52 ; Hasil

56.3K 7.1K 700
                                    

PENGALAMAN MENGANDUNG PERTAMA Gema tidak bisa disebut menyenangkan. Menikahi seseorang dengan mendadak tanpa sedikit pun rasa suka adalah suatu ujian. Mengandung seorang anak dari sosok yang tak kau sukai adalah tantangan yang lebih besar. Kondisinya dulu mungkin akan sedikit lebih baik kalau pria yang menikahinya bersikap hangat dan perhatian. Akan lebih baik jika Gala tak begitu abai dan mau meluangkan sedikit waktu untuknya-hanya sedikit, Gema tak meminta lebih.

Fakta yang menghampiri tidaklah sesuai ekspektasi. Gala hampir tak bereaksi ketika mendapatkan kabar kehamilan sang istri. Dia hanya diam dan mengangguk, lalu bergegas pergi setelah meminta Gema melakukan check-up dengan diantar sopir pribadi mereka.

Masa-masa kehamilannya pun tak jauh lebih baik. Gala masih pulang malam seperti biasa. Dia bahkan tetap menggunakan akhir pekan untuk bekerja. Selama sembilan bulan, pria itu hanya dua kali mengantar Gema untuk pemeriksaan medis.

Puncak kekecewaan Gema hadir ketika malam persalinan. Sejak dua hari sebelumnya, Gala memang sedang melakukan perjalanan dinas di luar negeri. Gema masih sangat ingat momen ketika dia buru-buru dibawa ke rumah sakit oleh Hasna dan juga sopir pribadinya. Gala, yang sedang berada di Berlin, sudah dikabari. Gema tak lagi mengharapkan kehadirannya. Dia tahu kemungkinan yang akan terjadi. Oleh karenanya, dia meminta Panca-yang saat itu masih duduk di bangku kuliah-untuk menemani.

Gala baru kembali di esok hari, ketika Gema selesai bersalin dengan seluruh perjuangannya sendiri.

Menatap sosok itu terasa sangat sulit. Gema sama sekali tak membutuhkan ucapan cinta atau apa pun. Dia hanya ingin Gala ada dan menemani. Keinginan kecil semacam itu bahkan tak bisa dipenuhi pria ini.

Marah takkan menutupi kekecewaan Gema. Ketika Gala datang, dengan ekspresi yang tak terbaca, Gema hanya menatap sekilas dan segera mengalihkan pandangan, menatap boks bayi yang berada tak jauh dari ranjang rumah sakit.

"Dia lahir jam dua malam. Berat 3,5 kilogram, jenis kelamin laki-laki, sehat," ujarnya rendah, memaksakan diri untuk bicara. "Aku kepikiran satu nama buat dia. I hope you wouldn't mind if I'm the one who name him."

Kelopak mata sudah kembali berat. Saat itu, dia baru terlelap sekitar dua jam, itu pun setelah dia terjaga untuk memberikan asupan asi pertama sang anak. Tubuhnya teramat lelah. Dia hanya perlu menutup mata untuk kembali tenggelam ke alam bawah sadar. Reaksi Gala tak ditunggunya. Dia tak peduli, tak ingin peduli. Rasa lelah-baik fisik maupun mental-sudah sangat menggerogoti.

Malam itu, Gema sama sekali tak melihat Gala yang mengembuskan napas panjang selagi duduk menunduk di samping tempat tidur Gema. Penampilan Gala jauh dari kata rapi. Wajahnya terlihat lelah. Dia menggenggam telapak tangan istrinya, meremas pelan selagi menenangkan gejolak emosi yang memenuhi rongga dada.

Gala tak pandai mengomunikasikan perasaannya. Dia bukan sosok hangat yang akan memberi perhatian penuh pada wanita yang dinikahi hanya karena kepentingan duniawi.

Gema belum begitu berarti buatnya. Gema masih bagaikan istri pajangan untuknya.

Meninggalkan Gema sendiri-ketika sedang mengandung-demi urusan pekerjaan tak begitu sulit bagi Gala. Sampai kemudian, dia melihat wajah lelah dan binar kecewa di mata sang wanita.

Gema sudah terlelap, dimakan rasa lelah. Momen itu, dia tak sempat mendengar gumaman maaf yang terucap dari mulut pria di sampingnya. Dia takkan tahu besar penyesalan dari seseorang yang selama ini dianggap tidak peduli. Dia tak tahu rasa bersalah yang menggerogoti diri sang suami.

Rasa kecewa berkepanjangan itu merupakan salah satu alasan yang mendasari keengganannya untuk kembali memiliki momongan. Seorang putra saja sudah cukup. Dia sudah memenuhi keinginan Gala untuk mendapatkan keturunan. Gema sudah menjalankan salah satu poin persetujuan yang mereka buat. Sampai kemudian, gugatan cerainya memberi dampak yang begitu besar untuk pernikahan mereka.

Gugat. [END - Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang