Heboh, sudah pasti. Itu yang terjadi saat ini di SMA ARYANA setelah foto cucu pemilik sekolah tersebar. Foto Naren saat bersama Rania kemarin.
Naren tahu jika fotonya bersama Rania kemarin tersebar, terlebih di foto itu Rania tampak memeluk Naren. Banyak orang beranggapan bahwa Rania sengaja memeluk Naren, tidak tahu saja mereka jika Naren yang menarik paksa tangan Rania hinggga memeluknya.
Naren tak menghiraukan tanggapan orang-orang tentang dirinya dan juga Rania. Hanya saja Naren sedikit kesal karena ada yang berani memotret dirinya tanpa izin.
Di tengah koridor yang sangat ramai, Naren melihat sosok Rania yang tengah berjalan di depannya sambil mendengarkan musik melalui earphone yang menenpel pada telinganya.
"Ran." Naren berlari hingga sampai di damping Rania, tapi panggilannya tidak direspon sama sekali.
Tanpa bersuara lagi Naren mencabut sebelah earphone yang dipakai Rania lalu memasangkannya di telinga. Hal itu membuat Rania berhenti dan menatap Naren nyalang.
"Balikin," ucap Rania penuh menekanan.
Naren tak bergeming, dirinya hanya bisa menatap Rania.
Melihat Naren yang tidak berbicara maupun bergerak, Rania dengan cepat mencabut earphone miliknya dari telinga Naren dengan sedikit berjinjit karena tingginya hanya sebatas bahu Naren. Rania segera berlari meninggalkan Naren setelah mendapatkan apa yang dia inginkan.
Sedangkan Naren, cowok itu malah terdiam, menatap Rania yang mulai menjauh darinya.
"Nggak, lo gak boleh bernasib sama kaya dia, Ran," batin Naren.
🥀
Jam pelajaran berlangsung seperti biasanya, tapi tidak dengan Rania. Rania berpikir bahwa hari ini akan menjadi hari yang buruk baginya.
Pagi hari sudah mendapatkan teror entah dari siapa, bertemu cowok menyebalkan seperti Naren dan ada buku yang tertinggal, Rania sudah memastikan jika setelah istirahat dirinya akan dijemur di lapangan.
"Ran!"
"Hah?" Rania tersadar seperti orang kebingungan. "Kenapa?"
"Lo ngelamun. Cerita sama gue, lo lagi mikiran apa sampe gak fokus?"
Rania tersenyum ragu. "Nggak ada kok. Mau ke kantin kan? Gue nitip aja ya, perut gue sakit."
Dion membelakan matanya. "Kenapa gak bilang? Ayo ke UKS aja."
Rania sedikit meringis melihat reaksi Dion. Sebenarnya Rania hanya beralibi, tapi manusia di hadapannya begitu mudah percaya.
"Nggak usah deh kayanya, udah mendingan juga."
"Oke, lo tunggu di sini. Mau apa?"
"Roti sama air mineral aja."
"Itu aja?" Rania mengangguk. "Kalau ada apa-apa langsung telepon gue," ucap Dion sebelum akhirnya menghilang dari balik pintu.
Rania menghela nafasnya lega. Baru saja hendak memejamkan mata suara tepuk tangan membuat kepalanya kembali tegak.
"Keren banget pacar gue bisa bohongin si ketos." Di depan pintu Naren berdiri, menatap Rania yang memandangnya malas.
Naren berjalan mendekati Rania hingga duduk di depannya. "Gue tahu, lo tuh cuma pura-pura."
"Diem lo!" ucap Rania ketus.
"Gimana caranya gue bisa naklukin hati lo sih, Ran?"
"Sama pacar sendiri gak boleh ketus." Naren merapikan rambut yang menghalangi mata Rania.
Rania hanya diam tapi pada akhirnya tersadar. "Ck apaan sih! Pacar, pacar. Gue bukan pacar lo ya! Gak sah tau gak, cuma disetujui sebelah pihak--"
"Kalau gitu lo mau kan jadi pacar gue?" Naren menyerobot ucapan Rania, membuat gadis itu geram dan salah tingkah di waktu yang bersamaan.
Tanpa sadar Rania menggangguk yang membuat Naren tersenyum senang. "Kalau mau di tembak kaya di film-film ngomong dong, sekarang kita jadian beneran."
"Eh, apa?"
"Lo barusan nerima gue."
"Hah?"
"Lo ngangguk artinya lo terima."
"Heh nggak ya! Gak sah itu!"
"Kalau mau langsung sah ayo langsung ke pelamian aja," ucap Naren seraya berlari karena bel masuk sudah kembali berbunyi.
"NAREN!"
🥀
Suara gemuruh yang menggelegar membuat Rania meringkuk lemas di sudut kelas.
Bel pulang sudah berbunyi tiga puluh menit yang lalu dan Rania baru saja menyelesaikan piket hariannya, namun tiba-tiba hujan turun diiringi suara gemuruh yang sangat menggelegar.
Rania takut, Rania membenci suara gemuruh, Rania.... Gemuruh dan segala kenangan buruknya membuat Rania selalu merasa takut.
Sayup-sayup Rania mendengar suara teriakan, Rania semakin tak tahan. Rasa takutnya semakin mendominasi hingga tanpa sadar air matanya menetes membasahi pipi.
"Nggak!" Rania berteriak seolah kejadian buruk di masa lalu terulang kembali.
"Rania!" Naren berlari dari arah pintu ketika melihat Rania tengah meringkuk sambil menangis.
Naren membawa Rania ke dalam pelukannya. Di usapnya bahu rapuj itu, bahu yang tak sanggup menanggung beban dan traumanya sendirian.
"Ran, sadar, Ran." Naren terus saja memanggil nama Rania, berharap Rania berhenti menangis.
"Ren.... Tolong.. G-gue takut. Orang itu mau bunuh gue Ren.." ujar Rania lirih disela isak tangisnya.
Naren semakin mempererat pelukannya. "Jangan takut, gue di sini. Jue jangain lo, Ran."
"Gue gak tahu apa aja yang udah lo alamin, Ran. Tapi gue gak akan biarin satu orangpun lukain orang yang gue sayang setelah bunda."
Gemuruh sudah tak terdengar, hujanpun hanya tinggal gerimis kecil. Naren melihat keadaan Rania yang masih berada dalam pelukannya. Keadaanya berantakan, mata sembab sangat terlihat meskipun dalam keadaan terpejam.
Hati Naren rasanya teriris, melihat keadaan gadis yang disukainya dalam keadaan kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Badai Reda
Teen FictionRania dipaksa menjadi pacar seorang Narendra Aryana, yang tidak begitu ia kenal. Rania tidak diberi pilihan selain menerimanya meski luka dari orang sebelumnya belum kering. Bisakah Rania menyembuhkan lukanya dengan cepat? Dapatkah Naren bertahan...