GALA TERNYATA MAU menyudahi ciuman. Napas mereka memburu. Gema menyatukan dahi dengan sang pria. Dia mendengkuskan tawa, masih mencoba menstabilkan napas.
"Aku kira kamu lupa kalau kita masih di kantor kamu," ungkap Gema. Dia mengerling, menatap manik gelap suaminya. "Bakal repot kalau orang-orang tau direkturnya berbuat nggak senonoh di kantor perusahaan."
"Nggak akan ada yang tau," timpalnya, terdengar tidak peduli. "Nggak ada CCTV. Nggak ada yang liat." Dia sedikit menarik diri, lalu mengusap bibir bawah Gema yang lembap oleh ciuman mereka. Lipstik di bibirnya masih melekat sempurna, tak begitu terpengaruh oleh ciuman tadi. Gala menatap bibir ranum itu. "We can do more next time. Kalau aku nggak ada jadwal meeting penting sama investor."
Gema tersenyum geli. Dia mengembuskan napas pelan.
"Pede banget kamu, emangnya bakal ada next time?" Dia menatap sekitar, lalu melihat dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan kota sekaligus akses yang amat terbuka, di balik dinding kaca itu terdapat balkon kecil. Gema langsung menggeleng. "Aku nggak akan ke sini lagi," simpulnya.
Gala menatap dengan terhibur. Dia mendengkus pelan lalu menarik diri dan mengenakan kemeja yang sempat terlupakan. Pakaian tersebut tampak pas di tubuhnya, membalut postur gagahnya dengan sempurna.
"Aku tinggal telepon kamu buat ke sini lagi," balasnya, terdengar lebih tenang dibanding beberapa saat lalu. "Kamu mau menolak kalau aku minta bantuan?"
Kali ini giliran Gema yang mendengkus pelan. Dia menghampiri Gala dan ikut mengancingkan sisa kancing yang belum terpasang.
"Emangnya nggak apa-apa? Aku denger kamu udah punya perempuan lain di kantor," ungkap Gema tanpa selipan emosi, terdengar netral seperti biasa. "Direktur biasanya dekat sama sekretarisnya," tambah Gema.
"Gosip apa lagi yang kamu denger?" timpalnya datar, tak terkesan.
"Kamu yang nggak pernah dekat sama pegawaimu tapi tiba-tiba sering keliatan makan bareng sekretaris mudamu itu?" tanya Gema. Dia membenarkan kerah pakaian Gala, lalu mendongak, menatapnya lurus. Senyuman malas tersemat di bibir. "Alea, right? Dia manis. Masih muda dan penuh energi. Keliatannya, dia juga tertarik sama kamu, diliat dari reaksinya yang kayak mau nampar aku karena kamu rangkul-rangkul seenaknya."
Gala mengembuskan napas pelan.
"Dua bulan lagi dia resign. Kami cuma pernah makan malam sekali. Nothing more."
"Fancy dinner?" pancing Gema.
"Forced dinner," koreksi Gala. "Nunggu hujan reda dan aku belum makan siang."
Gema menaikkan sebelah alis.
"Aku nggak tau kamu tertarik buat sekalian makan malam bareng pegawai perempuan," ungkapnya. "It's kinda rare to see you make a move like that. Kamu tau dia tertarik ke kamu, 'kan?"
Gala menatap Gema sesaat, menimbang-nimbang.
"Kamu cemburu?"
Gema terdiam, lalu mengerjap. Dia melangkah mundur dan duduk pada punggung sofa.
"Sedikit. Gimana pun juga, hubungan kita pernah retak. Kamu juga bukan orang yang gampang dekat sama orang lain. Jadi, aku ikut penasaran kalau tiba-tiba kamu deketin orang duluan," terang Gema. "Mungkin ini salah satu insecurity-ku. Dulu aku nggak dekat sama kamu. Aku nggak tau kamu ngapain aja di luar, kenal sama siapa aja. Kita berdua juga cuma having sex sebulan sekali, kadang dua kali. Nggak akan heran kalau semisal kamu cari kepuasan dari perempuan-"
Hangat bibir itu membungkam mulutnya. Gema terdiam, cukup terkejut oleh kecupan yang mendadak datang.
"Aku keliatan kayak butuh perempuan lain?" tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gugat. [END - Telah Terbit]
RomantizmTelah diterbitkan - tiga chapter akhir dipindah pada platform karyakarsa ** Setelah menjalani pernikahan hampa selama hampir delapan tahun, Gema akhirnya mendapatkan alasan valid untuk mengajukan gugatan cerai pada sang suami, Sagala Caturangga. Ke...