Kepulangan tuan putri disambut dengan ledakan kelegaan para Pramu. Kami meloncati sesi saling-menyalahkan-diri-sendiri karena Embuni ingin secepatnya memastikan bahwa Manda sungguhan baik-baik saja, bebas dari segenap ancaman kematian.
Lecet dan air mata seharusnya tidak mengancam nyawa, sih. Terlebih lagi, aku tahu bahwa Putri Lenavern baik-baik saja setelah penculikan dari alur novelnya. Tapi biarlah Embuni menjadi Embuni; seorang gadis baik hati yang menjaga sahabatnya tidak terancam mati.
Ketika aku melihat Embuni dan Araistasi merengkuh Manda, lepas dari gelar putri yang tidak bisa disikapi setara ... hampir-hampir aku merasa kelegaan ini adalah kedamaian abadi yang tak perlu diotak-atik lagi.
Hampir-hampir aku berpikir percakapanku dengan Manda di setengah perjalanan berkuda itu tidak nyata.
Satu-satunya yang dibutuhkanku adalah berbaring istirahat dan memejamkan mata sejenak, tapi Remikha dengan begitu murah hatinya tidak mengabulkan. Kira-kira begini skenarionya;
"Hei, apa yang mau kau lakukan?"
"Hah?" Aku berbalik dan berhenti di depan daun pintu, belum sempat meraih pegangannya. Seharusnya aku tidak usah berhenti. "Aku tidak terluka, jadi aku mau istirahat sebentar di kamarku-"
"Siapa bilang kau bisa istirahat?"
"Kau bercanda?"
"Aku serius." Remi pun membuktikannya dengan menyeretku ke sepanjang lorong yang menjauhi kamar surgawiku. "Kau harus ikut denganku dan Hancya untuk membuat segala laporan tentang insiden hari ini berkat keteledoranmu sendiri."
Di ruangan neraka, Hancya menyapa dan menepuk-nepuk bahuku, berkata, "Ini kesibukan yang menyehatkan, kok" sebagai penyemangat yang payahnya tiada dua.
Satu-satunya yang kubutuhkan cuma istirahat, dan aku mendapat seabrek tugas karena berani-beraninya berharap. Suatu hari, aku akan membalas dendam semua kesibukan ini dan hanya hidup untuk diriku sendiri.
***
Pagi yang cerah mulai beranjak siang. Bagusnya, iklim Raharnias tidak pernah membiarkan cahaya matahari terasa terik. Penerangan alami yang membias dari balik kaca jendela dan menimpa tanganku serta kertas-kertas yang sedang kupegang pun tidak terasa membakar. Aku tidak tahu mana yang bakal lebih gawat kalau terbakar; tanganku sendiri, atau kertas yang sedang kuacak-acak ini-berkas laporan semua prahara istana dari hari ini ke belakang.
Bermain dengan kertas memang ranah tugasnya Hancya, dan Narai sedang dalam mode istirahat tanpa bertugas-atas suruhan Embuni, menjawab permohonanku semenjak menyelamatkan tuan putri dari penculikan.
Kesimpulannya, hari ini adalah me time Raven.
Ha ha, me time macam apa yang dihabiskan bersama dokumen istana demi memastikan di timeline mana saat ini aku berada?
Setidaknya, saat ini aku sudah selesai. Tanganku-tangan Narai-yang cekatan segera membereskan segala dokumen rahasia kerajaan seperti semula. Kau tahulah, pokoknya sampai seolah-olah tidak ada satu pun berkas yang bersekongkol menemani me time menyedihkanku.
Oke, waktunya berhenti mengasihani diri sendiri. Aku menata langkah di lorong-lorong istana yang bermandikan cahaya keemasan, memikirkan informasi dari berkas-berkas tadi yang mengerucut menjadi satu titik dalam timeline alur novel. Sekarang, aku masih berada di fase awal, menuju konfrontasi pertama dengan Lumuxin. Meski kubilang awal, alur ini sebenarnya lumayan cepat. Sat-set-sat-set. Tapi ternyata, masih ada jeda bagi Narai, yakni hari ini; ketika surat dokter Embuni menyuruhnya istirahat, berkedok peran menjaga istana, sementara Pramu lainnya berderap lengkap mengawal Putri Lenavern ke perbatasan yang sedang ada sengketa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Staring Happy Ending
FantasySudah susah payah dapat hadiah kehidupan kedua setelah kehidupan awalnya yang payah, kenapa Raven tanggung sekali cuma menjadi seorang tokoh figuran di dunia novel fantasi hidden gem favoritnya? Baiklah, bukan masalah. Tapi saat tokoh utama yang d...