"Apa alesan lo putusin Naren?"
Rania mendengus kesal mendengar pertanyaan itu. Ia kira Atha datang benar-benar ingin menjenguk dirinya, namun ternyata bukan.
"Lo datang ke sini cuma mau nanya hal itu? Mending lo pergi lagi aja deh," ketus Rania.
Atha tersenyum tanpa dosa. "Nggak, Ran. Gue cuma becanda. Gimana keadaan lo?"
"Dari siapa lo tahu kalau gue di rumah sakit?"
"Dion, dia yang kasih tahu gue. Ran, sejak kapan lo ngidap penyakit ini?"
Rania terdiam sejenak, ia mengingat-ingat kapan ia mengetahui hal ini. "Gak lama setelah gue pacaran sama temen lo."
Atha mengangguk mengerti. "Lumayan lama ya, terus kenapa lo sembunyiin hal ini?"
"Lo lama-lama kaya wartawan, pergi aja lo sana!"
"Lo ngusir gue mulu dari tadi. Gak ada ramah-ramahnya lo, udah gue jenguk juga," ucap Atha.
"Gue gak minta ya, tuan Atha Raharja yang terhormat." Rania mengatakannya dengan senyum terpaksa.
"Lo kalau lagi marah makin cantik, Ran. Jadian aja gak sih kita?"
"Gue penyakitan kalau lo lupa."
"Ya gak papa, yang penting cantik."
"Yaudah ayo."
Tak lama setelahnya kedua muda-mudi itu tertawa karena itu.
"Lo enak juga diajak becanda," ujar Rania yang baru saja menghentikan tawanya.
"Baru tahu, lo? Eh tapi gue gak suka ya, kalau lo bilang diri lo itu penyakitan."
"Tapi kan, kenyataan."
Atha mengulum bibirnya sendiri. Apa yang dikatakan Rania memang benar, tapi mendengarnya membuat ia kesal.
"Yaudah deh, Ran. Gue mau jenguk mantan lo. Masuk rumah sakit juga dia, katanya-"
"Gue gak peduli. Udah sana pergi, jangan balik lagi," ujar Rania.
Atha tersentak. "Maksud lo? Katanya seru becanda bareng gue."
"Gue sore ini pulang. Jadi ngapain lo balik lagi?"
Perlahan senyuman di bibir Atha terbit. Ia mendekat dan mengusap surai Rania.
"Hati-hati ya, gue pergi dulu," ucapnya sebelum meninggalkan Rania.
Perasaan Atha sudah lebih baik setelah melihat Rania baik-baik saja, meskipun sebenarnya ia tahu jika keadaan Rania bisa memburuk kapan saja.
"Aksa, gue gak bisa terus kaya gini. Lo harus segera kembali," batin Atha.
Atha melangkahkan kakinya menuju ruang rawat Naren. Saat berada di perjalanan tadi Naira mengabarinya jika Naren jatuh di kamar mandi dan berakhir dilarikan ke rumah sakit.
Ceklek.
Atha membuka pintu tanpa ragu, ia sudah mendapatkan ijin untuk masuk, jadi dia bisa sebebas ini.
"Lebay banget sih lo, Ren. Jatuh dikit langsung ke rumah sakit," ucap Atha seraya duduk di kursi yang ada di ruangan itu.
Naren yang sudah mengetahui jika Atha akan datang hanya memutar bola matanya malas. "Lo mau jenguk gue atau mau ngeroasting gue sih?"
"Bukan dua-duanya. Gue mau lo lurusin masalahnya sekarang juga, sebelum Rania pulang. Capek gue liat lo marahan mulu sama Rio."
"Lo gak tahu apa-apa jadi diem aja," ucap Naren.
"Enak aja, gue tahu! Si ketos udah ceritain semuanya sama gue, kalau inti masalahnya ada di lo. Lo juga belum tahu kan? Kalau Rio sama Rania itu gak ada apa-apa? Dari pada telat mending sekarang lo jelasin sama Rania. Gue tahu, perasaan lo ke Rania masih sama, jadi gue bawain bunga buat lo minta maaf ke Rania," ujar Atha.
Naren terdiam sejenak, ia ingin hubungannya dengan Rania kembali tapi ia ragu untuk datang dan menjelaskan semuanya. "Lo tahu dari mana kalau Rio bohong?"
"Rania lah, siapa lagi?"
"Dia bisa aja bohong buat bersihin namanya."
Atha benar-benar kesal pada Naren. "Lo itu ya, kalau bukan temen udah gue geprek. Udah gak ada banyak alesan, sini gue bantu ke kursi roda."
Akhirnya mau tak mau Naren menuruti permintaan Atha. Ia mencoba berdiri meskipun kakinya yang entah mengapa terasa sangat sakit.
"Gak usah banyak gaya, duduk aja. Nanti gue yang dorong!"
Setelah memastikan Naren duduk dengan nyaman, Atha meletakan paper bag yang berisi bunga di pangkuan Naren. "Biar romantis makanya gue beli bunga, nanti lo ganti ya duitnya."
Naren memutar bola matanya malas. "Gak ikhlas banget lo bantu temen."
"Bukan gak ikhlas sih, masalahnya gue pake duit yang seharusnya gue tabung. Keluarga gue gak sekaya keluarga lo," ucap Atha seraya mendorong kursi roda yang Naren duduki.
"Iya deh iya, nanti gue ganti. Btw, Kanaya gimana?"
Atha mendecak kesal mendengar pertanyaan itu. "Lo masih nanyain orang yang udah bikin hubungan lo sama Rania berantakan? Udah, pikirin aja nasib lo sekarang."
Atha membukakan pintu ruang inap Rania. Atha dan Naren tersenyum malu saat pintu itu terbuka, di sana sudah ada Viona.
"Kebetulan kalian datang, tolong jaga Rania sebentar ya. Tante ada urusan sama Bundanya Naren." Setelah mengatakan itu Viona pergi begitu saja.
Atha mengerjap, ia kira mereka akan mendapatkan nasehat kerena tidak sopan. Sebenarnya ia mengira jika di sana hanya ada Rania.
"Ini kesempatan, jangan sia-siain," bisik Atha seraya membawa Naren lebih dekat dengan Rania.
"Ngapain lo balik lagi?" tanya Rania.
"Soalnya ada masalah yang harus kalian beresin. Gue pergi dulu." Atha langsung berlari keluar tak lupa menutup pintu.
Rania dalam hati menggerutu bahkan mengumpati Atha karena membawa orang yang sangat ia hindari.
Kurang lebih sepuluh menit keduanya berada dalam suasana hening nan canggung. Rania yang terus memalingkan wajahnya dan Naren yang tidak tahu harus memulai dari mana.
"Ehem! Gimana keadaan kam- lo?" tanya Naren memecah keheningan.
"Makin buruk setelah ada lo."
Jawaban itu cukup menohok bagi Naren. "Gue mau jelasin-"
"Apa lagi? Gue udah kasih lo kebebasan, lo bisa leluasa deket sama orang yang lo suka. Jadi ngapain datang, terus bilang mau jelasin? Lo mau jelasin perasaan lo ke Kanaya sama gue?"
"Kenapa seakan-akan semuanya salah gue? Lo juga perlu jelasin hubungan lo, Rio juga Dion."
"Kenapa harus? Lo lebih percaya orang lain dari pada gue?"
"Lo juga kebih percaya-"
"Gue liat dan denger pake mata dan telinga gue sendiri."
Atha : mereka yang bermasalah, kenapa gue yang repot?
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Badai Reda
Teen FictionRania dipaksa menjadi pacar seorang Narendra Aryana, yang tidak begitu ia kenal. Rania tidak diberi pilihan selain menerimanya meski luka dari orang sebelumnya belum kering. Bisakah Rania menyembuhkan lukanya dengan cepat? Dapatkah Naren bertahan...