Rania melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas. Kelas yang tadinya ramai kini mendadak hening karena kedatangannya.
"Ada apa?" tanya Rania ketika hampir semua mata tertuju padanya.
Tidak ada jawaban, hanya ada tatapan sisis dari segelintir orang. Rania berusaha tidak peduli dengan berjalan dan duduk di bangkunya.
Tak berselang lama suasana kelas ramai kembali. Rania menghembuskan nafasnya, menyembunyikan wajah di antara tangan yang ditumpuk adalah pilihan Rania saat ini.
Perlahan sebuah tangan terasa ngusap lembut pucuk kepalanya. Posisi nyaman itu terpaksa Rania tinggalkan hanya untuk melihat siapa yang mengusap rambutnya.
"Gue kira siapa, ternyata lo."
Dion tersenyum tipis. "Sikap lo masih kaya biasa. Lo belum liat ya?"
Rania mengerutkan alisnya tak mengerti. "Liat apaan?"
"Buka grup angkatan."
Rania yang penasaran segera mencari ponselnya di dalam tas. "Emang ada apaan? Ketinggalan gosip mulu gue."
"Buka aja."
Rania menutup mulutnya tak percaya melihat pesan dari grup chat angkatannya itu.
"Ini-"
"Gue udah jelasin perihal kita, mereka juga tahu dari dulu kita temenan. Tapi Rio, gue gak tahu dia di mana, panggilan gue juga gak dijawab," ujar Dion.
"Mereka jadi nuduh gue yang nggak-nggak. Padahal gue mutusin Naren karena alasan lain, bukan karena lo sama Rio." Rania memijat kepalanya peutasi. Orang-orang salah sangka padanya, pantas saja tatapan mengerikan itu ia dapatkan di pagi hari seperti ini.
"Gue yakin, Rio juga bakal bilang kalau itu gak bener. Lagian di juga punya pacar kan ya?"
Rania mengangguk. "Pacarnya Rio, pacarnya pacar gue."
🥀
"Gue kira beneran suka orangnya, ternyata suka temennya."
"Kasian ya? Padahal Naren ganteng, kaya, romantis, setia lagi. Masih kurang aja ternyata."
Rania menghela nafasnya kesal. Ia langsung bangkit dari duduknya dan langsung meninggalkan area kantin.
"Mereka gak tahu kebenarannya kaya apa, tapi mulutnya minta gue bejek. Siapa coba yang iseng fotoin gue sama Rio semalem, padahal duduk sebelahan lima menit aja nggak." Rania terus mengoceh sepanjang jalan hingga matanya menangkap sosok yang sering mewarnai harinya akhir-akhir ini.
"Naren!"
Yang dipanggil hanya menoleh sekilas lalu kembali berjalan tanpa memperduliakan Rania yang memanggilnya.
Rania tidak tinggal diam, ia berlari hingga bisa menghadang Naren.
"Apa lagi?" tanya Naren dingin.
Rania terdiam mendengar nada bicara Naren. Sangat bertolak belakang dengan Naren yang di kenalnya. Ini seperti sosok lain, bukan Naren.
"Muka lo kenapa?" Luka lebam di sudut bibir Naren mengalihkan perhatian Rania.
"Bukan urusan lo!" Naren hendak melangkah namun Rania kembali menghalangi jalannya.
"Lo bisa minggir gak sih dari jalan gue!"
"Nggak, sebelum lo jawab pertanyaan gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Badai Reda
Teen FictionRania dipaksa menjadi pacar seorang Narendra Aryana, yang tidak begitu ia kenal. Rania tidak diberi pilihan selain menerimanya meski luka dari orang sebelumnya belum kering. Bisakah Rania menyembuhkan lukanya dengan cepat? Dapatkah Naren bertahan...