24 ; Gertakan

59.2K 5.6K 247
                                    

MENURUNKAN EGO SUPAYA Gemala bersedia mempertahankan pernikahan, mereka bilang?

Orang naif mana yang berujar bahwa permintaan maaf saja dapat meluluhkan kepala bebal wanita itu?

Bagaimana bisa dia mendengarkan saran dari orang yang sudah gagal mempertahankan pernikahan semacam Adit?

Selepas kepergian Gema, Gala menahan diri untuk tidak menonjok cermin yang ada di kamar mereka. Kepalanya pening. Dadanya bergemuruh. Gejolak emosi masih membakarnya. Penolakan Gema masih amat sulit diterima. Mengapa pula dia harus melibatkan diri pada masalah semacam ini?

Gala meneguk air mineral yang baru saja dituangnya. Dia menarik napas dalam selagi berusaha untuk mengosongkan pikiran.

Melibatkan banyak perasaan untuk menyelesaikan permasalahan nyatanya tak begitu berguna. Dia sudah sangat berhati-hati untuk membujuk. Dia sudah memberi keleluasaan bagi Gema untuk menuturkan keinginannya terhadap pernikahan mereka. Ucapannya sudah sangat jelas. Dia akan memenuhi semua keinginan Gema. Namun, apakah perempuan itu mendengarnya? Apakah perempuan itu mau membenahi pernikahan mereka?

Gema hanya terus menandaskan bahwa jalan keluar dan solusi yang dia inginkan adalah perceraian. Harus berapa kali dia memberitahunya bahwa gugatan cerai yang telah diajukan takkan memutus ikatan pernikahan mereka?

Penolakan sang wanita kembali terngiang di kepala. Gala menarik napas kasar sebelum beranjak dari dapur. Dia memegang segelas anggur selagi menapakkan kaki menuju balkon kamar. Telapak tangannya menggenggam ponsel. Dia menekan tombol panggil untuk menghubungi seseorang.

Begitu sambungan telepon diterima, dia langsung bertanya, "Dia sudah sampai di apartemen?"

Suara seorang laki-laki paruh baya langsung didengarnya.

"Sudah, Pak. Saya tadi lihat nyonya sama Den Rafa sudah masuk apartemen."

Gala memandang langit hitam yang masih menitikkan hujan.

"Kirim alamat apartemennya ke saya," timpal Gala.

Begitu Pak Asep mengiakan, Gala kembali bertanya, "Seminggu kemarin, apa yang kamu dapat waktu mencari apartemen Gema?"

"Nggak banyak, Pak. Nyonya nggak begitu sering keluar," terang sang supir. "Kalau pagi nyonya mengantarkan Den Rafa ke sekolah, seperti biasa. Kalau siang, nyonya juga jemput Den Rafa. Saya mungkin nggak begitu teliti buat memantau keberadaan nyonya, tapi saya yakin seminggu ini nyonya memang nggak banyak keluar apartemen. Terakhir keluar cuma tadi, waktu mau ke rumah buat jemput Den Rafa. Sebelum sampai rumah, nyonya sempet mampir ke tempat lain."

Gala mengerutkan kening samar.

"Tempat lain?"

Pak Asep mengulang penjelasannya.

"Iya, Pak, tempat lain. Kalau tidak salah nyonya mengunjungi kantor besar gitu. Namanya firma ... firma INT? Anu, ada Bahasa Inggrisnya, saya lupa."

"INT Law Firm?"

"Nah, iya, Pak. Saya lihat nyonya bincang-bincang sama laki-laki, orangnya kurus, tinggi, kacamataan," terang Pak Asep. Dia terdiam sesaat, kemudian dehaman rendahnya terdengar. "Anu, itu, nyonya kelihatan akrab juga sama laki-laki itu, kayak udah kenal lama."

Gala tidak meminta penjelasan lebih jauh. Dia memberi tahu Pak Asep untuk segera pulang saja. Selepas sambungan telepon selesai, dia kembali menyesap bir di gelasnya. Dibandingkan beberapa saat lalu, kini ekspresinya kembali tak terbaca. Dia menghabiskan minuman beralkohol itu sebelum beranjak menuju ruang kantor pribadinya.

Layar komputer dihidupkan. Gala mengetik nama firma yang sempat disebut dalam sambungan telepon. Dia membuka situs web firma tersebut guna membaca jejeran pengacara yang bekerja di sana.

Gugat. [END - Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang