30. Aksa

9 2 0
                                    

Setelah pengakuan Sagara di mobil tadi, tidak ada lagi percakapan di antara keduanya. Rania yang masih memikirkan hal tadi dan Sagara yang masih merutuki dirinya sendiri.

Keduanya kini berada di sebuah cafe tempat laki-laki bernama Aksa bekerja. Sagara sengaja membawa Rania ke sana, ia ingin Rania bertemu dengan kakak tirinya itu.

Rania tak tahu-menahu alasan Sagara membawanya ke sana dan tak ingin tahu juga.

Mata sagara terus melirik ke luar, ia menunggu Aksa. Sagara tidak ingin rencananya mempertemukan dua manusia itu gagal lagi. Tak berselang lama Sagara melihat orang yang sedang ia tunggu kedatangannya, dengan cepat ia berlari ke luar menghampirinya.

Sedangkan Rania menatap kepergian Sagara aneh, ia penasaran tapi ia tak mau peduli.

Di tengah lamunan Rania Sagara kembali datang dengan seseorang yang sangat Rania tunggu kedatangannya selama bertahun-tahun.

"Rania."

Rania menoleh saat Sagara memanggilnya. Seketika mata Rania membulat saat melihat Aksa.

"Kak Aksa?"

Aksa, laki-laki yang berstatus sebagai kakak tiri Rania itu menjatuhkan lututnya. Setelah bertahun-tahun ia terus mencoba menghindar dari Rania namun pada akhirnya bertemu juga.

Rania panik sendiri melihat Aksa berlutut di hadapannya. Ia tak mau seperti ini. "Kak Aksa ngapain? Bangun jangan kaya gini." Rania memcoba menarik bahu Aksa untuk bangun tapi sang empu menolaknya.

"Udah Ran, biarin aja. Dia lagi ngerenungin dosa-dosa keluarganya sama lo."

🥀

Bukannya berada di sekolah, Atha dan Rio malah berada di rumah Naren. Keduanya bolos beralasan menjenguk Naren. Ah tidak, tujuan utamanya bukan untuk bolos apalagi sekedar menjenguk Naren, tapi Atha ingin membuat pertemanan ketiganya kembali utuh.

Sejak kedatangan keduanya, Naren terus saja diam begitu pula dengan Rio yang terus menunduk. Atha tidak tahu perang dingin ini kapan akan berakhir. Atha memang menyukai tempat sunyi, tapi bukan seperti ini.

"Lo berdua mau diem aja sampe sore? Kalau gitu mending gue pulang." Atha melangkahkan kakinya, namun tak lama ia kembali, ini tak seperti harapannya.

"Gak ada yang mau hentiin gue nih? Parah lo berdua. Cepet baikan lah, gak nyaman banget begini."

Karena masih tak ada respon dari keduanya Atha menendang kaki Rio hingga sang empu meringis pelan, tidak kuat tapi cukup mengejutkan Rio.

"Salah apa gue, tiba-tiba di tendang gini?" tanya Rio.

"Dih, pikun lo ya? Gara-gara pengakuan palsu lo itu semuanya jadi kaya gini. Cepet ngaku atau gue tendang lagi?" Atha benar-benar geram.

Rio memutar bola matanya malas. Mau tidak mau ia mengukurkan tangannya. "Baikan. Gue sama Rania gak ada hubungan apa-apa, gue minta maaf karena udah ngaku yang aneh-aneh, di foto itu gue gak sengaja ketemu Rania yang lagi nangis makanya gue duduk di samping dia. Gue juga mau minta maaf soal foto lo sama Kanaya yang gue sebar, waktu itu gue gak terima cuma Rania yang di salahin," ujarnya.

Meskipun terlihat tidak ikhlas, Naren tetap menerima uluran itu. "Gue maafin. Tapi gue gak terima lo masih nyimpen perasaan ke pacar gue."

Akhirnya Rio juga ikut tersenyum, jika seperti ini bukankah masalah mereka sudah selesai? Ia juga akan berusaha menghilangkan perasaan pada Rania meskipun ia sudah menyukainya lebih dulu.

Sedangkan Atha, ia nenungkup mulutnya tak percaya, ternyata rencananya membuat Rania dan Naren balikan berhasil. "Lo beneran udah balikan sama Rania?"

Naren menggaruk tengkuknya tak gatal. "Belum sih."

Atha mengusap wajahnya prustasi, hanya punya dua teman dan satupun tidak ada yang benar-benar bisa dipercayai ucapannya. "Lo kasih gak bunga yang kemarin?"

"Gue taro di mejanya."

"Sesuai dugaan gue. Lo kenapa jadi cowok gak ada romantis-romantisnya sih? Gue tebak, lo juga gak ngajak Rania balikan?"

Naren menggeleng, hal itu sukses membuat Atha melemparkan bantal yang ada di pangkuannya, sedangkan Rio sudah tertawa terbahak-bahak.

"Lo berharap apa sih Tha, sama Naren? Kaya gak tahu dia aja. Gak heran dulu banyak yang ngira dia gak suka-"

Belum selesai Rio berbicara, Naren sudah menyelanya dengan lemparan bantal. "Gak usah ngasal lo kalau ngomong!"

Belum kapok, Rio kembali bersuara, "Lo juga harus tahu, Tha. Naren pas nembak Rania gini, Lo lucu, jadi mulai sekarang lo milik gue, istilahnya mulai sekarang kita pacaran, dan gue gak nerima bantahan,"  ucap Rio menirukan gaya bicara Naren.

Atha dan Rio tertawa, sedangkan Naren memalingkan wajahnya malu.

"Kok lo bisa tahu dih, Tha? Gila Ren, lo kaku banget."

"Apa sih yang nggak gue tahu?"

"Udah woy udah, kalau ke sini mau nistain gue doang mending pergi sana," kata Naren.

Atha dan Rio menghentikan tawanya, mereka sadar jika ruang tamu sangat penuh hanya dengan suara mereka berdua.

"Ehkm, gue hampir lupa. Ada titipan maaf buat lo, Ren," ujar Atha.

Naren mengerutkan alisnya bingung. "Dari siapa?"

"Sepupu gue, Kanaya. Dia pindah sekolah lagi hari ini, mau lupain lo katanya."

"Bagus deh, ribet juga ada tuh bocah." Bukan Naren melainkan Rio.

"Kok lo gitu sama pacar sendiri?"

Rio hampir lupa menjelaskan hal ini pada teman-temannya. "Sejak kapan kami pacaran? Yang kemarin mah bohongan kali, kan udah jelas kalau kami gak saling suka."

"Bohongannya sampe ngeledekin gue yang belum punya pacar ini. Kan ngeselin!" pekik Atha.

Atha kesal, tapi ia bersyukur semuanya sudah berjalan seperti semula. Persahabatan mereka kembali utuh.










Harusnya author up kemarin, eh kecapean berujung lupa :(

Setelah Badai RedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang