16.Double date?

29 6 0
                                    

"Udah?"

"Udah."

"Yaudah turun."

"Narennn!!"

"Becanda, becanda. Pegangan yang bener, kita berangkat," seru Naren.

Gelak tawa tanpa beban berasal dari Rania membuat Naren ikut tertawa. Keduanya pergi karena sudah mempunyai janji dengan pasangan baru, siapa lagi jika bukan Rio dan Kanaya.

Sebenarnya Rania malas, jika saja tidak diiming-imingi cat kuku oleh Naren. Disogok cat kuku saja luluh, dasar Rania.

"Ini pertama kalinya ya?" tanya Naren.

Rania mengangguk meski Naren tidak bisa melihatnya. "Iyalah, kapan coba kita jalan pas malem minggu begini?"

"Malam mingguan nih ceritanya?"

Rania tersenyum malu, tangannya dengan refleks memukul pelan punggung Naren.

"Kok dipukul? Salting ya?"

"Tuan Narendra yang terhormat, gak ada yang salting di sini."

Naren tersenyum gemas, tangannya meraih tangan Rania agar memeluknya.

"Masih inget gak pas pertama kali aku ngajak kamu pulang bareng?" tanya Naren tiba-tiba.

"Inget. Tapi kayanya dari pada ngajak lebih ke maksa sih."

"Kamu harus tahu, kalau kamu cewek pertama yang bisa naikin motor aku."

"Masa sih? Bunda emang belum pernah? Atau gak mantan kamu gitu?"

"Maksudnya cewek lain selain bunda."

"Mantan kamu?"

Naren terdiam sebentar. "Mantan mah udah masa lalu. Gini ya, aku gak akan biarin sembarang orang naikin motor aku gitu aja."

"Masa sih?"

"Gak percayaan amat sama pacar sendiri."

"Haha... Aku percaya kok. Btw ini masih jauh ya?" tanya Rania.

"Bentar lagi juga sampe, pegangan aja yang bener biar-"

Belum selesai Naren berucap, Rania sudah memeluk perutnya erat. Senang? Tentu saja.

🥀

Di sebuah cafe, Rio dan Kanaya duduk berhadapan sambil menunggu Naren dan Rania yang katanya sedang dalam perjalanan.

Sejak Rio dan Kanaya sampai pada tujuan, sama sekali tidak ada percakapan diantara keduanya. Untungnya suasana canggung itu tidak berlangsung begitu lama setelah kedatangan Naren dan Rania semuanya kembali normal.

Keempatnya memesan makan, minum dan berbincang santai seperti biasa.

"Gue masih penasaran gimana kalian bisa jadian? Secara kan, gue tahunya Rio tuh cuek abis sama cewek," ucap Rania pada Rio dan Kanaya yang berada di hadapannya.

Rio menatap Kanaya, berharap kanaya mempunyai alasan yang bisa meyakinkan Rania.

"Masa sih Rio cuek? Baru tahu gue. Selama sama gue dia gak ada cuek-cueknya sama sekali," jawab Kanaya.

"Ya masa gue cuek sama orang yang gue suka," timpal Rio.

Rania mengangguk mengerti. "Iya sih."

"Sekarang gue mau balik tanya, lo udah bener-bener suka sama sahabat gue?" tanya Rio.

Di luar dugaan Rio dan Kanaya, Rania tersenyum lalu menangis ngatakan, "Lebih dari sekedar suka, perasaan gue udah ada di level yang berbeda."

"Kayanya aku pernah denger kata-kata itu deh, tapi di mana ya?" kata Naren.

"Aku gak copy kata-kata kamu ya, itu beneran kenyataannya."

"Aku gak bilang kalau kamu copy ucapan aku yang waktu itu loh, sayang," ucap Naren seraya mengacak-acak rambit Rania dengan tangannya. Hal itu membuat Kanaya dan Rio saling pandang dan tersenyum kaku.

"Buaya banget-" Ucapan Rania terpotong oleh handphone nya berbunyi panggilan masuk. "Gue angkat telepon dulu ya," lanjut Rania seraya beranjak menjauh.

"Ren, lo yakin Rania beneran ada rasa sama lo?" tanya Kanaya setelah memastikan bahwa Rania sudah menjauh dari tempatnya berada.

Naren yang mendengar pertanyaan itu mengerutkan keningnya tak mengerti. "Maksud lo apa nanya kaya gitu?"

"Ya... Siapa tahu lo masih belum percaya, gue cuma mastiin. Denger ya, gue liat-liat Rania uda bener-bener naruh hatinya di lo, jadi jangan bikin dia sakit hati ya?"

"Gue gak kaya lo, Nay."

Tak berselang lama Rania datang dengan tatapan kosong. Hal itu sontak membuat ketiganya dilanda rasa bingung.

"Ran, kenapa?" tanya Naren.

Rania menggeleng. Seakan tahu apa yang terjadi Naren mengajaknya untuk pulang meski dirinya masih ingin menghabiskan waktu bersama Rania.

Akhirnya Rania menyetujui, perasaan hatinya sedang buruk saat ini. Ia sebenarnya tidak ingin merusak acara mereka, tapi bukankan sama saja jika Rania tetap di sana dengan suasana hati buruk?

Sesampainya di kediaman Ananta, baik Naren maupun Rania sama-sama diam. Saat ini Naren sudah berada di ruang tamu kediaman Ananta.

"Sebenernya kamu kenapa? Jangan murung dong. Aku ada salah ya? Maaf..."

Rania menatap mata Naren, sungguh ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Naren.

"Kenapa minta maaf? Kamu gak salah.  Seharusnya aku yang minta maaf, karena aku acara kita beranta-"

"Sutt..." Naren menempelkan telunjuknya di bibir Rania. "Nggak, kata siapa? Aku ngajak kamu pulang karena aku nggak mau kamu makin di lirik sama orang lain. Kamu itu cuma punya aku."

Rania terkekeh pelan, kepalanya ia sandarkan ke bahu Naren. "Emang ada yang lirik aku gitu?"

Naren mengelus surai hitam milik rania. "Iya, mana liatinnya sampe melotot."

"Cemburu ya?"

"Ya jelas," jawab Naren tegas.

"Tenang aja, mau mereka liatin aku sampe bola matanya jatuh juga aku gak akan berpaling." Rania memeluk pinggang Naren. Rania memejamkan matanya ketika Naren membalas pelukannya.

"Kamu rumah aku yang paling nyaman, tolong jangan pernah pergi ya. Aku gak tahu apa yang akan terjadi sama aku kalau kamu pergi," ucap Rania.

"Aku gak akan pergi kecuali kamu yang minta aku pergi. I love you Rania Ananta."

"I love you too."








Anyeong!
Udah lama banget ya gak update?
Aku lagi menata hati yang sempet pecah berkeping-keping gara-gara pick aku di bp gak debut :(



Setelah Badai RedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang