26 ; Pertimbangan Lain

51.1K 5K 1.6K
                                    

KESEPAKATAN TELAH DISETUJUI oleh kedua belah pihak. Pada sebuah ruang pertemuan, sepasang pengusaha berjabat tangan. Sorotan layar monitor terpancar di belakang. Mereka menandatangani kontrak sebagai bukti kesepakatan. Begitu surat bukti kerja sama tersebut disahkan, para pegawai yang hadir ikut bertepuk tangan.

Acara yang melibatkan dua perusahaan multinasional pada akhirnya selesai. Gala memberi rangkulan singkat pada rekan kerjanya. Dia langsung beranjak pergi setelah berbasa-basi singkat dengan tamu asing tersebut.

"Bulan depan, aku akan menikah dengan perempuan Indonesia. Kuharap kau bisa datang," tutur sosok bermanik biru itu pada Gala.

Undangan informal tadi didengar sekilas. Gala melempar senyuman tipis dan menyatakan persetujuan untuk hadir. Gedung pertemuan itu mengambil tempat di sebuah hotel berbintang lima paling terkenal di ibu kota. Gala sempat berbincang dengan beberapa manajer perusahaan sebelum membolehkan mereka pergi.

Guyuran hujan di luar sana masih cukup deras. Gala mengerling melalui dinding kaca, mulai malas ketika membayangkan kemacetan yang akan menghadang. Dia memaksakan diri untuk beranjak. Alih-alih parkiran basement, dia berhenti di lobi hotel. Keningnya mengerut samar ketika mendapati salah satu karyawannya yang belum juga pulang. Padahal, selain jejeran para manajer, pegawai yang lain seharusnya sudah pergi sejak setengah jam yang lalu.

Dia hendak beranjak ketika pandangan mereka bertemu. Perempuan dengan rambut bergelombang itu mengangguk kikuk padanya. Dia melengkungkan senyum dan beranjak menghampiri.

Alea.

Gala tidak mengingat banyak nama pegawainya. Namun, pekerjaan sang sekretaris selalu berhubungan langsung dengannya. Dia mengenalinya seiring dengan waktu.

"Saya baru mau memasukkan data tambahan dari rapat tadi ke komputer, Pak. Apakah Bapak membutuhkannya sekarang?" ungkapnya setelah menghampiri Gala. Dia tampak khawatir karena ditemui langsung oleh sang atasan.

Gala belum kembali memikirkan urusan pekerjaan. Akan tetapi, ujaran sang sekretaris membuatnya balik bertanya, "Sewaktu pertemuan tadi, kamu nggak langsung meng-input isi presentasi mereka?"

Alea mengerjap.

"Ah, itu," gelagapnya. "Laptop kantor yang saya pakai sedang diservis. Jadi, saya catat manual dulu."

"Kamu nggak minta ganti laptop yang lain?"

Seolah baru menyadari solusi alternatif itu, Alea langsung menunduk, dia menggumamkan maaf.

"Di perusahaan yang sebelumnya, laptop perusahaan sudah menjadi tanggung jawab orang yang memakai. Satu pegawai cuma diberi satu laptop. Jadi, saya kira—"

Gala mengembuskan napas pendek. Alea langsung menghentikan racauan.

"Kamu kerja di perusahaan saya, bukan perusahaan lain yang pasarnya lebih kecil," jelas Gala. "Dan kamu itu sekretaris, bukan cuma staf biasa. Selama ini, Adit nggak kasih tau masalah ini ke kamu?"

"Sepertinya, keterangan itu sudah ada di kontrak yang dikasih sama Mas Adit. Mungkin saya saja yang kurang memperhatikan," timpal Alea, seolah menutupi kesalahan asisten Gala.

Gala tahu betul dengan kinerja Adit. Pria itu kadang melupakan detail kecil dari fasilitas kantor. Dia mengira semua karyawan sudah paham dan langsung bisa menyesuaikan diri dengan kultur perusahaan mereka. Nyatanya, masih banyak pegawai muda dan baru yang belum benar-benar tahu keuntungan lain dari perusahaan tempat mereka bekerja.

Gala cukup menyayangkannya. Orang yang sulit beradaptasi dengan lingkungan baru akan dia anggap tidak kompeten. Walaupun begitu, pendekatan baru yang sekarang diterapkan perusahaan mendorongnya untuk mulai memberi kesempatan untuk para talent muda. Dia tak bisa asal menyalahkan tanpa melihat latar belakang pengalaman mereka.

Gugat. [END - Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang