena ini demi kebaikan semua orang. Meski harus mengorbankan perasaannya sendiri.

Jinan juga menyuruh Chika dan Marsha untuk diam dan tidak mengurusi hubungannya dengan Cindy lagi. Keduanya bingung karena tidak mungkin Jinan membenci Cindy begitu saja. Tapi mereka tetap menghormati keputusan Jinan.

Lalu bagaimana dengan Cindy?

Keadaannya semakin memburuk karena Reyhan terus memojokkannya. Sampai di hari pesta datang, Cindy tidak bisa memberi kabar gembira untuk Reyhan. Dan jadilah malam itu Cindy bersama sang suami berangkat ke acara pesta dengan saling diam karena sejak di rumah Reyhan sudah kesal padanya.

Di pikiran Reyhan hanya ada gengsi, semua rekan kerja seumurannya sudah memiliki bayi yang menggemaskan. Hanya dirinya yang masih belum memiliki momongan. Lalu ia berpikir bahwa sang Bos pasti akan menanyakan tentang itu, mau bilang apa ke beliau nanti?

"Nanti Bos bakal panggil kita, jadi jangan jauh-jauh dari aku," ucap Reyhan. Cindy mengangguk saja untuk menjawab pria itu.

Acara pesta ini diadakan secara besar-besaran dan mengundang seluruh pegawai kantor dan +1 mereka masing-masing. Entah kenapa Kinan ingin semua orang tahu kalau Jinan adalah anaknya malam ini. Jadi acara diadakan dengan sangat meriah di ruang serbaguna Mahagita Corp.

Cindy kemudian duduk di sebuah meja bundar di salah satu sudut hall saat Reyhan tengah asyik mengobrol bersama salah seorang rekannya. Matanya celingukan untuk mencari keberadaan Jinan, ia tahu gadis itu pasti ada disini. Beberapa hari tidak bertemu membuat Cindy merasa rindu padanya, apalagi Jinan seakan menghilang dari hari-hari Cindy begitu saja setelah kejadian di Aurora kafe malam itu. Cindy justru takut kalau sampai Jinan sakit hati dan benci padanya.

Di sisi lain hall itu, Jinan berdiri dengan segelas minuman di tangan kanannya. Ia berdiri bersama Aya yang juga berdandan formal malam ini, lengkap dengan sebuah earpiece di telinganya, nampak sangat keren berjajar dengan Jinan.

"Baru juga 4 hari, dah kangen lo sama dia?" tanya Aya. Tadi Jinan sempat melihat Cindy dengan balutan dress berwarna peach yang membuatnya nampak anggun. Aya juga menyadari arah pandang Jinan, lantas paham dengan situasinya.

"Ga bisa munafik gue, Ay. Lo tau kalau gue udah jatuh cinta bakal kaya gimana," ucap Jinan sambil matanya masih fokus pada Cindy di seberang sana.

"Masalahnya ini pertama kali lo jatuh cinta sampe bego kek gini, Nan. Seumur-umur gue hidup dan kenal sama lo, lo ga pernah tuh ngadu ke gue soal cinta. Baru sama si Cindy ini."

Benar ucapan Aya, Jinan merasa kalau Cindy begitu istimewa sampai-sampai semua orang ia buat bingung dengan perasaannya sendiri.

"Pegawai di kafe dia bilang kalau suaminya sering bikin dia nangis, Ay. Apalagi selama gue ngilang dari hidup dia."

"Yang mana sih orangnya?" Aya sedikit memfokuskan mata pada beberapa orang yang ada di dekat Cindy.

Jinan kemudian menunjuk pada satu lelaki berkulit hitam manis, kumis tipis menghiasi sela bibir dan hidungnya, juga rambut yang nampak rapi dengan jambul sedikit tinggi.

"Buset, kek jamet. Kerenan juga gue," ucap Aya. Jinan mengangguk, setuju kalau ia tidak ada apa-apanya bahkan jika dibandingkan dengan Aya.

"Eh, tapi gue kek pernah liat tu orang, Nan."

Gadis itu menyipitkan mata, mengingat-ingat dimana dan kapan ia pernah melihat pria itu. Nampak familiar di ingatan Aya, tapi bagaimana bisa?

"Jinaaannn..."

𝐏𝐥𝐚𝐲𝐢𝐧𝐠 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐅𝐢𝐫𝐞 | 𝐂𝐢𝐍𝐚𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang