"NANTI ... NANTI AKU sendirian," keluh Rafa pada Gema yang sedang mengancingkan pakaian untuknya. "Itu, kalau ke rumah eyang, aku sendirian, nggak ada temen yang aku ajak main," tambah Rafa, sedikit merengut.
"Nggak akan sendirian, Sayang. Bunda sama ayah 'kan juga ada di sana," tutur Gema. Dia menyisir rambut Rafa. "Nanti Rafa sama bunda, kayak biasa."
"Tapi, bunda bakal ikut ngobrol panjang," keluh Rafa lagi. "Aku bosen. Makan doang di sana."
Gema mengusap puncak kepala anaknya.
"Kita nanti ikut makan sebentar, abis itu bunda temenin Rafa main di taman belakang. Oke?" tawar Gema.
Rafa masih merengut, tidak begitu puas dengan penawaran ibunya. Gema menahan embusan napas pendek. Well, dia cukup mengerti perasaan anaknya. Dari anggota keluarga besar Caturangga, hanya ada tiga anak kecil. Itu pun Rafa masih yang tertua karena dua anak lainnya baru menginjak usia empat dan tiga tahun. Rafa bisa saja bermain-main dengan mereka. Namun, dia tidak cukup dekat dengan keduanya karena Gema dan masing-masing dari orang tua anak tersebut juga tak begitu dekat.
Gema menahan ringis ketika memikirkan ini. Di antara para keturunan Dierja Caturangga, Gala adalah cucu tertua sang pemilik Dikara Group dengan ayah yang merupakan kakak sulung dari ketiga anak Dierja Caturangga yang lain. Hubungan Hardana dengan saudara-saudaranya juga tampak renggang. Alhasil, tiap anak mereka—yakni Gala dan para sepupunya—menjadi tak begitu dekat.
Gema benar-benar menyayangkan hal ini. Kalau saja keluarga itu rukun, dia bisa mengenalkan Rafa pada saudara-saudara yang lain. Sayangnya, mereka semua susah didekati dan malah meremehkannya—karena dia hanya perempuan 'antah berantah'—sehingga susah juga buatnya untuk mencoba akrab.
"Anin dan Intan bakal ada di sana. Mereka pasti mau nemenin Rafa, dibanding ikut makan malam," ungkap Gala dari belakang.
Gema menoleh ke ambang pintu, mendapati sang lelaki yang sudah mengenakan kemeja kelabu dengan blazer berwarna gelap. Kancing blazer itu dibiarkan terbuka, memperlihatkan kemeja kelabu yang tampak pas pada tubuh gagahnya.
Gema kembali menatap wajah Gala, melihatnya yang sedang mengenakan jam tangan.
"Anin bukannya lagi di London buat cari kampus baru?" tanyanya.
"Kemarin udah pulang," jelas Gala. "Dan Om Surya nggak akan membolehkan mereka absen."
Anin dan Intan merupakan cucu termuda Dierja Caturangga. Keduanya masih berada di bangku kuliah, dengan Anin yang hendak melanjutkan pendidikan pascasarjana dan Intan yang masih menyelesaikan pendidikan sarjana. Mereka berdua sering terlihat bosan ketika harus menghadiri acara keluarga besar. Gema cukup sering mengajak mereka mengobrol karena usia mereka yang tak jauh berbeda dengan adik tirinya, Alya. Selama ini, dua anak itu juga ramah pada Rafa.
"Kak Intan ikutan?" timpal Rafa dengan nada semringah.
Gala kembali mengiakan.
"Kamu mau main sama mereka?" tawarnya.
Rafa langsung mengangguk. Rengutan di wajahnya luruh seketika.
Gema menahan senyum ketika melihatnya. Dia ikut berdiri dan sedikit membenarkan tatanan rambutnya sebelum ikut keluar bersama Rafa dan juga Gala. Sebuah tas tangan dengan brand ternama menggantung rapi di pundak. Dia berpesan pada Hasna bahwa mereka tak akan pulang terlalu malam. Setelahnya, dia beranjak menghampiri mobil yang sudah menunggu di halaman rumah.
Gema memasuki mobil dan menoleh, menawarkan Rafa untuk ikut duduk di depan.
Rafa menggeleng selagi sibuk memainkan rubik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gugat. [END - Telah Terbit]
Любовные романыTelah diterbitkan - tiga chapter akhir dipindah pada platform karyakarsa ** Setelah menjalani pernikahan hampa selama hampir delapan tahun, Gema akhirnya mendapatkan alasan valid untuk mengajukan gugatan cerai pada sang suami, Sagala Caturangga. Ke...