15. Pertanyaan tanpa jawaban

20 5 0
                                    

"Aku pulang ya?"

Setelah Rania sadar, Naren sama sekali belum beranjak dari kamar Rania padahal waktu sudah menunjukan pukul 7 malam.

"Gak mau, aku cuma mau kamu tetep di sini. Temenin aku," ucap Rania dengan tangan yang setia memainkan jemari Naren.

Naren tersenyum gemas. Tangannya yang tidak dimainkan mengusap pucuk kepala Rania. "Iya, aku gak akan kemana-mana. Mau nemenin tuan putri aku aja."

Rania sedikit berpikir bahwa dirinya akan terlihat egois jika seperti ini, Naren juga perlu istirahat. "Yaudah deh, kamu pulang aja. Bunda pasti khawatir."

"Nggak ah, lagian bunda juga udah tahu aku di sini."

"Kamu nggak cape apa? Mana masih pake seragam, pulang sana! Ganti baju, terus istirahat, jangan keluyuran lagi."

"Yaudah deh, aku pulang ya. Kamu juga istirahat, jangan mikir yang aneh-aneh."

Cup.

"Kalau ada apa-apa telepon aku ya."

Setelah Naren menghilang dari balik pintu Rania memegangi dadanya. Denyut jantungnya kini seakan berdenyut dua kali lebih cepat. Apa itu tadi? Naren mengecup pucuk kepalanya? Rasanya Rania ingin berteriak sekarang.

"Naren gila! Kalau jantung gue pindah ke perut gimana," gerutu Rania.

🥀

Akhir pekan adalah hari yang paling dinantikan oleh semua orang termasuk Rania, meski tidak ada kegiatan yang mengesankan.

Hanya berbaring, bermain handphone dan bersantai tanpa memikirkan apapun yang membuat keadaan hati menjadi buruk.

Namun sayang, waktu bersantai Rania sepertinya akan terganggu setelah melihat sang ayah yang berada di ambang pintu kamarnya.

"Boleh Papah masuk?" tanya Gio dari pintu yang setengah terbuka itu.

"Masuk aja, Pah." Rania merubah posisinya dari tengkurap menjadi duduk.

Gio duduk di tepi kasur, matanya menatap Rania lembut. Hati Gio saat itu benar-benar bimbang.

"Kenapa? Tumben Papah mau ke kamar Rania?"

Cukup menohok, tapi itu memang benar, selama ini selain dalam keadaan mendesak Gio tidak pernah menginjakan kaki di ruangan itu.

"Kamu mau gak kalau punya mamah baru?"

Rania terdiam sebentar, pertanyaan ini adalah pernanyaan yang sangat tidak ingin Rania dengar.

"Papah mau minta izin Rania? Buat apa? Bukannya sebelum-sebelumnya juga gak pernah minta izin Rania tuh." Setelah mengatakan itu Rania bangkit dan berjalan keluar, meninggalkan Gio yang masih berada di kamarnya.

"Kamu mau kemana?"

"Ke taman depan!"

Gio menghembuskan nafasnya kasar. Ia tahu pertanyaan tadi membuat Rania tidak nyaman. Tapi Gio ingin Rania merasakan kasih sayang seorang ibu semasa hidupnya, meski bukan ibu kandung

"Papah gak mau salah pilih untuk yang ketiga kalinya, makanya Papah tanya kamu, sayang," ucap Gio yang menatap kepergian Rania yang menghilang dari balik dinding.

Sementara itu Rania terus berjalan tanpa berpikir panjang. Hingga saat membuka pintu dirinya hampir saja terjatuh karena kaget.

Setelah Badai RedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang