26 | Dengan Senang Hati, Putri Merah Darah

17 4 0
                                    

Oke, mari kita tidak mengutamakan penjelasan soal julukan Boneka Salju di episode kemarin untuk pangeran tunggal Lumuxin. Tidak juga soal, namanya sungguhan cuma Rui plus marga kerajaan? atau, dia anak tunggal? maupun eh, bisa-bisanya ternyata itu julukan buatanmu sendiri, Raven?

Oke—tunggu, aku baru mau bilang kalau itu julukan pribadiku untuk si pangeran kerajaan mecha. Kenapa? Baca kembali kalimat pertama. Sama-sama.

Lagipula, mana mungkin si pangeran sungguhan muncul menyambut. Ini dini hari. Oh ya, kita bisa protes soal protokol formalitas, sekadar basa-basi minum kopi untuk tidur lagi, tapi merekalah tuan rumahnya. Soal formalitas, sambutan yang menggantikan kehadiran si pangeran pun setimpal.

Begini, kami tidak mungkin menumpang di istana. Sebagai gantinya, para pengawal berkuda putih dan sepasukan pelayan mengarahkan kami untuk menginap di vila kerajaan yang masih satu kompleks dengan istana. Bangunannya sama megah, jadi tidak akan ada tamu yang keberatan menghargai privasi kerajaan tuan rumah dengan bangunan vila dan istana yang benar-benar terpisah—maksudku, tidak ada lorong penyambung apa pun antara vila dan istana.

Setidaknya, yang di permukaan. Coba tanyakan pada tikus mondok, barangkali ada jalan rahasia di bawah tanah, siapa tahu?

Sambutan keren tidak akan terhalangi waktu yang masih dini hari. Kalau kau jadi pangeran, kau bisa menggadai kantuk dan jatah tidur orang lain untuk menyambut tamu kerajaanmu. Begitulah. Mereka memanfaatkan dini hari yang remang untuk mengadakan atraksi lampu-lampu bercahaya lembut aneka warna, memanfaatkan pula kesunyian dini hari untuk membuat suasana khidmat dari musik elegan yang bermain.

Pelayanan sempurna Lumuxin—yang bagaimanapun juga masih manusia dan bukan robot-robot maid—mengantarkan kami ke kamar-kamar yang telah ditentukan. Vila Lumuxin lebih dari sekadar besar; kami dapat kamar sendiri-sendiri. Tentunya tetap terdekat dengan kamar si tuan putri.

"Selamat malam, Narai." Begitulah Manda bergantian keceplosan berkata kepadaku serta Remikha dan Araistasi, bukti bahwa rasa lelahnya mengalahkan rasa antuasiasnya mengeksplorasi ranah informasi baru made in isekai.

Yah, seharusnya dalam novel, Lenavern tidak tidur dan mengisi narasi sampai pagi dengan monolognya. Tapi biarlah. Apa yang bisa salah dari membiarkan Manda tidur beberapa jam? Toh, ada aku yang akan mengambil alih perannya untuk overthinking.

Saat ini, begitu merasakan sendiri suasana nyata vila Lumuxin, aku pun memahami kenapa si tuan putri di novel asli bisa sibuk overthinking sampai pagi. Dengan waktu dini hari yang sunyi, di kompleks istana yang terisolasi secara elit, tingkat pencahayaan lampu yang masih minim ... hawa-hawa vila ini sungguhan mencurigakan.

Seperti hint gratisan tentang apa yang akan terjadi ke depannya.




***




Tuan Putri.

Suara itu bergema, merasuki dan memenuhi kepalaku. Tapi itu bukan suaraku. Bukan suaraku yang seharusnya jadi satu-satunya suara yang bisa bicara balik kepadaku.

Putri Lena.

Bukan suaraku. Keadaan macam apa pula ini? Seharusnya aku tidak sedang sekarat, dan aku masih ingat segala-galanya. Suara siapa—atau malah apa, itu?

Lena.

Siapa yang sekiranya bakal terus-terusan memanggil Lenavern seperti ini?

Harus lindungi.

Stay Staring Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang