12. Kejadian masa lalu

25 5 0
                                    

Entah sudah kali keberapa Rania menolak ajakan Naren, tapi cowok itu tetap membujuknya tanpa henti.

"Sekali aja, Ran. Mau ya?"

"Nggak, aku belum siap, aku masih takut. Tolong ngertiin aku," ujar Rania lirih.

Naren yang mendengar alasan Rania diam terpaku. Apa maksudnya takut?

"Ran--"

"Ren, plis. Kamu masih belum tahu apa-apa, tolong jangan paksa aku."

"Kalau gitu kasih tahu aku alesannya kenapa? Aku gak bisa berbuat apa-apa kalau kamu gak cerita."

Di depan gerbang SMA ARYANA keduanya sama-sama diam. Kurang lebih setelah bel pulang berbunyi dua puluhan menit yang lalu, Naren membujuk Rania agar mau menemui sang ibu. Jawaban Rania dari awal tetap sama, namum yang terakhir sedikit berbeda, hal itu membuat Naren dilanda kebingungan.

Tanpa Naren sadari Rania terisak kecil, memori kelam itu kembali teringat bak sebuah film.

Naren merengkuh badan itu, membawanya pada pelukan hangat yang bisa membuat Rania nyaman dan aman.

"Aku tahu Ran, aku cuma orang baru di hidup kamu, aku gak tahu apa-apa tentang kamu. Gimana kamu sebelumnya, apa aja yang udah kamu lewatin, aku sama sekali nggak tahu kalau kamu gak kasih tahu aku. Yang aku tahu kamu itu wanita hebat, sama seperti bunda."

Naren melepaskan pelukannya, beralih menatap mata Rania dalam. "Bunda itu baik, Ran. Aku yakin kalau kamu bakal nyaman sama bunda, kalau kamu masih ragu gak papa kok, lain kali aja aku ajak kamu lagi."

Rania memeluk Naren erat sekaligus menangis di sana. Rania bingung, apa yang harus ia katakan kepada Naren? Menjelaskan semuanya? Menjelaskan bahwa dirinya diperlakukan buruk oleh sang ibu hingga mempunyai trauma berat hingga saat ini?

Tidak, Rania tidak ingin Naren pergi darinya setelah ia menceritakan tentang apa yang telah terjadi sebelumnya. Ia belum siap jika harus kembali kehilangan rumahnya lagi.

Naren membalas pelukan Rania dengan sesekali mengelus punggung yang terlihat kokoh tapi rapuh itu. Mendengar Rania menangis membuat hatinya ikut tersayat, seburuk itukah masa lalu Rania hingga membuatnya seperti ini?

"Jangan nangis lagi, aku gak akan paksa kamu buat cerita sekarang. Nanti aja kalau kamu udah siap," kata Naren.

"Aku akan cerita, tapi kamu harus janji."

"Apapun itu."

"Janji jangan pernah menjauh dari aku apalagi pergi setelah denger semua cerita aku."

"Aku janji. Masa lalu kamu nggak akan buat aku pergi, Ran."

"Ayo, aku siap ketemu bunda."

"Tapi, Ran--"

"Aku cerita setelah aku ketemu sama bunda," ujar Rania.

Naren tidak tahan untuk tidak tersenyum. Akhirnya dia bisa membertemukan sang ibu dengan orang yang dicintainya. Naren berharap keduanya memiliki kecocokan.

🥀

Sorot mata tajam dan mengitimidasi sangat terlihat jelas dari mata Rio. Cowok itu tengah berkutat dengan laptop miliknya.

Lebih dari satu jam cowok itu menjelma menjadi seorang hacker. Ini bukan Rio tapi Rio. Entahlah, sifat penasaran ini tidak ada dalam kamus Rio sebelumnya.

"Yang namanya Rania itu yang mana sih, Ri? Gue udah nyari tapi kayanya gak ada."

"Gue yakin lo gak tanya-tanya," jawab Rio disela-sela kesibukannya.

Orang itu hanya menampakan giginya tidak berdosa. "Lagian lo pada gak ngasih gue petunjuk, minimal foto lah."

"Kan udah gue kasih tahu namanya," sahut Atha dari arah dapur.

"Nama doang bikin gue pusing, Tha," elak orang itu.

"Di kelas itu yang namanya Rania cuma satu kali, Ka. Itu mah lo aja yang males nanya," kata Atha tak mau kalah.

"Tapi kan-"

"Kanaya udah, nanti gue kasih lo fotonya." Cewek bernama Kanaya itu tersenyum lebar pada Rio.

"Nah, gitu ke dari kemarin, kan gue gak perlu muter-muter gak jelas nyari yang namanya Rania kalau kaya gini."

"Halah, gak usah hiperbola lo. Gak akan ada yang kasian sama lo di sini." Mulut Atha bnar-benar tidak tahan untuk tidak mengatai sepupunya itu. Kanaya.

"Diem lo, kudanil!"

"Berani banget lo ngatain gue kudanil.  Sini lo!" Atha berdiri hendak menghampiri Kanaya, namun cewek itu dengan cepat menghindar, dan pada akhirnya terjadi adegan saling kejar antara dua bersaudara itu.

"Akhirnya!" pekik Rio girang. Senyuman manis tercetak jelas di bibir Rio. Cowok itu berhasil mendapatkan apa yang ia cari.

Dengan cepat Rio membereskan barang-barangnya lalu pergi dari sana. Sedangkan Atha dan Kanaya hanya terdiam heran melihat tingkah Rio yang sangat aneh, bahkan aksi kejar-kejaran seketika mereka hentikan.

"Tuh liat calon pacar lo, datang tak di undang pulang tak diantar. Kaya setan. Dateng ke rumah gue cuma numpang wifi doang, gak modal," cerca Atha.

"Biarin aja kali," balas Kanaya. "Enak aja lo ngatain calon pacar gue setan! Lo tuh yang setan, sini lo!" lanjut Kanaya setelah menyadari semua ucapan Atha.

🥀

Sejak memasuki perkarangan rumah tangan Rania terus saja bergetar. Ia takut, takut semuanya seperti yang ada dalam pikirannya. Tidak semua orang sama, Rania tahu itu. Tapi rasa takutnya benar-benar kuat saat ini.

"Tenang ya, bunda aku baik kok. Tapi kalau kamu belum siap aku siap anter kamu pulang sekarang juga," ucap Naren seraya menggenggam tangan Rania kuat.

Keduanya sudah berada di kediaman Aryana. Baru memasuki ruang tamu Rania sudah takut setengah mati.

"Tanggung, bibi juga udah panggil bunda kan?"

Naren hanya bisa tersenyum. Naren benar-benar penasaran dengan apa yang telah menimpa Rania di masa lalu.

"Hidup lo terlalu banyak kejutan, Ran."

Suara langkah yang seharusnya tidak begitu terdengar kini sangat terdengar jelas oleh Rania, langkah itu mendekat, membuat jantung Rania berdetak lebih cepat.

"Sayang."

Rania menoleh bersamaan dengan jantungnya yang mencelos melihat siapa yang berdiri di sana.

"Ran-nia-"














Annyeong!
Gimana-gimana? Seru gak?
Kasih saran visual yang cocok dong..

Setelah Badai RedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang