Kita belum bicara mengenai Navlaru, tapi aku sedang tidak punya waktu.
Bicara tentang waktu, hari memang masih senja saat kunjungan itu dilaporkan. Masalahnya, kami tidak menerima pemberitahuan apa-apa soal kunjungan ini. Kami belum menyanggupi untuk menerima kunjungan secara resmi. Bisa dibilang, Navlaru adalah tamu tak diundang.
"Persetan dengan etika formalitas," desis Remikha. "Putri Lena, kusarankan untuk mendengarkan dulu maksud mereka sampai melangkahi prosedur resmi. Kita bisa mengusir mereka kapan saja."
"Etika formalitas itu persetan," cetus Remikha. "Masalahnya adalah alasan apa yang mereka bawa sampai rela melangkahi etika. Kalau mau mengusir, kita lakukan setelah memastikan mereka hanya membawa omong kosong."
Embuni menyela, "Tidak sesederhana itu. Membukakan gerbang adalah sebuah simbol krusial. Harga gerbang terbuka Raharnias akan jatuh di mata kerajaan lain, begitu mereka tahu bahwa kita bagaimanapun juga mau membukakan gerbang, bahkan bagi kerajaan yang tidak punya sopan-santun bertamu."
Sebelum keduanya menggelar debat resmi dan membagi kami menjadi dua kubu, aku segera melakukan peran Narai untuk melerai, "Dengar, pendapat kalian berdua benar. Navlaru tidak mungkin sekadar membawa nyali kemari. Membukakan gerbang demi mencari tahu alasan mereka adalah risiko kita, dan kuaykin Navlaru tahu itu."
Seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya, aku menoleh pada Manda. "Tuan Putri, bagaimana?"
Inilah salah satu dari yang harus kulakukan... .
"Kita akan menyambut Navlaru. Aku meminta tolong agar kalian terus menjaga kewaspadaan. Siapkan komando siaga pada para prajurit. Beritahu Navlaru bahwa membukakan gerbang tidak sama dengan menerima."
"Baik!"
***
Nah, selagi berderap mengoordinasi penyambutan manis teruntuk tamu tak tahu sopan-santun kami, mungkin aku punya sedikit waktu untuk orientasi tamu satu ini.
Navlaru, menurut peringkat kasar, ada di tempat kelima—setelah Hauridea dan sebelum Lifanya. Eksistensinya seperti baru muncul senja ini, bum, kami ada di depan pintu! Sayang sekali, Navlaru bukan kerajaan plot hole. Menjadi ikan transparan yang tidak ketinggalan arus sungai di antara berenangnya ikan-ikan lain, semata-mata adalah sifat alamiahnya.
Ini berkaitan erat dengan bidang apa Navlaru berjodoh; pendidikan. Navlaru adalah kerajaan dengan akademi terbaik, dengan sistem edukasi pencetak sumber daya manusia berkualitas, dan rumahnya segala wawasan.
Berprinsip bahwa pendidikan adalah moral negeri yang harus dijunjung tinggi, Navlaru praktis adalah kerajaan yang paling hati-hati dan penuh perhitungan. Peran favorit mereka adalah pengamat, yang terus mempelajari situasi dalam bingkai raksasa untuk didokumentasi dalam gudang arsip mereka.
Seolah lupa bahwa mereka juga termasuk di dalam bingkai raksasa itu.
Dan di sinilah kerajaan kelewat ambis belajar itu sekarang; di depan pintu Raharnias. Dengan kata lain, mereka sudah memutuskan untuk berpartisipasi dalam zona rawan perang—dan inilah langkah pertama mereka.
"Salam, selamat senja, Tuan Putri Lenavern."
Seorang pangeran dan seorang putri. Itulah paket perwakilan yang kami dapatkan. Keduanya tersenyum selaras, saling melengkapi, dengan gestur setenang air mengalir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Staring Happy Ending
FantasySudah susah payah dapat hadiah kehidupan kedua setelah kehidupan awalnya yang payah, kenapa Raven tanggung sekali cuma menjadi seorang tokoh figuran di dunia novel fantasi hidden gem favoritnya? Baiklah, bukan masalah. Tapi saat tokoh utama yang d...