08

1.1K 186 8
                                    


🥀__🥀



"Lo berdua kembar?!!?!!"

Dona dan Kaesa menatap Marka dengan ekspresi yang berbeda. Kaesa yang sedikit takut dan Dona yang menatapnya seolah ingin menelan Marka saat itu juga. Mereka kecolongan, dan tidak bisa juga menyalahkan Marka karena sekarang mereka berada taman umum perumahan Marka yang kebetulan bertetangga dengan Dona.

"Lo ngapain sih kesini?? Padahal biasanya nongkrong!!"

"Woowwww— lo pasti Dona" Marka menunjuk Dona tepat didepan matanya yang kembali mengundang amarah gadis itu. Dengan beringas Dona menangkis kedua jari Marka yang ada didepan matanya meskipun Dona yakin kalau Marka tidak akan kesakitan karena tenaga Dona tidak sekuat itu. "Dan Lo??"

Tatapan Marka beralih ke gadis disebelah Dona. Mulutnya kembali terbuka ketika menyadari gadis itu memakai barang Dona, Marka tahu karena Dona pernah memakainya.

"Na! Ini ada apa sih, gue bingung" Marka kembali lagi kepada Dona. Mau dipaksakan bagaimana pun otaknya tetap tidak sampai memikirkan kenapa Dona ada dua,
kecuali—



"OH MY GOD!!!" Marka menutup mulutnya dengan dramatis. "Na ini gak seperti yang gue pikirkan kan??? Malem itu gue gak salah bawa orang—"


"Iyaa!! Kamu salah!!" Kaesa memotong ucapan Marka. Rasa sebalnya sedikit tumbuh ketika menyadari bahwa pemuda depannya lah yang membuat hidupnya keluar dari zona nyaman.


"Waaaaww, kayaknya lo berdua emang kembar deh. Jiwa ngegasnya sama-sama kuat!"

Dona dan Kaesa sama-sama memutar pandangan jengah. Menurut mereka Marka lebay, Kaesa jadi sedikit memahami kenapa sejak tadi Dona seperti orang yang darah tingginya sedang kambuh.



"Denger ya Marka! Gue gak bakal ngulang moment ini tapi gue mohon" Dona memejemkan matanya sebentar sedangkan Marka melebarkan mata. Ini untuk pertama kalinya dalam hidup, Dona memohon kepadanya.

"Gue mohon tolong rahasiain ini dari semua orang. Cukup lo yang tahu apa yang terjadi diantara gue dan Kaesa. Gue mohon banget sama lo, lo cukup tutup mulut"


Marka menghembuskan nafas pelan, ini adalah hal yang serius meskipun sebenarnya ia tidak terlalu suka dengan keseriusan.


"Tapi Na, orang-orang dijurusan kita udah hafal banget gue suka gangguin lo. Tetangga kita juga udah hafal. Kan kalo gini gue jadi bingung mau gangguin siapa?? Lo yang lagi nyamar jadi orang lain atau orang lain yang lagi nyamar jadi elu???"



"Dia aja" Kaesa dan Dona serentak saling tunjuk.


"Oke, gue bakal gangguin kalian berdua!!"











🥀__🥀









Jonathan merenung menatap gerbang rumahnya dari ruang kerja. Belum ada tanda-tanda Dona akan pulang padahal jelas sekali kalau waktu hukumannya belum selesai.

"Surprisingly aku ngebesarin anak yang mirip banget sama kamu" Bisiknya entah kepada siapa karena yang jelas di ruang kerja itu hanya ada dirinya.

"Dia gampang sakit kayak kamu, dia keras kepala persis sama kamu. Dia tegar tapi aku tahu dia nyimpen beribu keluhan, kamu banget kan??" Jonathan terkekeh. Pria itu tidak perduli kalau ada yang memergokinya bicara sendirian, karena hal ini yang dapat menenangkannya selama puluhan tahun ini.


Jonathan menyudahi kegiatan menunggu kepulangan Dona dari jendela, langkah pemuda itu mengarah ke meja lemari di pojok ruangan dan mengambil satu album dari sana.


"Sampai sekarang, Dona gak pernah tahu potret keluarga itu kayak gimana karena aku terlalu takut buat ngeliatin album foto ini" Air mata Jonathan perlahan mengalir. Entah kenapa hatinya terasa sakit sekali sore ini, perasaannya tiba-tiba ingin mengenang semua kenangan indah yang ia miliki.


"I'm sorry" Jonathan terisak, ia tidak bisa terus menerus menahannya. Pria itu tetap terisak meski mendengar pintu ruangannya dibuka.


"Papiiiii" Harusnya saat mendengar suara putrinya yang khawatir dan ketika ia merasakan sampingnya sudah terisi ia harus segera mengakhiri tangisnya dan menutup album itu sesegera mungkin. Tapi tidak, tangis Jo semakin menjadi.



"Papi, it's okay. Nangis itu bukan berarti pengecut kok. Papi boleh nangis sepuasnya tapi aku temenin ya??" Kaesa memeluk Jonathan. Kalau dirumah kecilnya Dona memberikan segala hal yang rasanya mustahil dibeli ibu, maka disini Kaesa ingin memberikan apa yang tidak bisa dibeli oleh papi, yaitu kasih sayang.


Anehnya, Kaesa tidak merasakan anehnya berpelukan dengan orang asing setelah ia mendekap tubuh Jo. Yang terasa hanyalah, hatinya yang menghangat dan setitik harapan didalam hati yang mempertanyakan, apakah pelukan seorang ayah memang senyaman ini?????











🥀__🥀







Kalau besok aku ga update, maaf yaaaa.
tapi kalo paginya sempet nanti aku ketik, aku tesnya sore btww~~


FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang