🥀__🥀
Dulu, Dona selalu berharap ibunya yang selalu dijelek-jelekkan oleh nenek dan yang tidak pernah dibahas oleh Papi itu akan kembali, atau setidaknya mereka harus bertemu. Sewaktu Dona tinggal bersama Diana ia pun selalu berharap kalau Diana itu adalah ibunya. Sampai sekarang, saat semuanya sudah terungkap, Diana dan Kaesa pun sudah tinggal bersama mereka, tapi Dona tetap tidak merasakan kesenangan yang selalu ia impikan. Masih ada segumpal perasaan janggal yang entah dari mana asalnya. Ia sudah menerima penjelasan Papi tentang mengapa ibu memilih menitipkannya kepada Papi. Bahkan sebenarnya Dona sudah mendengar itu dari mulut ibunya sendiri.
"Kamu gak seneng ya tinggal sama aku??" Dona buru-buru menoleh, Kaesa disampingnya sudah cemberut. Ekspresi Kaesa membuat Dona terkekeh. Setelah diungkit, ternyata yang lahir duluan diantara mereka berdua adalah Kaesa, membuat gadis itu berdiri tertawa dan mengejek-ngejek Dona.
"Gak seneng kenapa dah, ngaco banget Kaesa!!" Tangan Dona terulur mengacak rambut Kaesa yang mendapat decakan kesal. "Gue seneng Sa, ternyata gue gak sendirian. Gue punya lo, gue punya ibu. Ternyata gue gak hidup cuma sama Papi aja. Gue seneng. Jangan berpikiran yang macem-macem"
"Tapi kamu gak happy, Dona. Kita kembar, kayak yang kamu bilang, kamu gak sendiri lagi. Jadi ayo berbagi sama aku, semua yang mengganjal disini —— Tangan Kaesa naik menunjuk dada Dona—— Gak akan hilang kalau gak kamu keluarin Dona"
Dona terkejut, ini kali pertama ada yang memperhatikannya, baru kali ini ada yang sadar dengan lukanya. Apa ini?? Perasaannya semakin aneh, gumpalan kesedihan yang tadinya ia tidak tahu apa penyebabnya semakin terasa, hatinya semakin gundah. Ketika ia merasa kalau matanya memanas, untung saja Marka datang menghampiri mereka.
"Sorry, tapi gue boleh ngomong sama Kaesa gak??— Na?? Lo kenapa?? Lo nangis??"
"Enggak!!!" Dona menjawab cepat, karena Kaesa pun jadi ikut memperhatikan matanya. Tidak, tidak boleh ada satu orang pun yang mengetahui kalau ia menangis, dan ia pun tidak boleh menangis didepan orang-orang.
"Lo mau ngomong sama Kaesa kan?? Sini duduk. Sa, ngobrol dulu sama Marka, gue masih ada urusan. Nanti minta antar dia aja okey?? Sampai ketemu dirumahh" Dona buru-buru keluar dari cafe, bahkan Kaesa pun belum sempat berbicara, menyahuti kalimatnya.
Yang penting, saat ini dia kabur dulu.
🥀__🥀
Dona terlalu senang karena sudah terlepas dari Kaesa. Karena tahu-tahu dia sekarang sudah duduk bersama Jean dibangku taman yang menghadap ke sungai. Pertemuan keduanya sebenarnya juga tidak disengaja, sesimple mereka yang berjalan berlainan arah dan tidak sengaja duduk dibangku yang sama. Dona merasa terjebak, mau kabur pun tidak bisa karena Jean sudah melihatnya terlebih dahulu.
"Gue minta maaf" Dona terkejut, sepertinya selama ia menjadi Dona, ini adalah permintaan maaf pertama Jean kepadanya. "Maaf kalau selama ini gue nyakitin lo. Sebenernya bukan kalau lagi sih, tapi semua kalimat yang gue ucapin dulu emang nyakitin lo. Na?? Lo sesakit itu ya??"
Dona menatap Jean, mereka bertatapan. Kemudian gadis itu terkekeh pelan. Ia kira rasanya sudah mati, tapi sepertinya masih ada sedikit perasaan yang sama
"Gue maklum kok Je, setelah gue inget-inget ternyata gue emang semenyebalkan itu, jadi wajar kalau lo emosi dulu hehehe"
"Na??"
"Hm???"
Jean diam sebentar, sepertinya pikirannya memang sedang kalut.
"Soal perasaan gue——"
"Lo sama sekali gak suka gue!"
"Jangan dulu di potong, ck!!" Kening Jean mengerut kesal, Dona terbahak melihatnya. Setidaknya suasana diantara mereka sudah sedikit mencair sekarang.
"Gue suka sama Kaesa, dan gue rasa lo tahu itu?? Tapi hampir sebulan kebelakang perasaan itu memudar karena rasanya gue jadi suka sama Dona. Gue juga bingung hal apa yang bikin gue tiba-tiba jadi tertarik sama Dona padahal sebelumnya udah gue tolak mati-matian"
"Pada akhirnya, lo tetap suka sama Kaesa kan Je. Gak perduli waktu itu Kaesa pakai identitas siapa, lo tetap sukanya sama dia"
Jean mengangguk setuju, tapi rasanya ini tidak benar. Ia masih memikirkan perasaan Dona. membayangkan sesakit apa hati gadis disampingnya ini.
"Gue gak usah lo pikirin, gue ini gadis berhati baja. Lo inget kan? Hahaha, kan lo yang ngasi gelar. Je, Lo suka sama Kaesa dan lo sadar sepenuhnya sama perasaan lo. Lo gak ragu sama sekali. Jangan pikirin gue. Jean, lo harus bahagia, dengan memperjuangkan perasaan lo sama Kaesa contohnya. Lo suka sama dia, lo harus berjuang. Kalau lo stuck sama kebingungan lo, lo gak bakal dapet apa-apa"
Jean mengangguk setuju, ia memang akan berjuang tapi sebelumnya ia harus merapikan gulungan benang diantaranya dan Dona terlebih dahulu. Kaesa adalah kembaran Dona, dan tidak mungkin ia menyatakan perasaan yang akan berdampak pada persaudaraan mereka.
"Lo ngapain masih disini sih!!!" Dona geram lalu memukul bahu Jean.
"Ya masa hari ini banget??!"
"Astaga Jean!!! Itu tadi Kaesa udah berduaan sama Marka, lo mau ditikung dia??!" Mata Jean membola.
"Lo kok gak bilang dari tadi sih Na!! Gue pergi dulu!!!!" Jean berlari meninggalkan tempat duduknya bersama Dona tadi.
Dona memperhatikan punggung Jean sampai pemuda itu tak terlihat lagi.
"Kalau lo suka berjuang apanya, tuh lo barusan ngelepas cinta lo" Ucap Dona kepada dirinya sendiri, mengejek kalimat nasehatnya. Karena nyatanya, nasehat itu tidak ia lakukan untuk dirinya sendiri. Dona memilih, untuk melepas Jean.
🥀__🥀