22 ; Usaha

57.3K 5.9K 227
                                    

SURAT PEMBERITAHUAN TENTANG penundaan persidangan hingga bulan esok masih tidak masuk akal bagi Gema. Awalnya, ketidakhadiran tergugat hanya mengakibatkan sidang diundur hingga dua minggu ke depan. Bagaimana bisa tiba-tiba persidangan ditunda hingga bulan depan?

Alasan kondisi kesehatan hakim yang memburuk sangatlah mencurigakan. Jika memang hakim persidangan mereka sedang sakit parah, kenapa persidangan tidak dialihkan ke hakim lain?

"Kata mereka, penurunan surat tugas ke hakim lain jauh lebih lama. Kasus yang mereka tangani bulan ini udah numpuk, jadi harus diundur sampai bulan depan," jelas Wira, pengacaranya, melalui sambungan telepon. "Kabar baiknya, gue udah dapat pemberitahuan kalau kuasa hukum Sagala udah sempat datang ke pengadilan. Jadi, meskipun ditunda, sidang bulan depan udah dipastikan jalan."

"Lo yakin kabar penundaan itu cuma kebetulan?" timpal Gema saat itu juga. "Pengacara dia udah muncul, terus tiba-tiba sidang diundur?"

Gema mendengar embusan napas panjang lawan bicaranya.

"Gue nggak tau pasti. Nggak baik kalau gue berasumsi macam-macam. Cuma ... ya gitu, kita berdua tau hal apa yang bisa dia perbuat kalau udah mau ngurus masalah hukum. Kita udah sama-sama berusaha, Gem. Gue bakal bantu lo, jadi it's alright. You got my back. Nggak apa-apa ditunda, asal nanti di hari persidangan kita yang diuntungkan."

Gema menggumamkan terima kasih sebelum menutup sambungan telepon. Pemberitahuan tersebut datang pagi tadi, tepatnya sehari setelah dia menghubungi Gala dan mendengarnya yang sedang mabuk. Momen asing itu masih lekat dalam benaknya. Gema sempat bertanya-tanya, apa gerangan yang membuat sang pria kembali menyentuh minuman yang paling dijauhi. Gala bukan sosok yang religius. Namun, dia juga bukan penggemar minuman keras, mengingat efek minuman keras yang bisa membuatnya kehilangan kewaspadaan.

Gema tahu, Gala tidak suka kehilangan kontrol terhadap dirinya sendiri. Mengapa pula dia sangat ceroboh dengan kembali menenggak arak pahit itu?

Apakah dia sedang mencoba menarik simpatinya?

Gema menutup layar laptop begitu melirik pada jam digital. Siang telah datang. Sudah saatnya dia menjemput Rafa.

Gema menghubungi nomor ponsel guru kelas Rafa. Dia bersiap-siap pergi selagi menunggu balasan.

Begitu siap untuk beranjak, Gema kembali membuka ponsel. Balasan yang didapatkan membuatnya mengerutkan dahi samar. Embusan napas pendek terlepas dari bibir.

'Oh, Rafael tadi sudah dijemput sopir, namanya Pak Asep. Rafael bilang kalau dia kenal Pak Asep, jadi saya biarin dia pulang. Apakah ada masalah, Bu?'

Gema membalas pesan dengan positif, tidak menyalahkan atau menyudutkan si guru. Lagi pula, bukan guru tersebut yang bersalah. Perangkap Galalah yang patut disalahkan. Apalagi yang diinginkan pria itu? Bukankah jalan untuk hubungan mereka sudah jelas?

Gema tahu, Gala tidak akan bertindak buruk kepada Rafa. Namun, bukan berarti Gema bisa membiarkan Rafa tinggal hanya dengan Gala. Dia tidak ingin berjauhan terlalu lama dengan sang putra. Gala seolah tahu bahwa Rafa adalah kunci agar Gema mau menemuinya.

Rayapan kesal itu mulai memenuhi dada. Gema menarik napas dalam. Dia kembali membuka ponsel, kali ini untuk mengirimkan pesan pada Pak Asep untuk menanyakan keberadaan Rafa. Ketika tahu bahwa Rafa sedang berada di rumah bersama Hasna, Gema mengembuskan napas lega. Kata Pak Asep, Gala masih belum pulang. Gema langsung mengiakan. Dia buru-buru bergegas keluar, ingin segera menjemput Rafa sebelum pria itu datang.

Telepon mendadak dari Wira, pengacara sekaligus teman dan rekan kerjanya, memaksa Gema untuk mengubah tujuan kepergian.

"Harus banget sekarang?" tanya Gema pada Wira. Saat itu, dia tengah mengendarai taksi. Wira mengiakan pertanyaannya.

Gugat. [END - Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang