22. Now Burn, Baby! Burn!

1.5K 122 16
                                    

Pagi harinya, Jinan telat bangun lagi.

Ia terlalu lelah semalaman bermain dengan Cindy, padahal hari ini ada meeting penting untuk para petinggi perusahaan. Dan alhasil, ia terburu-buru bersiap-siap bahkan tidak menghiraukan untuk mandi.

"Sayang? Kok ga bangunin aku, sih?!" Kakinya melangkah cepat ke lantai satu, ia melihat Cindy sudah berdiri di dapur dengan apron menghiasi bagian depan tubuhnya. Ya, ia tengah memasak untuk sarapan mereka hari ini.

"Apaan, aku udah bangunin kamu dari adzan subuh ya, Nan. Tapi kamu bilang '5 menit lagi, Sayang', yaudah aku bangunin kamu tiap 5 menit tapi ga bangun-bangun juga."

Dengan terburu-buru Jinan meminum susu yang sudah bidadari itu siapkan diatas meja. Sudah jam 7 lebih 10, ia takut terlambat tapi tidak ingin melewatkan sarapan dengan Cindy untuk pagi ini.

Papa Kece is calling...

Jinan mendelik saat melihat ponselnya berdering dan menampilkan nama papanya disana. Ia pasti akan kena marah jika ketahuan telat datang untuk rapat penting pagi ini. Apalagi ia tidak pulang semalam.

"Aduh, mampus!" Ia ragu untuk mengangkat telepon itu.

"Siapa yang telepon, Nan?" tanya Cindy saat mendengar dering ponsel Jinan yang tidak kunjung berhenti, pertanda tidak diangkat oleh si empunya handphone.

"Papa, Sayang. Aduh, pasti kena marah nih aku."

"Angkat, deh. Siapa tau penting, kan?"

Mendengar sang kekasih sudah bertitah, Jinan lantas menurut. Ia menggeser tombol hijau itu ke atas dan memejamkan mata karena takut Kinan berteriak padanya. Dan benar saja, pria itu langsung memanggil Jinan dengan suara falsettonya.

"Baru bangun kamu?!" tanya Kinan dari ujung sana.

"E-engga, Pa. Ini... Ini lagi sarapan."

"Tidur dimana kamu?! Kenapa ga pulang?!"

"Di rumah Jinan, Pa."

Well, Kinan tahu kalau anaknya membeli rumah itu bahkan saat baru masuk di Mahagita Corp. Dengan uang siapa? Uang Jinan sendiri, hasilnya menabung dari uang jajan sejak SMP. Jangan remehkan uang jajan Jinan, okay?

"Sama siapa?!"

Kinan ini seperti sangat protektif pada anak-anaknya, jadi wajar jika pertanyaan seperti ini selalu terdengar saat anaknya ada yang keluar dari aturan.

"Sama Cindy, kok, Pa." Jinan jujur saja, toh sepertinya orang tuanya bisa percaya jika mengetahui Jinan bersama Cindy, anak sahabatnya. Entah bagaimana nanti jika Kinan tahu anaknya jadi selingkuhan istri orang.

"Jam 8 udah di kantor, ya? Papa kena macet, jadi meetingnya Papa delay."

Gadis itu menghela napas karena meetingnya ditunda sendiri oleh sang papa. Ia jadi tidak perlu memikirkan tentang terlambat atau tidak, jarak kantor dari rumah barunya juga lebih dekat jika dibandingkan dari rumah Kinan.

"Ah, syukur deh, Pa. Jinan barusan buru-buru."

"Gausah buru-buru, kamu sarapan aja dulu. Yang penting jam 8 udah stand by."

"Iya, Pa."

"Yaudah, Papa tutup. Salam buat Cindy disana."

Setelahnya Jinan menelepon Celine untuk menanyakan materi yang akan mereka pakai untuk meeting nanti sambil menunggu Cindy selesai memasak.

Tak butuh waktu lama untuk sepiring pancake dengan siraman madu Cindy sajikan untuk Jinan. Sebenarnya cuma itu bahan yang bisa dimasak disini, mungkin Jinan lupa untuk mengisi kulkas dan dapur dengan bahan makanan.

𝐏𝐥𝐚𝐲𝐢𝐧𝐠 𝐖𝐢𝐭𝐡 𝐅𝐢𝐫𝐞 | 𝐂𝐢𝐍𝐚𝐧Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang