Pontianak, 2022
°°°
LANGIT KOTA PONTIANAK masih cerah seperti biasa, tak peduli jika matahari telah tenggelam.
Gema menuntun Rafa keluar dari bandara. Mereka mampir ke sebuah toko buah guna membeli bingkisan untuk kakek dan nenek Rafa. Sepanjang perjalanan, Rafa banyak berceloteh tentang berbagai hal yang dia lihat di jalan raya. Gema cukup lelah dengan penerbangan tadi. Walau begitu, dia tetap meladeni putra sulungnya, sudah hafal betul dengan perilaku aktif sang anak.
Rumah masa SMA yang kini sudah mendapatkan renovasi itu kembali tampak dalam pandangan. Dia berjongkok di samping Rafa sebelum mereka memberitahukan kedatangan mereka pada tuan rumah.
"Rafa nanti boleh main sama kakek dan nenek, tapi nggak boleh merepotkan mereka. Paham?" ungkap Gema selagi memegang pundak kecil sang anak sulung.
Rafa mengangguk mantap.
"Jangan teriak-teriak di dalam rumah," ujar Rafa, mengulang nasihat sang bunda yang sudah sangat dia pahami. "Kalau habis main, aku harus rapiin mainanku."
Gema tersenyum. Dia mengusap rambut Rafa.
"Betul," ungkapnya. "Kenapa Rafa harus melakukan itu semua?"
"Karena aku udah gede dan harus bertanggung jawab," balas sang anak. "Aku yang main, jadi aku juga yang rapiin mainanku."
"Pinter," timpal Gema. Dia memberi senyuman pada Rafa sebelum berdiri dan mengetuk pintu rumah.
Hanya berselang beberapa menit, pintu rumah sudah terbuka. Sosok pria dengan rambut yang telah memutih kini berdiri di hadapannya. Beliau menggunakan celana kulot dan kaus rumahan yang warnanya telah pudar. Dia melebarkan mata begitu melihat kehadiran Gema. Seulas senyum langsung tercetak di bibirnya.
"Gemala, kamu ke sini nggak berkabar?"
Gema tertawa selagi membalas pelukan ayahnya.
"Gema mau kasih kejutan buat Papa sama Mama," kilahnya.
Ayah tiri Gema lalu berjongkok begitu melihat kehadiran cucu satu-satunya itu. Dia langsung membopong Rafa dalam gendongan.
"Siapa ini? Jagoan kakek udah gede aja!"
"Udah, dong! Aku udah mulai sekolah!" seru Rafa antusias. "Tadi aku sama Bunda mau beliin Kakek alat pancing, tapi Bunda buru-buru mau ke sini. Jadi, belum sempat beli!"
"Oh, Rafa mau mancing lagi sama kakek?" tawar Ayah Gema.
"Mau! Aku mau dapat ikan gurame yang gede!"
Ayah Gema, Santoso, tertawa keras.
"Besok kita ke kolam ikan. Rafa mau main ke kebun juga?"
Rafa tentu saja setuju dengan tawaran sang kakek. Matanya berbinar antusias.
Santoso kembali tertawa. Dia menoleh pada Gema untuk menyuruhnya masuk. Gema menyeret koper kecil yang dibawanya.
"Mau nginep berapa hari, Nak?" tanya sang ayah.
"Kemungkinan cuma tiga harian, Pa."
"Lah, kok cuma tiga hari? Suami kamu juga nggak ikut?"
Gema duduk di sofa ruang tengah. Dia melepas jas panjangnya dan menyampirkan jas tersebut di punggung sofa.
"Tiba-tiba pengen ketemu papa sama mama aja. Ayah Rafa masih ada urusan dinas di luar negeri."
Tak ingin membahas suaminya, Gema pun balas bertanya, "Mama di mana, Pa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gugat. [END - Telah Terbit]
RomansaTelah diterbitkan - tiga chapter akhir dipindah pada platform karyakarsa ** Setelah menjalani pernikahan hampa selama hampir delapan tahun, Gema akhirnya mendapatkan alasan valid untuk mengajukan gugatan cerai pada sang suami, Sagala Caturangga. Ke...